Liputan6.com, Kyiv - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terpilih menjadi TIME Person of the Year 2022 karena perannya dalam melawan invasi Rusia. TIME memuji keberanian Volodymyr Zelensky.
"Pada pekan-pekan setelah bom Rusia mulai menghujani pada 24 Februari, keputusannya untuk tidak lari dari Kyiv namun menetap dan menggelorakan dukungan adalah suatu hal yang penting," tulis TIME, dikutip Kamis (8/12/2022).
Advertisement
Baca Juga
Secara formal, Person of the Year tahun ini adalah Volodymyr Zelensky dan Spirit Ukraina. TIME turut memuji orang-orang yang membantu Ukraina di tengah invasi Rusia, meski tak disorot kamera.
"Spirit Ukraina tergantung oleh banyak sekali individu di dalam dan luar Ukraina yang berjuang di balik layar, seperti Ievgen Klopotenko, salah satu koki paling terkenal Ukraina ... yang menyediakan seribu makanan gratis sehari bagi para pengungsi di Lviv pada pekan-pekan pertama perang," tulis TIME.
Jose Andres juga membawa World Central Kitchen untuk menyediakan 180 juta makanan gratis.
Ada pula nama Dr. David Nott dari Wales yang pergi ke Ukraina untuk mengajari para dokter lokal untuk mengobati luka perang.
Ahli medis Julia Payevska turut berjuang di Mariupol selama siang dan malam untuk mengobati pasukan, termasuk pasukan Rusia yang terluka. Wanita itu sempat ditahan selama tiga bulan oleh Rusia.
Peran jurnalis yang mempertaruhkan nyawa untuk menyampaikan kisah-kisah itu juga disorot oleh TIME. Editor Kyiv Independent, Olga Rudenko, berkata penting untuk bercerita supaya orang-orang tetap peduli.
Presiden Zelensky juga mendapat kritikan karena awalnya meremehkan potensi invasi Ukraina. Kritik lainnya adalah karena tampil di majalah fashion Vogue untuk berfoto.
Di dalam negeri, popularitas Zelensky terus menguat sampai dipuji oleh tokoh oposisi.
"Saya tidak memilihnya," ujar Alona Shkrum, anggota partai oposisi parlemen Ukraina. Namun ia menambahkan, "Kami berhutang padanya terhadap fakta atas keselamatan kami."
AS Klaim Tidak Pernah Dorong Serangan Ukraina ke Rusia
Sementara itu, Amerika Serikat mengatakan pada Selasa (6/12) bahwa pihaknya tidak “mendorong” Ukraina untuk menyerang Rusia setelah terjadi serangan drone terhadap pangkalan-pangkalan militer Rusia yang secara luas dianggap dilakukan oleh Kyiv.
“Kami tidak mendorong atau mengizinkan Ukraina untuk menyerang di dalam wilayah Rusia,” kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken kepada wartawan.
“Tapi yang penting adalah memahami apa yang dialami warga Ukraina setiap hari dengan agresi Rusia yang sedang berlangsung,” katanya. Dia menuduh Rusia “menggunakan musim dingin sebagai senjata” melalui serangan terhadap berbagai infrastruktur sipil.
Blinken mengatakan “tekad kami – bersama dengan banyak mitra-mitra lain di seluruh dunia – untuk memastikan bahwa mereka memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri, untuk mempertahankan wilayah mereka, untuk mempertahankan kebebasan mereka.”
Para ahli percaya bahwa Ukraina menembus wilayah udara Rusia dengan pesawat tak berawak sederhana era Soviet dan bukan bantuan militer miliaran dolar yang diberikan oleh negara-negara Barat sejak invasi Moskow pada 24 Februari.
Berbicara di samping Blinken setelah pembicaraan dengan mitra mereka dari Australia, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan Washington tidak menghentikan Ukraina untuk mengembangkan rudal jarak jauhnya sendiri.
“Jawaban singkatnya adalah tidak. Kami sama sekali tidak melakukan itu,” kata Austin. “Kami tidak bekerja untuk mencegah Ukraina mengembangkan kemampuan mereka sendiri,” tambahnya.
