Sukses

Terkait Penembakan Pesawat Malaysian Airlines MH17, 3 Pria Divonis Penjara Seumur Hidup Pengadilan Belanda

Hakim Belanda memvonis hukuman penjara seumur hidup terhadap 3 terdakwa atas penembakan pesawat Malaysian Airlines MH17 di Ukraina pada 2014. Dua di antaranya dari Rusia.

Liputan6.com, Amsterdam - Hakim Belanda memvonis dua pria Rusia dan seorang pria Ukraina secara in absentia terkait pembunuhan, atas peran mereka dalam penembakan pesawat maskapai Malaysian Airlines MH17 di Ukraina pada tahun 2014. 

Terkait insiden yang menewaskan 298 penumpang dan awak MH17, terdakwa dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup.

Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (18/11/2022), Ukraina menyambut baik putusan tersebut, yang akan berimplikasi pada kasus pengadilan lain yang diajukan Kyiv terhadap Rusia, sementara Moskow menyebut putusan itu "skandal" dan mengatakan tidak akan mengekstradisi warganya.

Putusan itu termasuk biaya ganti rugi senilai 16 juta euro.

"Hanya hukuman yang paling berat yang pantas untuk membalas apa yang telah dilakukan para tersangka, yang telah menyebabkan begitu banyak penderitaan bagi begitu banyak korban dan begitu banyak kerabat yang masih hidup," kata Hakim Ketua Hendrik Steenhuis.

Tiga orang yang didakwa adalah mantan agen intelijen Rusia Igor Girkin dan Sergey Dubinskiy, serta Leonid Kharchenko, seorang pemimpin separatis Ukraina.

Ketiganya diketahui berperan membantu mengatur pengangkutan sistem rudal BUK militer Rusia ke Ukraina yang digunakan untuk menembak jatuh pesawat, meskipun mereka bukan yang secara fisik menarik pelatuknya.

Mereka diketahui merupakan buronan dan diyakini berada di Rusia. Sementara mantan tersangka keempat, yakni Oleg Pulatov dari Rusia, dibebaskan dari semua tuduhan.

Sebagai informasi, penerbangan Malaysia Airlines MH17 berangkat dari Amsterdam dan menuju Kuala Lumpur ketika ditembak jatuh di atas Ukraina timur pada 17 Juli 2014 silam.

Saat itu, terjadi pertempuran antara separatis pro-Rusia dan pasukan Ukraina, pendahulu dari konflik tahun ini.

2 dari 4 halaman

Keluarga Korban MH17 Ungkap Merasa Lega dengan Putusan Hakim

Kepala yayasan yang mewakili para korban MH17 yakni Piet Ploeg, mengungkapkan dirinya cukup puas dengan keputusan hakim.

"Keluarga korban menginginkan kebenaran dan mereka ingin keadilan ditegakkan, agar mereka yang bertanggung jawab dihukum dan itulah yang terjadi. Saya cukup puas," ujar Piet Ploeg.

Saudara laki-laki Ploeg, istri saudara laki-lakinya dan keponakannya meninggal dalam jatuhnya penerbangan MH17.

Adapun seorang warga Australia, Meryn O'Brien yang kehilangan putranya yang berusia 25 tahun dalam kejadian itu, Jack. Dia juga mengatakan merasa lega dengan putusan hakim.

"Semua orang merasa lega prosesnya telah berakhir, dan ini sangat adil, dan sangat teliti," ungkapnya.

"Tidak ada perayaan," ucap Jordan Withers dari Inggris, di mana pamannya, Glenn Thomas tewas dalam peristiwa MH17. "Tidak ada yang akan membawa korban kembali."

3 dari 4 halaman

Rusia Membantah Keterlibatan dalam Insiden Jatuhnya MH17

Hakim Steenhuis mengatakan ada banyak bukti dari kesaksian saksi mata, termasuk foto-foto yang melacak pergerakan sistem rudal masuk dan keluar dari Ukraina ke Rusia.

Di sisi lain, Rusia membantah keterlibatan atau tanggung jawab atas jatuhnya MH17 pada tahun 2014. Moskow juga membantah kehadirannya di Ukraina saat peristiwa itu terjadi.

"Sepanjang persidangan pengadilan berada di bawah tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari politisi Belanda, jaksa dan media untuk memaksakan hasil yang bermotivasi politik," demikian pernyataan kementerian luar negeri Rusia.

"Kami sangat menyesalkan bahwa Pengadilan Distrik di Den Haag mengabaikan prinsip-prinsip keadilan yang tidak memihak demi situasi politik saat ini, sehingga menyebabkan pukulan reputasi yang serius bagi seluruh sistem peradilan di Belanda," tambah pernyataan itu.

4 dari 4 halaman

Di Tengah Invasi, Rusia Dituntut Kasus Baru soal MH17 oleh Belanda dan Australia

Belanda dan Australia sebelumnya memulai proses hukum baru terhadap Rusia atas jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 delapan tahun lalu, saat terbang di atas Ukraina timur.

Mengutip Aljazeera, Selasa (15/5/2022), pemerintah Belanda dan Australia membawa Rusia ke hadapan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional PBB.

Belanda dan Australia mengumumkan pada Senin 14 Maret 2022 bahwa mereka akan membawa Rusia ke hadapan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), sebuah badan PBB.

MH17 ditembak jatuh oleh rudal anti-pesawat Buk di atas wilayah yang dikuasai pemberontak di timur Ukraina pada Juli 2014. Semua, 298 orang di dalamnya tewas, kebanyakan dari Belanda. Juga di antara yang tewas adalah 38 warga dan warga negara Australia.

Menurut penyelidikan internasional, rudal Buk berasal dari Rusia. Kendati demikian pihak Moskow telah berulang kali membantah terlibat.

Pemerintah Belanda mengatakan ICAO harus membuat keputusannya sendiri bahwa Rusia bertanggung jawab – dan karenanya bertanggung jawab. Temuan seperti itu akan membuka jalan bagi tuntutan ganti rugi.

"Kami tahu bahwa MH17 ditembak dari udara dengan Buk dari tentara Rusia," kata Menteri Luar Negeri Belanda Wopke Hoekstra kepada kantor berita ANP.

Secara khusus, Belanda mengatakan, Rusia "melanggar Perjanjian Chicago tentang jaminan transportasi udara sipil yang aman dengan menggunakan senjata secara tidak sah terhadap pesawat sipil".

Pemerintah Belanda mengatakan inisiasi proses tidak ada hubungannya dengan perang Ukraina saat ini dan langkah itu diambil setelah persiapan yang panjang.

Hoekstra menekankan bahwa pemerintah Belanda akan terus melakukan semua yang bisa dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban Rusia.

"Kematian 298 warga sipil, termasuk 196 warga Belanda, tidak bisa dibiarkan tanpa konsekuensi," katanya. “Peristiwa saat ini di Ukraina menggarisbawahi pentingnya hal itu."

Pemerintah Australia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "invasi Rusia yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan ke Ukraina dan eskalasi agresinya menggarisbawahi perlunya melanjutkan upaya abadi kami untuk meminta pertanggungjawaban Rusia atas pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan Piagam PBB, termasuk ancaman terhadap kedaulatan dan wilayah udara Ukraina".