Liputan6.com, Beijing - Pakar penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan atas ternama di China Prof Zhong Nanshan mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 belum berakhir, namun menekankan bahwa patogen varian Omicron sudah sangat berkurang.
"Untuk mengevaluasi situasi yang disebabkan oleh Omicron dengan benar, kami tidak dapat sepenuhnya menggunakan metode yang sama dua tahun lalu," kata Zhong saat berbicara pada konferensi akademik nasional tentang penyakit pernapasan, Kamis (8/12) malam.
Baca Juga
"Virus menjadi sangat menular, tetapi patogenisitas telah sangat berkurang," ujar dokter spesialis paru-paru yang menemukan virus SARS pada 2003 itu menambahkan.
Advertisement
Ia menganggap Omicron tidak mengerikan karena 99 persen orang yang terinfeksi bisa sembuh dalam jangka waktu tujuh hingga 10 hari.
Penyebaran gelombang kedua Omicron di China, sambung dia, sangat cepat dan risiko gejala sisanya berkurang signifikan dibandingkan dengan varian Delta.
Menurut dia, masalah pasca-pemulihan sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi psikologi sosial yang masih perlu dicermati lebih jauh dari perspektif klinis yang ketat.
"Dan kita harus melihatnya secara objektif," kata Zhong sebagaimana diwartakan chinanews.com, dikutip dari Antara, Sabtu (10/12/2022).
Â
Kebijakan Anti-pandemi
Terkait dengan kebijakan terbaru anti-pandemi yang dikeluarkan oleh Dewan Pemerintahan, dia menyarankan agar diimplementasikan dengan baik dan lebih ditekankan pada pasien yang parah.
"Selanjutnya kita harus lebih memperkuat vaksinasi. Pemerintah harus fokus pada imunisasi kalangan lansia, kelompok rentan, staf medis, dan mempercepat persetujuan vaksin semprot dan vaksin isap," katanya seperti diwawancarai CCTV, media penyiaran resmi China.
Pakar kesehatan berusia 86 tahun itu menyebutkan bahwa hingga 28 November 2022, rasio kasus COVID-19 di China adalah 1 berbanding 374 rata-rata global dengan angka kematian 1 berbanding 232 rata-rata global.
Oleh karenanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis bahwa strategi pencegahan dan pengendalian COVID-19 di empat negara, China termasuk yang terbaik, demikian Zhong.
Sejak awal pekan ini, China mengeluarkan serangkaian kebijakan yang lebih longgar dalam penerapan protokol kesehatan anti-pandemi setelah meledak gejolak sosial di berbagai kota.
China satu-satunya negara yang menerapkan kebijakan nol kasus COVID-19.
Â
Advertisement
Kota Beijing Masih Harus Adaptasi
Ibukota China menunjukkan tanda-tanda untuk kembali normal Kamis (8 Des) setelah perubahan secara tiba-tiba dari kebijakan pandemi COVID-19 garis keras yang memukul ekonomi terbesar kedua di dunia dan memicu protes yang jarang terjadi.
Dilansir Channel News Asia, Jumat (9/12/2022), Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Beijing pada Rabu mengumumkan pelonggaran pembatasan nol-COVID secara nasional, mengurangi cakupan pengujian wajib, mengizinkan beberapa kasus positif untuk dikarantina di rumah, dan mengakhiri lockdown skala besar.
Relaksasi besar-besaran dari kebijakan pandemi andalan Presiden Xi Jinping, badan kesehatan utama negara itu mengatakan pergeseran taktik dimaksudkan untuk membantu negara itu "mengikuti perubahan zaman".
Di ibu kota, di mana lonjakan kasus telah memaksa banyak orang untuk tinggal di rumah dan menutup bisnis dan sekolah, lalu lintas kembali menjadi sekitar setengah dari intensitas biasanya pada Kamis, kata seorang wartawan AFP.
Di bawah pedoman baru, frekuensi dan ruang lingkup pengujian PCR - yang sudah lama menjadi andalan kehidupan - telah dikurangi.
Tetapi sementara jumlah tempat pengujian di sekitar Beijing telah menurun, yang masih tetap sibuk, dengan banyak tempat kerja yang terus membutuhkan tes negatif.
"Saya datang untuk tes karena seseorang di kantor saya dinyatakan positif. Saya harap saya tidak tertular COVID," kata Chen Min, warga berusia 28 tahun.