Liputan6.com, Jakarta - Dunia menghadapi total 636.994.097 kasus COVID-19 hari ini, Jumat 18 November 2022. Angka itu lebih kecil dari penerima vaksinasi COVID-19 sedunia yang sudah mencapai 12.860.007.038.
Dikutip dari laman Johns Hopkins University (JHU) gisanddata.maps.arcgis.com, Jumat (18/11/2022), ada penambahan 10.113.699 kasus penularan dan 40.871 kematian terkait COVID-19 secara global dalam 28 hari terakhir.
Jepang hari ini masih menjadi negara dengan total kenaikan kasus COVID-19 tertinggi, sebanyak 1.616.909 dalam sebulan terakhir.
Advertisement
Korea Selatan menempati urutan kedua untuk kasus COVID-19 tertinggi dalam sebulan, sebesar 1.218.064 kasus.
Total kasus COVID-19 di Jepang dan Korea Selatan adalah 23,5 juta dan 26,4 juta.
Sementara itu, Amerika Serikat telah melampaui Jerman dari hari sebelumnya untuk kasus COVID-19Â dalam sebulan terakhir yakni 1.100.708.
Selanjutnya ada Jerman yang kini berada di urutan keempat untuk negara dengan kasus COVID-19 terbesar, sebanyak 1.082.015 kasus.
Kasus COVID-19 di Prancis dalam 28 hari terakhir kini tercatat di urutan kelima yakni 775.467.
Lonjakan kasus COVID-19 juga terjadi di negara Asia lainnya, China.
Melansir Xinhua, China pada hari Kamis 18 November melaporkan 2.276 kasus lokal COVID-19 baru, menurut update terbaru dari Komisi Kesehatan Nasional negara itu.
Kini ada 1.057 pasien COVID-19 di China telah dipulangkan dari rumah sakit setelah pemulihan, menjadikan total pemulangan pasien sebanyak 258.090.
China sejauh ini tidak melaporkan kasus kematian baru terkait COVID-19, dengan total kematian yang masih berada di angka 5.226 jiwa.
Kota Guangzhou di China Tambahkan 250 tempat Tidur Karantina COVID-19
Kota Guangzhou di China mengumumkan rencana membangun fasilitas karantina untuk hampir 250.000 orang dalam upaya menangani wabah terbaru COVID-19.Â
Dilansir dari Associated Press, Jumat (18/11/2022), Guangzhou akan menambah 246.407 tempat tidur, termasuk 132.015 di bangsal isolasi rumah sakit dan 114.392 untuk orang yang terinfeksi tetapi tidak memiliki gejala, menurut keterangan dari pemerintah kota tersbut.
Kota berpenduduk 13 juta orang itu telah melaporkan kenaikan kasus COVID-19 sejak awal Oktober 2022, melaporkan 9.680 kasus baru dalam 24 jam terakhir. Angka itu sekitar 40 persen dari 23.276 kasus yang dilaporkan secara nasional.
Namun, jumlah infeksi COVID-19 di China relatif rendah bila dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya, tetapi pemerintah negara tersebut masih memberlakukan kebijakan nol COVID-19 untuk meredam penularan.Â
“Situasi epidemi di Guangzhou masih sangat serius," kata seorang pejabat kota, Wang Baosen, menurut surat kabar South Metropolis Daily.
Pihak berwenang di Guangzhou mengirim 95.300 orang dari distrik kota Haizhu ke pusat karantina atau untuk perawatan rumah sakit, pemerintah mengumumkan.
Akses ke distrik berpenduduk 1,8 juta orang juga ditangguhkan pekan lalu menyusul kemunculan wabah baru, yang sebagian telah dicabut.
