Sukses

Indonesia Tuan Rumah Asia Pacific Justice Forum 2022, Supremasi Hukum RI Peringkat ke-64 Global

APJF, konferensi yang membahas tentang penegakan hukum di kawasan Asia-Pasifik digelar selama dua hari di Jakarta pada 8-9 Desember 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Konferensi yang membahas tentang kondisi hukum di kawasan Asia-Pasifik digelar selama dua hari di Jakarta oleh World Justice Project (WJP) pada 8-9 Desember 2022.

Forum diskusi berjudul Asia Pacific Justice Forum (APJF) ini dilaksanakan tidak lama setelah WJP Rule of Law Index 2022 diluncurkan.

Indeks berupa hasil survei WJP mengenai kondisi hukum di 140 negara itu juga akan dipresentasikan di AJPF. Dari Indeks tersebut, diketahui bahwa supremasi hukum di 71% negara kawasan Asia Pasifik menurun tahun ini.

Direktur Eksekutif WJP Elizabeth Andersen mengatakan ada tiga isu mendesak yang dibahas, yaitu independensi peradilan, ekosistem informasi yang sehat, dan akses terhadap keadilan bagi kelompok minoritas.

“Tiga isu itu perlu diperbaiki untuk menguatkan kembali supremasi hukum,” ujar Elizabeth dalam pernyataan resminya di Hotel Mercure Sabang Jakarta Pusat pada Rabu (7/12/2022).

Sepakat dengan Elizabeth, salah satu panelis AJPF, Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif mengatakan bahwa forum itu dapat menunjukkan di mana kelemahan yang harus diperbaiki agar negara-negara bisa menerapkan supremasi hukum dengan baik.

“Diskusi dilakukan agar kita (multi-stakeholder) saling berbagi dan belajar bagaimana penerapan hukum yang seharusnya,” ujar Laode.

Ia juga menyoroti pentingnya APJF sebagai wadah multi-stakeholder untuk membangun jaringan regional untuk memajukan kualitas penegakan hukum di kawasan Asia Pasifik.

Acara ini dihadiri oleh perwakilan-perwakilan berbagai pihak dari seluruh wilayah Asia Pasifik, termasuk pemerintah, sektor swasta, organisasi, akademisi, dan masyarakat sipil.

Untuk menjangkau lebih banyak masyarakat yang terlibat, APJF disiarkan langsung dari kanal YouTube Kemitraan dan World Justice Project.

2 dari 4 halaman

Supremasi Hukum Indonesia Naik Sedikit, Masih Banyak PR

Indeks Rule of Law WJP menyebutkan bahwa lima negara Asia Pasifik termasuk dalam 20 negara terbaik secara global – Selandia Baru, Australia, Jepang, Singapura, Korea – dan lima negara peringkat terbawah – Bangladesh, Pakistan, Myanmar, Afghanistan, Kamboja.

Menurut keterangan Chief Research Officer WJP Alejandro Ponce, mayoritas negara-negara Asia Pasifik mengalami penurunan supremasi hukum yang terjadi akibat korupsi dan pemerintah yang tidak terbuka.

Secara keseluruhan, 15 negara di kawasan Asia Pasifik mengalami penurunan supremasi hukum dan enam lainnya meningkat. Indonesia yang menempati peringkat ke-64 global, termasuk negara yang supremasi hukumnya semakin kuat.

Kendati demikian, Laode Syarif mengatakan pada kenyataannya  masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas negara hukum di Indonesia.

"Kasus pencabutan Hakim Konstitusi oleh DPR yang sebetulnya berlawanan dengan hukum memberikan sinyal bahwa ada ancaman serius terhadap independensi lembaga peradilan di Indonesia," kata Laode.

Ia juga menyoroti bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini menurun, dibandingkan dengan satu dekade lalu. Kemudian Kemudian kualitas law enforcement agency, seperti kepolisian juga menurun. “Karena ada beberapa skandal terakhir yang melibatkan polisi,” tambah Laode.

Terlebih, ia memprediksi bahwa supremasi hukum di Indonesia juga akan terhambat tahun depan. “Kita baru saja memiliki KUHP baru, dalam beberapa pasal itu bahaya. … Ini agak susah untuk mendongkrak indeks kita tahun depan,” ujarnya.

3 dari 4 halaman

World Justice Project Rule of Law Index 2022

WJP Rule of Law Index 2022 adalah laporan tahunan terbaru yang menunjukkan indeks penegakan hukum di 140 negara dan yuridiksi.

Indeks tersebut dirangkum pada Juni hingga Februari tahun ini oleh WJP melalui rangkaian survei yang melibatkan 154 ribu masyarakat sipil dan 3.600 ahli hukum.

Rule of Law Index diukur dengan merujuk pada delapan faktor, yaitu Kendala Kekuasaan Pemerintah, Ketiadaan Korupsi, Pemerintah yang Terbuka, Hak-hak Dasar, Ketertiban dan Keamanan, Penegakan Peraturan, Keadilan Sipil, dan Keadilan Kriminal.

Elizabeth menyinggung tentang pentingnya indeks penegakan hukum dan keterlibatan masyarakat sipil di dalamnya. “Salah satu yang penting adalah realisasi supremasi hukum bukan oleh praktisi hukum saja, tapi oleh semua lapisan masyarakat. Indeks ini bertujuan agar bisa bermanfaat untuk semua pihak dan pemerintah dapat merespon, mencari solusi dari kondisi ini,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Status Rule of Law Index secara Global Turun

Sementara itu, indeks global menunjukkan bahwa penegakan hukum 61% menurun di seluruh dunia pada 2021-2022 dengan 85 negara menurun dan 54 meningkat. Ini berarti, lebih dari 4,4 miliar penduduk (56% populasi dunia) tinggal di negara dengan supremasi hukum yang lemah.

Indeks penegakan hukum di tahun 2021, menunjukkan penurunan signifikan sebagai akibat dari pandemi COVID-19.

Sedangkan pada edisi 2022, penurunan terus berlanjut di mayoritas negara di seluruh dunia – meski tidak ekstrem -- dikutip dari Rule of Law Index WJP 2022.

“Di antaranya, penurunan hak-hak fundamental, termasuk hak-hak politik dan sipil terjadi di 66 negara. Efektivitas sitem perdata juga tidak baik, ini terjadi di seluruh dunia,” ujar Alejandro.

Dari indeks global, diketahui bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh, yaitu kekuatan pemerintah yang terus melemah, hilangnya hak-hak fundamental – termasuk hilangnya ruang publik, dan Keadilan Sipil yang merosot.

Laporan selengkapnya dapat dilihat di laman WJP Rule of Law Index.

 

Penulis: Safinatun Nikmah.