Liputan6.com, Tehran - Pengadilan Iran menghukum mati seorang pendemo dengan hukuman gantung. Pria Iran itu disebut bersalah karena "moharebeh" atau melawan Tuhan.
Dilaporkan BBC, Jumat (9/12/2022), pendemo bernama Mohsen Shekari itu ikut melakukan demo yang belakangan ini merebak di Iran. Ia disebut pernah memblokir jalan utama di Tehran pada September lalu, dan melakukan anggota paramiliter dengan senjata tajam.
Baca Juga
Aktivis khawatir dengan vonis mati terhadap Shekari karena dianggap tidak menjalankan proses hukum yang baik.
Advertisement
"Komunita internasional harus segera dan secara tegas bereaksi terhadap eksekusi ini," ujar Mahmood Amiry-Moghaddam dari Iran Human Rights.
Pihak Iran Human Rights khawatir akan ada gelombang eksekusi massal apabila kasus Shekari tidak disorot.
"Jika eksekusi Mohsen Shekari tidak dihadapkan dengan konsekuensi-konsekuensi serius terhadap pemerintah, kami akan menghadapi eksekusi massal bagi pendemo," ujar Hamood Amiry-Moghaddam yang berbasis di Norwegia.
Kantor berita Mizan melaporkan bahwa Pengadilan Revolusi mendapat informasi bahwa Mohsen Shekari memblokir Jalan Sattar Khan pada 25 September 2022 lalu. Anggota paramiliter yang diserang berasal dari Pasukan Resisten Basij yang sering dikerahkan untuk meredam demo.
Pada 1 November 2022, pengadilan menyatakan Shekari bersalah karena menghunus senjata dengan niat membunuh, serta memicu teror dan mengganggu ketertiban. Selain itu, ia juga dinyatakan bersalah karena melawan Tuhan.
Shekari sempat mengajukan banding, tetapi mahkamah agung di Iran menegaskan vonis tersebut.
Pengakuan Paksa
Iran Human Rights berkata Shekari ditolak mendapat pengacara selama fase interogasi dan hukum. Kantor berita Fars juga disebut mengudarakan "pengakuan paksa" dari Shekari setelah pria itu dihukum mati. Pada video itu, masih ada bekas luka di wajah Shekari.
Aktivis oposisi 1500tavsir berkata lewat Twitter bahwa keluarga Shekari masih menunggu hasil banding, namun tak ada kabar dari kasus ini.
"Republik Islam (Iran) mendadak mengeksekusinya," jelas pihak 1500tavsir.
Setidaknya 11 orang lain juga dihukum mati oleh Pengadilan Revolusi atas tuduhan "melawan Tuhan" dan "merusak Bumi" terkait ke protes-protes yang terjadi. Identitas tervonis masih belum diungkap.
Sementara, Amnesty International menyebut pengadilan tersebut beroperasi di bawah pengaruh pasukan keamanan dan intelijen untuk memberikan hukuman berat setelah pengadilan yang sangat tidak adil dan penuh rahasia.
Advertisement
Demonstran Iran Serukan Mogok Massal, Toko-toko di Iran Tutup
Mogok nasional selama tiga hari diserukan para demonstran, yang menginginkan jatuhnya penguasa Iran. Hal itu membuat sejumlah pemilik toko memutuskan untuk menutup pintu mereka di beberapa kota pada Senin 5 Desember 2022.
Demo Iran kabarnya mash memanas hingga dua bulan lebih.
Sementara, mengutip VOA Indonesia, Selasa (6/12), kepala kehakiman menyalahkan "para perusuh" karena mengancam para pemilik toko.
Iran telah diguncang kerusuhan nasional setelah kematian perempuan Kurdi Iran, Mahsa Amini, pada 16 September dalam tahanan polisi. Protes-protes massa menimbulkan salah satu tantangan terkuat bagi Republik Islam itu sejak revolusi 1979.
Amini ditangkap oleh polisi moralitas Iran karena melanggar peraturan yang mengharuskan perempuan berpakaian sopan dan memakai jilbab. Perempuan telah memainkan peran penting dalam protes-protes. Banyak dari mereka melambaikan atau membakar jilbab mereka.
Kantor berita semi-resmi Tasnim melaporkan pada Senin bahwa sebuah taman hiburan di pusat perbelanjaan Teheran ditutup oleh pengadilan, karena operatornya tidak mengenakan jilbab dengan benar.
Surat kabar Hammihan yang condong reformis mengatakan bahwa polisi moralitas telah meningkatkan kehadiran mereka di kota-kota di luar Teheran, di mana pasukan tersebut kurang aktif selama beberapa minggu terakhir.
Jaksa penuntut umum Iran pada hari Sabtu 3 Desember dikutip oleh Kantor Berita Tenaga Kerja Iran yang semi-resmi yang mengatakan bahwa polisi moralitas telah dibubarkan. Tetapi tidak ada konfirmasi dari Kementerian Dalam Negeri dan media pemerintah mengatakan bahwa jaksa penuntut umum tidak bertanggung jawab untuk mengawasi pasukan tersebut.
Media Iran Bantah Polisi Moral Bubar?
Media pemerintah Iran membantah anggapan bahwa polisi moral Iran sudah bubar. Kabar bubarnya polisi moral itu tersebar berdasarkan omongan Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri.
Polisi moral di Iran sedang menjadi pusat kontroversi dan sorotan media internasional setelah kematian wanita bernama Mahsa Amini (22).
Berdasarkan laporan Al Arabiya, Senin (5/12/2022), kabar itu sepertinya "dibantah" oleh laporan media pemerintah Iran, yakni Al-Alam.
"Tak ada pejabat di Republik Islam Iran yang telah mengkonfirmasi tentang penutupan polisi moral," jelas Al-Alam.
Lebih lanjut, Al-Alam juga menjelaskan maksud komentar Montezari. Media tersebut berkata Montezari hanya menjelaskan bahwa polisi moral tak punya keterkaitan dengan yudisial.
Al-Alam juga membantah bahwa Iran akan menarik hukum terkait hijab.
Para pendemo yang malah telah menuntut agar rezim Iran lengser. Para wanita juga ikut turun ke jalan dan bersuara terkait aturan negara.
Hijab telah menjadi pakaian wajib di Iran tidak lama setelah revolusi 1979. Perempuan yang melanggar berisiko ditangkap oleh polisi moral.
Para perempuan diharuskan menutup rambut mereka di tempat umum, serta memakai baju yang panjang dan longgar. Meski demikian, ada gaya hijab berbeda di Iran.
Sejumlah wanita pun tidak memakai hijab dengan gaya yang terlalu tertutup. Pihak Kedubes Iran di Jakarta juga membantah polisi moral menggunakan cara kekerasan. Pihak kedubes berkata polisi moral menggunakan cara edukatif bagi para pelanggar aturan hijab.
Advertisement