Sukses

Harta Orang-orang Terkaya di Rusia Tergerus Rp 18 Triliun pada Tahun 2022

Selama 2022, para miliarder Rusia ramai-ramai kehilangan harta.

Liputan6.com, Moskow - Para miliarder di Rusia mengalami penurunan kekayaan yang jor-joran pada 2022. Kekayaan para orang terkaya di Rusia berkurang nyaris US$ 74,3 miliar (Rp 18,5 triliun).

Media pemerintah Rusia, TASS, mengutip angka itu berdasarkan kalkulasi Bloomberg Billionaire Index. Salah satu hartawan Rusia yang hartanya tergerus adalah Roman Abramovich.

Berdasarkan laporan TASS, Jumat (12/2/2022), Abramovich adalah shareholder dari perusahaan besari Rusia, yakni Evraz. Ia kehilangan US$ 9,4 miliar dan kini hartanya berjumlah US$ 8,7 miliar.

Selanjutnya, ada Gennady Timchenko yang merupakan pebisnis di sektor gas alam. Ia dulunya adalah anggota board of directors dari Novatek, namun mundur tak lama setelah Presiden Vladimir Putin menyerang Ukraina.

Kekayaan Timchenko dilaporkan jatuh dari US$ 13,9 miliar menjadi US$ 8,48 miliar.

Sementara Alexey Mordashov, pemilik saham mayoritas di perusahaan tambang Severstal juga mengalami penurunan kekayaan. Kekayaan Mordashov turun US$ 7,79 miliar menjadi US$ 21 miliar.

Ada juga miliarder Rusia yang kekayaannya bertambah. Salah satunya adalah Tatyana Bakalchuk, CEO dari ritel online Wildberries. Kekayaan wanita itu naik US$ 286 juta menjadi US$ 5,89 miliar.

Presiden Norilsk Nickel, Vladimir Potanin, juga mencatat pertambahan kekayaan US$ 92,6 juta.

Berdasarkan Blomberg Billionaire Index, orang terkaya di dunia saat ini adalah Elon Musk yang hartanya juga minnus US$ 81,2 miliar dibandingkan setahun lalu (year-to-date). Kekayaan Musk saat ini mencapai US$ 189 miliar. 

Pada 10 besar orang terkaya, miliarder Gautam Adani dari India mencatat penambahan kekayaan tertinggi, yakni mencapai US$ 52,7 miliar. Kekayaan Gautam Adani kini US$ 129 miliar. Adani Group memiliki bisnis di berbagai sektor.

2 dari 4 halaman

Joe Biden-Emmanuel Macron Janjikan Dukungan Tak Putus untuk Ukraina Hadapi Invasi Rusia

Pada Kamis 1 Desember 2022 Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu di Gedung Putih. Dalam pertemuan tersebut, keduanya menjanjikan dukungan yang tak putus bagi perjuangan Ukraina melawan invasi Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Prancis dan Amerika Serikat menentang ambisi Vladimir Putin," ungkap Biden setelah menyambut hangat Macron, pemimpin pertama yang melakukan kunjungan kenegaraan pada masa kepresidenan pimpinannya, seperti dikutip dari laporan VOA Indonesia, Jumat (2/12).

"Aliansi antara kedua negara kita tetap penting untuk pertahanan kita," ungkap Biden. "Prancis adalah mitra terbaik AS." Ia menggambarkan Prancis sebagai “sekutu tertua kita dan mitra yang tak tergoyahkan dalam memperjuangkan kebebasan."

Sementara itu, Emmanuel Macron mengatakan, dengan invasi Putin yang memasuki bulan kesepuluh, AS dan Prancis "perlu menjadi saudara seperjuangan lagi."

Ia mengatakan, Washington dan Paris "memiliki keyakinan yang sama terhadap nilai-nilai kebebasan dan demokrasi."

Kedua pemimpin diperkirakan akan membahas berbagai topik selain dukungan keduanya bagi Ukraina.

