Liputan6.com, Denpasar - Pidato Presiden Jokowi dalam acara KTT G20 yang berlangsung awal minggu ini dinilai cukup menggigit dan tegas kepada negara anggota G20 yang juga hadir.Â
Dalam pidato pembukaannya pada hari pertama KTT G20, Jokowi secara tegas mengatakan bahwa perang harus segera dihentikan.Â
Baca Juga
Menurutnya, semua yang terlibat dalam KTT G20 tidak punya pilihan lain. Yakni, perlu memiliki semangat kolaborasi sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi dunia.
Advertisement
"Kita memiliki tanggung jawab, bukan hanya bagi rakyat kita sendiri, tapi seluruh masyarakat penduduk dunia," tegas Jokowi dalam pembukaan KTT G20, Selasa 15 November 2022.
Dengan adanya tanggung jawab tadi, semua negara perlu tunduk pada hukum internasional. Artinya, perlu ada solusi yang baik untuk semua atau win-win solution.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Suzie Sudarman pun mengatakan bahwa ini merupakan bentuk shaming, dan menjadi kekuatan baru bagi diplomasi Indonesia.Â
"Ini adalah sebuah kebaruan dalam politik internasional di mana ajakan oleh middle power dengan shaming, mempermalukan melalui kata-kata bisa cukup tegas menunjukkan kesalahan negara-negara besar yang membahu dunia dalam fakta dan melakukan perebutan wilayah tanpa kepatuhan pada hukum internasional," ujarnya ketika dihubungi Liputan6.com baru-baru ini.
Suzie menilai bahwa dimensi shaming dari retorika Indonesia cukup menohok karena tentunya di hadapan forum dunia seperti G20 itu disebutkan secara tegas bahwa demokrasi, kolaborasi, patuh pada UN Charter dan hukum internasional merupakan hal yang sangat penting.
Indonesia Sangat Demokrasi
Dalam hal ini, Suzie juga mengatakan bahwa tentu Indonesia berada dalam posisi yang sangat demokratis.Â
"Jelas Indonesia ada dalam sisi demokrasi, kolaborasi, taat pada PBB dan hukum internasional. Dan hal ini adalah sebuah ajakan bagi semua anggota G20 untuk bekerja sama agar mencapai hasil yang dahsyat bagi yang memilih untuk menjadi negara yang bertanggung jawab," ujarnya.Â
Jokowi memang mengatakan bahwa perang harus sesegera mungkin dihentikan jika ingin maju ke masa depan.
"Jika kita tak menyelesaikan perang, itu akan menghambat kita untuk mengambil tanggung jawab di masa depan, untuk generasi saat ini dan generasi penerus. Kita tak boleh membiarkan dunia pecah belah, kita harus menghentikan dunia kembali masih ke perang dingin lainnya,"Â ujar Jokowi ketika itu.
Advertisement
Pesan Perdamaian Jokowi
Sedikit mundur ke belakang, Jokowi pernah mengupayakan adanya perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Langkahnya, dia menghampiri Presiden Rusia Vladimir Putin, juga menghampiri Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Atas tindakannya ini, Jokowi disebut-sebut sebagai juru damai oleh beberapa pihak. Presidensi G20 sendiri, membawa pesan yang sama seperti Jokowi.
Pentingnya Dialog
Pada kesempatan ini, Jokowi juga membawa pesan perdamaian. Hal ini dilandaskan pada demokrasi yang jadi corak Indonesia.
Dia mengisahkan kalau Indonesia memiliki 17.000 pulau, 1.300 suku bangsa, serta lebih dari 700 bahasa daerah. Demokrasi di Indonesia berjalan dari tataran tingkat desa, pemilihan kepala desa, sampai tataran negara, pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.
"Sebagai negara demokrasi, Indonesia sangat menyadari pentingnya dialog untuk mempertemukan perbedaan, dan semangat yang sama harus ditunjukkan G20," paparnya.
Advertisement