Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI akan mengajak para mahasiswa Indonesia untuk terlibat di Bali Democracy Forum ke-15. Forum itu akan digelar pada 8 Desember 2022.
Juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah berkata BDF merupakan acara diplomasi flagship dari Indonesia. Kehadiran para generasi muda dianggap penting agar mereka dapat terlibat dalam pembangunan demokrasi.
Advertisement
Baca Juga
"Ini adalah satu pendekatan baru yang membedakan BDF tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya," ujar juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah di Jakarta, Jumat (12/2/2022).
Terkait jumlah peserta, Kemlu RI akan mendahulukan kampus-kampus mitra yang biasa ikut melakukan sosialisasi mengenai politik luar negeri bersama pihak Kemlu RI.
Ada beberapa kampus mitra Kemlu yang sudah selama ini menjadi mitra kita dalam kegiatan sosialisasi isu-isu politik luar negeri di berbagai kampus. Jadi mereka yang kita dahulukan, kita utamakan, untuk menjadi peserta dalam kegiatan, mengikuti kegiatan tersebut secara luring," jelas Faiza.
Ia pun berharap agar keterlibatan mahasiswa bisa menjadi nilai tambah bagi mereka secara akademis. Ini sesuai dengan harapan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Faiza berharap para mahasiswa bisa mendapatkan sisi positif yang maksimal dengan ikut serta di forum yang mengundang para pakar dan praktisi demokrasi dari berbagai negara ini.
Sekadar catatan, Myanmar tidak akan diundang para forum ini. Kondisi di Myanmar sendiri masih di bawah kendali junta militer yang notabene tidak demokratis.
2.000 Pejuang Demokrasi di Myanmar Tewas Melawan Junta Militer
Sedikitnya 2.000 pejuang pro-demokrasi tewas di Myanmar dalam pertempuran melawan junta militer yang merebut kekuasaan tahun lalu, kata kepala pemerintah sipil paralel dalam wawancara yang disiarkan Kamis (1/12/2022), mendesak sekutu untuk memberikan bantuan militer.
Dilansir Channel News Asia, Duwa Lashi La, penjabat presiden Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), terdiri dari sisa-sisa pemerintahan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi dan lainnya, berbicara pada konferensi Reuters NEXT dari lokasi yang dirahasiakan di Myanmar.
"Kami menganggap (kematian) sebagai harga yang harus kami bayar," kata Duwa Lashi La, seorang mantan guru dan pengacara berusia tujuh puluhan yang meninggalkan rumahnya di Negara Bagian Kachin di Myanmar utara bersama keluarganya.
Militer telah mencap dia dan rekan-rekannya sebagai teroris dan melarang warga berkomunikasi dengan mereka, tetapi pemerintah sipil paralel mereka mendapat dukungan luas. Kelompok bersenjata sekutu yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat itu pun telah muncul di seluruh negeri.
Duwa Lashi La telah digambarkan sedang mengunjungi pasukan, termasuk mantan pelajar dan profesional yang dibawa ke hutan oleh tindakan keras militer, mengenakan jaket antipeluru dan helm.
"Saya tidak tahu kapan saya akan menyerahkan hidup saya," katanya.
"Terserah kehendak Tuhan. Saya sudah berkomitmen untuk mengorbankan apapun untuk negara saya," katanya.
Advertisement
Fadli Zon Ikut Terlibat di Restorasi Demokrasi Myanmar
Ketua BKSAP Dr. Fadli Zon (F-Gerindra) mewakili parlemen Indonesia memimpin dan menghadiri Sidang Komisi Politik pada hari kedua Sidang Umum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-43 di Phnom Penh, Kamboja (22/11).
Fadli Zon bersama Wakil Ketua BKSAP Gilang Dhielafararez, S.H., LL.M. (F-PDIP) menyampaikan sejumlah usulan resolusi dan emergency item.
Dalam keterangannya, seperti dikutip Rabu (23/11), delegasi DPR-RI memperjuangkan satu usulan Draft Resolusi dengan judul “Enhancing Parliamentary Diplomacy on Maritime Security to Foster Regional Stability in Southeast Asia” (Memperkuat Diplomasi Parlemen dalam Keamanan Maritim untuk Meningkatkan Stabilitas Regional di Asia Tenggara), serta satu Emergency Item (Agenda Pembahasan Darurat) mengenai Krisis di Myanmar dengan judul “Parliamentary Diplomacy for the Implementation of Five-Point Consensus” (Diplomasi Parlemen Untuk Mendorong Implementasi 5 Poin Konsensus ASEAN).
Kedua usulan Indonesia diterima oleh Sidang Umum AIPA ke-43.
Resolusi “Memperkuat Diplomasi Parlemen dalam Keamanan Maritim untuk Meningkatkan Stabilitas Regional di Asia Tenggara”, delegasi DPR RI menekankan urgensi diplomasi parlemen mendorong peningkatan kerja sama parlemen ASEAN. Isu dan tantangan keamanan maritim semakin kompleks, mencakup keamanan tradisional maupun non-tradisional.
DPR menekankan juga pentingnya kerja sama dalam rangka menanggulangi Penangkapan Ikan yang bersifat Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) atau, praktik penangkapan ikan ilegal, tidak terlaporkan dan menyalahi aturan, juga kelestarian lingkungan laut di kawasan.
Khusus soal IUU, delegasi mendorong peningkatan kerja sama dalam penanggulangannya, serta penyelesaian segera negosiasi terkait Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) diantara negara-negara ASEAN.
Krisis Kepanjangan di Myanmar
Sedangkan dalam Emergency Item mengenai pelaksanaan 5 Poin Konsensus, Ketua BKSAP menekankan pentingnya diplomasi parlemen agar konsensus tersebut segera di implementasikan sesuai komitmen Junta Militer Myanmar.
Seluruh Parlemen anggota AIPA yang hadir mendukung kedua usulan Delegasi Indonesia tersebut, serta berkontribusi aktif melalui masukan yang memperkaya substansi kedua resolusi.
Sebagai catatan, isu Myanmar selama ini menimbulkan resistensi yang cukup tinggi dari Parlemen ASEAN karena adanya prinsip non-intervensi yang berlaku di ASEAN.
Namun, krisis berkepanjangan di Myanmar sejak tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Rohingya, hingga krisis akibat kudeta militer telah mambangkitkan kesadaran kolektif parlemen negara-negara ASEAN untuk bersikap.
Advertisement