Pejabat AS dan Prancis mengatakan pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik, program nulir Iran dan kondisi keamanan di wilayah Sahel di Afrika juga termasuk dalam agenda pembicaraan. Setahun yang lalu, AS membuat marah Prancis dengan menyepakati penjualan kapal selam bertenaga nuklir ke Australia, sehingga Canberra membatalkan kesepakatan hampir $100 miliar untuk membeli kapal selam bertenaga diesel-listrik dari Prancis.

"Jika Anda memerhatikan apa yang sedang terjadi di Ukraina, yang terjadi di Indo Pasifik dan ketegangan dengan China, Prancis benar-benar berada di tengah itu semua," kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby sebelum kunjungan Macron.

"Untuk itu Presiden merasa ini adalah negara yang tepat dan paling pantas untuk menjadi pembuka kunjungan kenegaraan."

3 dari 4 halaman

Dunia Gonjang-Ganjing, Perang Rusia-Ukraina dan Covid-19 Biang Keroknya

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkap kondisi ekonomi global saat ini. Menurutnya, dunia masih terus bergejolak imbas dari perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai.

Adanya perang ini, memengaruhi harga komoditas global, termasuk energi dan komoditas pangan. Pada saat yang sama, distribusi berbagai barang juga tersendat akibat perang yang masih berlangsung. 

"Dunia masih bergejolak. Kita belum tahu perang Rusia dan Ukraina berakhir. Perang dagang AS Tiongkok memanas. Lockdown Tiongkok 6 bulan lagi. Harga energi dan pangan masih tinggi. Pasokan dan distribusi barang tersendat. Risiko stagflasi dan reflasi. Persepsi investor global negatif," ujar dia dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (30/11).

Perry menegaskan, kalau Indonesia punya kemampuan dalam menghadapi ancaman gejolak global. Salah satunya mengenai keberhasilan melewati tantangan ekonomi imbas Covid-19.

Menurutnya, ini juga kondisi yang mirip dengan gejolak ekonomi yang bakal dihadapi tahun depan. Pada masa itu, Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang baik.

"30 bulan kita melawan covid-19 dan kini gejolak global. Indonesia mampu bertahan dan pulih, stabilitas terjaga dan ekonomi tinggi lebih baik dari negara lain. Ini hasil sinergi dan inovasi kebijakan pemerintah dan BI yang kuat khususnya fiskal dan moneter di bawah kepemimpinan bapak Presiden Jokowi," ungkapnya.

"Perlu dipertahankan dan dilanjutkan untuk bertahan menghadapi gejolak global, memperkuat optimisme dan tetap waspada. Ekonomi akan pulih dan bangkit menuju Indonesia maju," sambungnya.

4 dari 4 halaman

NATO: Musim Dingin Jadi Senjata Rusia untuk Serang Ukraina

Ukraina telah mempersiapkan negaranya terhadap lebih banyak serangan Rusia terhadap energi dan infrastruktur penting lainnya.

Dilansir Al Jazeera, Selasa (29/11), Menteri luar negeri Estonia bergabung dengan rekan-rekan dari enam negara Baltik dan Nordik — dalam delegasi terbesar yang mengunjungi Ukraina sejak Rusia meluncurkan perang skala penuh — untuk menjanjikan generator listrik, pakaian hangat, dan makanan. Tujuannya adalah untuk membantu warga Ukraina mengatasi kebutuhan di musim dingin.  

“Rusia mempersenjatai keamanan energi sipil, dan itu benar-benar memalukan,” kata Menteri Luar Negeri Estonia Urmas Reinsalu di Kyiv.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan bahwa pasukan Rusia "sedang mempersiapkan serangan baru, dan selama mereka memiliki rudal, mereka tidak akan berhenti." Dia pun telah bertemu dengan pejabat senior pemerintah untuk membahas tindakan apa yang harus diambil.

“Minggu yang akan datang bisa sama sulitnya dengan minggu yang berlalu,” prediksinya.

Rusia telah melakukan pengeboman rudal besar-besaran terhadap infrastruktur energi Ukraina kira-kira setiap minggu sejak awal Oktober, dengan setiap rentetan memiliki efek yang lebih besar daripada yang terakhir karena kerusakan terakumulasi dan musim dingin yang sangat dingin.