Sukses

Dian Sastrowardoyo, Puteri Indonesia, dan Rahayu Saraswati Diskusi tentang Isu Perempuan di CIFP 2022

Dalam acara CIFP 2022, Dian Sastro, Puteri Indonesia Laksmi, dan Politisi Saraswati membahas tentang isu perempuan, khususnya terkait minimnya kesetaraan gender di tingkat professional.

Liputan6.com, Jakarta - Isu perempuan cukup hangat dibicarakan di ruang-ruang publik. Salah satunya, dalam Conference on Indonesian Foreign Policy atau CIFP 2022 yang diselenggarakan di The Kasablanka Hall Jakarta, Sabtu (26/11/2022).

Dalam acara yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu, ada sesi khusus yang membahas tentang isu perempuan bertajuk "Return of the Angels: Part V".

Diskusi ini dipimpin oleh Ketua FPCI Dino Patti Djalal bersama tiga tokoh perempuan Indonesia, yaitu Wakil Ketua Y20 Indonesia Rahayu Saraswati, Puteri Indonesia 2022 Laksmi Shari dan Aktris Dian Sastrowardoyo.

Ketiganya menyuarakan isu perempuan, tapi di fokus yang berbeda.

Dian Sastro sebagai seorang aktris dan aktivis perempuan menyuarakan tentang pentingnya kesetaraan gender. "Kesetaraan gender merupakan poin SDGs kelima yang telah disepakati dunia termasuk Indonesia. Secara populasi, perempuan cover keseluruhan dari 50% populasi dunia, tapi kesetaraan belum tercapai di manapun. Hal ini sudah terbukti menghambat ekonomi dunia," ujar Dian.

Ia melanjutkan bahwa perempuan belum cukup terwakili. Menurutnya, di karir profesional, hanya ada sedikit sekali perempuan. Sementara, perempuan seringkali melakukan bagian yang tidak proporsional di urusan rumah tangga (domestik) dan tidak dibayar.

"Kita punya banyak masalah sebagai manusia. Bayangkan jika kita hanya menggunakan 50% kemampuan kita untuk menyelesaikan masalah itu. Sehingga penting adanya keterlibatan perempuan di ranah-ranah publik bukan hanya di domestik saja," tambah Dian.

Kemudian, Puteri Indonesia Laksmi, menyuarakan tentang literasi. "Penting untuk terus berbicara tentang kondisi literasi saat ini. Kita harus menciptakan gerakan literasi yang kuat di skala lokal. Kita harus merawat literasi anak-anak, khususnya mereka yang berada di bawah tekanan," ujarnya.

Sementara itu, Rahayu Saraswati menyuarakan isu-isu terkait dengan perempuan, anak-anak, dan perdagangan manusia. Ia mengatakan, "Di Indonesia, ada anak-anak perempuan yang harus melayani 60 hingga 80 laki-laki setiap harinya. Negara ini menempati peringkat nomor satu untuk child abuse materials. Foto-foto kekerasan terhadap anak yang tersebar di sosial media pada 2012 ada 70 ribu. Ini terus meningkat, pada 2015 ada 150 ribu."

 

2 dari 4 halaman

Perempuan sebagai Pemimpin

Diskusi kemudian berlanjut tentang bagaimana agar kesetaraan bagi perempuan itu tercapai, termasuk bagaimana jika perempuan berkesempatan menjadi pemimpin.

Dian mengatakan, "Ini tentang merangkul perempuan. Perlu ada kesadaran bukan hanya dari para perempuan saja, tapi juga dari para bapak dan kakak, mulai dari lingkungan rumah."

Ia menjelaskan bahwa perempuan memiliki kelebihan yang sesuai untuk karakter pemimpin. "Leader itu harus pandai berdiplomasi, punya fleksibilitas kapan harus kuat kapan harus lembut. Perempuan punya intuisi untuk mengatur itu."

Saraswati pun sepakat dengan pendapat Dian, "Perempuan itu punya kepekaan dan insting yang natural. Misalnya saat hamil atau merawat bayi. Bayangkan bila itu diaplikasikan di semua lini kehidupan."

