Sukses

23 November 1996: Tragedi Pesawat Ethiopia Dibajak dan Jatuh di Laut Afrika Timur

26 tahun silam, sebuah pesawat Ethiopia dibajak dan jatuh di laut Afrika setelah kehabisan bahan bakar. Motif pembajakan yang menewaskan puluhan orang itu tidak jelas.

Liputan6.com, Moroni - Sebuah pesawat Ethiopian Airlines Boeing 767 yang membawa 175 orang dibajak di Afrika Timur pada Sabtu, 23 November 1996. Tragis, pesawat itu kehabisan bahan bakar dan jatuh ke laut lepas pantai di Kepulauan Comoro.

Mengutip The New York Times, Selasa (22/11/2022), sekitar 54 orang selamat dari kecelakaan pesawat itu, kata Ahmed Chanfi, wakil manajer di bandara internasional Moroni.

Ethiopian Airlines menyebutkan korban tewas sebanyak 58 orang, dengan sedikitnya 16 orang terluka.

Menurut laporan, pesawat itu juga membawa penumpang dari luar negeri, termasuk warga negara AS, Israel, Inggris, dan Italia.

Pesawat jatuh sekitar pukul 15.20 waktu setempat di dekat Galawa Beach Hotel, 25 mil (40 km) sebelah utara ibu kota, Moroni, di pulau utama Grande Comore.

Lokasi itu cukup sulit dijangkau. Proses evakuasi dari tim penyelamat terhalang oleh laut yang ganas dan risiko hiu.

Seorang penyelam militer yang dapat masuk ke badan pesawat pada sore hari memperkirakan 60 sampai 80 penumpang masih terikat di kursi mereka dan tenggelam, menurut manajer hotel, Bruce Thomson. Ia mengatakan, polisi dan pencari militer mengambil 50 mayat dari air setelah itu.

Menurut Ethiopian News Agency, 11 pembajak menyita Penerbangan 961 tak lama setelah lepas landas dari ibu kota Ethiopia, Addis Ababa. Sementara menurut keterangan media Reuters yang mengutip pilot pesawat, menyebutkan ada tiga pembajak.

Laporan BBC menyebutkan, seorang pejabat Ethiopian Airlines yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa para pembajak adalah penumpang transit yang melakukan perjalanan dari Bombay, India.

Para pembajak menuntut agar pilot membawa mereka ke Australia dan mengabaikan perkataan pilot bahwa bahan bakarnya tidak cukup. Motif pembajakan pesawat itu tidak jelas.

 

 

2 dari 4 halaman

Tuntutan Pembajak yang Panik

Pesawat itu sampai ke Moroni dan mencoba melakukan pendaratan darurat.

"Terdengar suara keras saat mengenai air," kata seorang resepsionis hotel, Natalie Bier. ''Saksi mengatakan bahwa pesawat itu terbang sangat rendah di atas air dan satu sayap menyentuh air, kemudian jatuh. Langsung setelah itu, kami mengeluarkan perahu, dan mencoba untuk menyelamatkan mereka.''

Bier mengatakan sebagian besar korban yang mereka temukan terluka parah. ''Kami juga menemukan banyak orang yang tidak selamat, yang meninggal di perahu atau di pantai,'' tambahnya.

Thomson mengatakan orang yang selamat telah mengatakan kepadanya bahwa dua pembajak dengan bom berada di pesawat dan yang ketiga tampaknya ditahan.

Bahan peledak tidak pernah diledakkan, kata para penumpang, dan pesawat kehabisan bahan bakar saat pilot bernegosiasi dengan para pembajak.

Pesawat itu menuju Abidjan di Pantai Gading, setelah berhenti di Nairobi, Kenya; Brazzaville, Kongo; dan Lagos, Nigeria dengan membawa 163 penumpang dan 12 awak, kata Ethiopian Airlines.

Pengawas lalu lintas udara Addis Ababa mengatakan bahwa mereka telah memantau tuntutan para pembajak yang panik tetapi tidak jelas selama 25 menit.

Para penyintas melaporkan, para pembajak berbicara bahasa Amharik, bahasa Etiopia, dan beberapa bahasa Prancis dan Inggris. Berbagai laporan mengatakan salah satu pembajak termasuk di antara yang selamat.

"Presiden Negasso Gidada mengungkapkan kesedihan mendalamnya kepada mereka yang tewas dalam bencana udara itu," kata radio Ethiopia.

Pesawat Prancis dan Ethiopia, keduanya membawa staf dan peralatan medis, tiba di pulau itu Sabtu malam dan para dokter pergi ke rumah sakit di Moroni untuk merawat para korban selamat, kata Mohammed Sharly, kepala pengawas lalu lintas udara di bandara Moroni.

Kelompok lain yang terdiri dari 20 dokter Prancis yang sedang berlibur di Kepulauan Comoro datang dan membantu merawat para penyintas.

3 dari 4 halaman

Penyelidikan

Bush, juru bicara Departemen Luar Negeri Ethioia, mengatakan: "Para pejabat Amerika, termasuk beberapa dari Biro Investigasi Federal, dikirim ke untuk menyelidiki dugaan pembajakan udara yang merupakan kejahatan menurut hukum AS." Namun, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Ethiopian Airlines menawarkan koneksi terbanyak di Afrika dibandingkan maskapai Afrika mana pun. Ini adalah salah satu maskapai penerbangan tertua di benua itu dan pada 1996 dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia.

Namun, saat Ethiopia tenggelam lebih dalam ke dalam perang saudara, maskapai penerbangan milik negara itu mengalami masalah keuangan.

Ethiopian Airlines memiliki tiga Boeing 767 untuk rute jarak jauhnya. Seorang juru bicara Boeing, Brian Ames, mengatakan jet kembar berbadan lebar yang jatuh, 767-200ER, dikeluarkan sekitar tahun 1986.

Penyelidik Boeing biasanya pergi ke lokasi kecelakaan untuk membantu penyelidikan jika diminta, tetapi Ames mengatakan dia tidak yakin permintaan itu telah dibuat.

4 dari 4 halaman

Tiga Pembajak

Menurut laporan Reuters, Ethiopian Airlines yang jatuh di Kepulauan Comoro dibajak oleh tiga orang, kata pilot pesawat, Leul Abate.

''Mereka mungkin orang Etiopia, Djibouti atau Somalia -- mereka berbicara bahasa Prancis,'' kata pilot Etiopia yang berusia 42 tahun itu di rumah sakit El Maarouf di Moroni.

Pilot mengatakan tiga pembajak memaksa masuk ke kokpit dan sempat memukuli co-pilot, Yonas Mekuria (35).

Seorang pembajak memegang kapak kecil, tampaknya satu disimpan di pesawat untuk digunakan dalam keadaan darurat. Yang kedua membawa alat pemadam api kecil, menggunakannya sebagai senjata.

Yang ketiga mengatakan dia memiliki bom di satu tangan, meskipun pilot tidak dapat mengidentifikasi benda itu sebagai bom. Di tangannya yang lain ada sebotol wiski, kata Abate.

Pada satu titik, seorang pembajak mencoba menerbangkan pesawatnya sendiri, dan mengambil headset dari pilot. Sehingga pilot tidak dapat menghubungi menara kontrol saat pesawat mendekati Komoro, kata Abate.

 

Penulis: Safinatun Nikmah