Advertisement
Kemunculan 1 Kasus Baru COVID-19 di Peking University Picu Lockdown
Masih di China, sebelumnya ada lockdown yang diberlakukan di lingkungan sebuah universitas di Beijing. Lockdown ini ditetapkan setelah kemunculan satu kasus baru COVID-19.Â
Dilansir dari US News, Jumat (18/11/2022) pihak berwenang China memberlakukan lockdown pada Universitas Peking di Beijing setelah menemukan satu kasus COVID-19, ketika kebijakan nol-COVID-19 masih berlaku di negara itu.
Dalam kebijakan lockdown, mahasiswa dan fakultas di Universitas Peking tidak diizinkan meninggalkan halaman kampus kecuali dalam keperluan mendesak, dan kelas di kampus utama, di mana kasus penularan ditemukan telah dialihkan menjadi kelas online hingga Jumat (18/11/2022) menurut pemberitahuan universitas.
Namun, beberapa orang dilaporkan terlihat memasuki dan meninggalkan lingkungan kampus utama yang berlokasi di distrik Haidian.
Sebagai informasi, Universitas Peking memiliki lebih dari 40.000 mahasiswa di beberapa cabang kampusnya, yang sebagian besar berlokasi di Beijing.
Sejauh ini, tidak diketahui jelas berapa banyak orang di kampus yang terdampak oleh kebijakan lockdown COVID-19.
Universitas berusia 124 tahun itu dikenal sebagai salah satu universitas ternama di China dan menjadi pusat protes mahasiswa pada dekade-dekade sebelumnya. Â
Marah dengan Aturan Ketat Lockdown COVID-19 China, Warga di Guangzhou Protes Massal
Kerumunan penduduk di kota metropolis industri, Guangzhou, China selatan 'lolos' dari lockdown yang saat ini diwajibkan dan justru bentrok dengan polisi, mereka marah atas pembatasan ketat terkait kebijakan Nol COVID-19.
Rekaman dramatis menunjukkan, massa menghancurkan pembatas COVID-19. Tim anti huru-hara dikerahkan di daerah tersebut pada Selasa, 15 November 2022.
Mengutip BBC, Jumat (18/11/2022), kejadian ini mengikuti krisis COVID-19 terburuk di Guangzhou sejak pandemi dimulai.
Di tengah angka ekonomi yang buruk, kebijakan Zero COVID atau Nol COVID China berada di bawah tekanan yang sangat besar.
Ketegangan telah meningkat di Distrik Haizhu, yang berada di bawah perintah untuk tetap tinggal di rumah.
Daerah ini adalah rumah bagi banyak buruh keliling yang miskin. Mereka mengeluh tidak dibayar jika mereka tidak dapat masuk kerja. Terlebih, mereka kekurangan makanan dan harga bahan pokok meroket selama tindakan pengendalian COVID.
Beberapa malam sebelumnya, beberapa orang telah berkelahi dengan petugas pencegahan COVID-19 berpakaian putih. Kemudian, pada Senin malam, kemarahan tiba-tiba meledak hingga ke jalan-jalan di Guangzhou dengan aksi pembangkangan massal.
Rumor yang tidak berdasar telah berperan memicu protes warga. Cerita telah menyebar bahwa perusahaan pengujian memalsukan hasil PCR untuk secara artifisial meningkatkan jumlah infeksi agar menghasilkan lebih banyak uang.
Di bagian utara negara itu, rangkaian rumor terkait Virus Corona juga membangun tekanan.
Pejabat di Provinsi Hebei mengumumkan bahwa Kota Shijiazhuang akan menghentikan pengujian massal. Akan tetapi, hal ini menimbulkan spekulasi bahwa populasi akan digunakan seperti kelinci percobaan, untuk memantau apa yang akan terjadi jika virus dibiarkan menyebar tanpa terkendali.
Diskusi tentang ini telah muncul di platform media sosial dengan tagar #ShijiazhuangCovidprevention.
Banyak penduduk setempat yang panik telah menimbun obat-obatan Tiongkok yang konon dapat membantu mengatasi infeksi COVID. Persediaan di kota dikatakan hampir habis untuk saat ini.
Advertisement