Dian menambahkan tentang apa yang perlu diusahakan saat ini untuk mencapai kesetaraan, "Saya percaya, harapan itu ada. Sebelum itu, saya yang harus nurunin bahwa alam itu bisa menyelamatkan kita one day (dari berbagai krisis yang ada sekarang). Karena kalo engga ada yang nurunin gimana anak-cucu kita bisa tahu nanti? Terlebih, salah satu yang diturunkan dari DNA ibu adalah kecerdasan."

Sarah menambahkan, bahwa apa yang diperjuangkan itu bukan tentang menyelamatkan satu juta jiwa dalam sekali waktu, tapi menyelamatkan satu itu sudah cukup. "Merubah sesuatu itu tidak langsung besar-besaran, ada prosesnya. Jangan berharap untuk merubah semua orang. Itu seperti berbicara pada tembok. Jadi, lakukan secukupnya dari apa yang kita miliki. Kuncinya adalah untuk tetap memperjuangkan," ujar Sarah.

3 dari 4 halaman

B20 Indonesia: Kesetaraan Gender Kerek USD 28 Triliun PDB Global di 2025

Sementara itu pada forum B20 Indonesia Women in Business Action Council (B20 WiBAC), salah satu gugus tugas dari Presidensi B20 Indonesia, telah digelar forum bertema Accelerating Inclusion of Women MSMEs in The Global Economy pada Jumat (17/6/2022).

Side event ini merupakan yang pertama dari B20 WiBAC, dengan tujuan untuk mengkomunikasikan rekomendasi kebijakan dan aksi yang disusun B20 WiBAC untuk memajukan pertumbuhan ekonomi global yang inklusif, tangguh, dan juga berkelanjutan melalui pemberdayaan perempuan.

Kegiatan ini dihadiri oleh peserta secara langsung dan daring dari seluruh negara-negara yang tergabung pada Presidensi G20, termasuk pejabat tinggi pemerintah, pemimpin bisnis, CSO, filantropis, platform perempuan, serta pemangku kepentingan terkait. 

Data B20 WiBAC menyebutkan bahwa kesetaraan partisipasi gender dalam perekonomian global dapat meningkatkan USD 28 triliun dalam pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global di tahun 2025 mendatang.

"Melalui gugus tugas WIBAC, Forum Presidensi B20 memainkan peranan penting dalam upaya bersama memperbaiki ekonomi global di masa yang akan datang melalui rekomendasi kebijakan dalam menjawab isu-isu perempuan, agar komunitas bisnis mengambil langkah strategis agar lebih banyak perempuan memiliki akses ke peluang bisnis dan ekonomi yang lebih baik," tutur Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (19/6/2022).

4 dari 4 halaman

PBB Sebut Asia Benua Paling Mematikan Bagi Perempuan, 5 Orang Per Jam Dibunuh Keluarga

Sayangnya, data yang ada menunjukkan bahwa keamanan perempuan bahkan terancam mulai dari lingkungan rumah.

Kabar mengejutkan terkuak dari data PBB, yang menunjukkan bahwa lebih dari setengah perempuan dan anak perempuan yang terbunuh tahun lalu, dibunuh oleh pasangan atau keluarga dekatnya sendiri.

Data PBB tersebut menyebut bahwa Asia jadi benua yang paling mematikan.   

Setidaknya 45.000 perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia dibunuh oleh pasangan atau anggota keluarga mereka pada tahun 2021, demikian diungkap sebuah laporan PBB yang terbit pada Rabu 23 November 2022 seperti dikutip dari DW Indonesia.

Menurut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dan UN Women yang menerbitkan laporan itu, angka ini berarti ada lebih dari lima perempuan atau anak perempuan yang dibunuh oleh seseorang dari keluarga mereka setiap jamnya.

Meskipun temuan terkait femisida ini "sangat tinggi”, angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, kata laporan itu menekankan.

‘Rumah bukan tempat yang aman' laporan PBB itu memperkirakan 81.100 perempuan dan anak perempuan sengaja dibunuh tahun lalu.

"Dari semua perempuan dan anak perempuan yang sengaja dibunuh tahun lalu, sekitar 56% dibunuh oleh pasangan intim atau anggota keluarganya yang lain… menunjukkan bahwa rumah bukanlah tempat yang aman bagi banyak perempuan dan anak perempuan," kata laporan tersebut.

Selengkapnya klik di sini ...

 

Penulis: Safinatun Nikmah