Rusia mengatakan tiga orang tewas dan dua pesawat rusak dalam serangan Senin di tiga pangkalan jauh ke dalam wilayahnya.
Presiden Joe Biden secara terbuka mengatakan bahwa Washington tidak akan memberikan kemampuan rudal jarak jauh kepada Ukraina, karena khawatir akan eskalasi yang akan membuat Amerika Serikat terlibat lebih langsung dalam upaya melawan Rusia.
Advertisement
Ukraina Hadapi Pemadaman Darurat Usai Diserang Rudal Rusia
Ukraina juga telah memperingatkan lebih banyak pemadaman darurat, terutama di wilayah Kyiv, setelah gelombang serangan rudal Rusia merusak infrastruktur energi yang baru saja diperbaiki.
Dilansir Al Jazeera, Selasa (6/12), rentetan rudal yang membuat Ukraina kembali mengalami kegelapan sekaligus membekukan dengan suhu di bawah 0C (32F), adalah yang terbaru dalam beberapa minggu serangan yang menghantam infrastruktur di sana.
Setidaknya empat orang tewas, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan dalam sebuah pidato video pada Senin malam, menambahkan bahwa sebagian besar dari sekitar 70 rudal telah ditembak jatuh.
“Di banyak daerah, harus ada pemadaman darurat,” kata Zelenskyy.
"Kami akan melakukan segalanya untuk memulihkan stabilitas."
Penyedia listrik nasional Ukrenergo mengatakan di Telegram bahwa akan ada pemadaman listrik baru di semua wilayah Ukraina "karena konsekuensi penembakan".
Sekitar setengah dari wilayah Kyiv – yang tidak termasuk ibu kota dan berpenduduk sekitar 1,8 juta sebelum perang – akan mengalami pemadaman listrik dalam beberapa hari mendatang, kata gubernur wilayah itu.
Serangan tersebut menyebabkan kerusakan pembangkit listrik di wilayah Kyiv dan Vinnytsia di Ukraina tengah, Odesa di selatan dan Sumy di utara, kata para pejabat.
Hampir setengah dari sistem energi Ukraina telah rusak setelah berbulan-bulan penggerebekan infrastruktur listrik, meninggalkan orang dalam dingin dan gelap selama berjam-jam.
Rusia Sebut Price Cap Minyak Tak Akan Hentikan Invasi di Ukraina
Di sisi lain, kelompok negara G7 telah resmi menerapkan price cap terhadap minyak Rusia. Ini dilakukan agar Rusia tidak bisa meraup banyak untung di tengah invasinya ke Ukraina.
Sebelumnya, pihak Amerika Serikat berkata kebijakan ini akan menguntungkan negara-negara berkembang dalam membeli minyak. Sementara, Rusia berkata tindakan price cap tak akan menyetop perang.
“Ekonomi Federasi Rusia memiliki kekuatan yang diperlukan untuk sepenuhnya memenuhi semua kebutuhan dan persyaratan dalam kerangka operasi militer khusus. Langkah seperti itu tidak akan berdampak,” ujar Juru Bicara Presiden Rusia Dmitry Peskov, merujuk pada pembatasan harga minyak Rusia, dilansir VOA Indonesia, Selasa (6/12).
Negara-negara Barat mulai hari Senin (5/12) memberlakukan batas harga $60 per barel dan larangan terhadap beberapa jenis minyak Rusia sebagai bagian dari upaya baru untuk meningkatkan tekanan terhadap Moskow.
Tindakan itu ditujukan untuk membatasi pendapatan Rusia dari sektor bahan bakar fosil yang dapat mendukung anggaran, militer dan invasi Moskow ke Ukraina, sekaligus menghindari kemungkinan lonjakan harga yang tajam apabila minyak Rusia tiba-tiba hilang dari pasar global.
Uni Eropa bersama Australia, Inggris, Kanada, Jepang dan AS menyepakati pembatasan harga itu Jumat (2/12) lalu. Seluruh 27 negara anggota Uni Eropa juga menerapkan embargo terhadap minyak Rusia yang dikirim melalui jalur laut.
Advertisement