Sukses

KUHP Baru Disorot Negatif Media Dunia, Uni Eropa Prihatin

Uni Eropa ikut pantau pasal zina dan kohabitasi di KUHP Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa turut memantau perkembangan KUHP terbaru Indonesia. Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket berkata pihaknya masih mempelajari ratusan pasal di KUHP baru.

Dubes Piket berkata pihaknya mengetahui bahwa masih ada tiga tahun periode sosialisasi, namun berharap hukum Indonesia bisa sesuai dengan HAM internasional. Pihak Uni Eropa juga berkata siap membantu.

"Yang berarti masih ada cukup banyak waktu bagi bagi pemerintah untuk mendengarkan kekhawatiran-kekhawatiran yang telah dicurahkan. Dan Uni Eropa akan siap untuk bekerja dengan pemerintah Indonesia terkait hal tersebut," ujar Dubes Uni Eropa Vincent Piket kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Hal lain yang disorot adalah keadaan warga Uni Eropa di Indonesia. Dubes Piket berkata tidak ingin apabila warganya terdampak secara tidak adil akibat KUHP ini. 

Sejumlah pasal yang membuat khawatir Uni Eropa terkait kebebasan berekspresi, hingga pasal moral seperti seks di luar nikah dan kohabitasi. 

Meski Dubes Vincent Piket tidak terlalu khawatir pada tiga tahun ke depan, ia menyebut warga akan pikir-pikir saat memilih tempat berlibur. Laporan-laporan di media internasional juga membuat prihatin Uni Eropa. 

"Tentunya respons hukum ini di media internasional adalah salah satu kekhawatiran. Dan ini adalah tajuk utama besar di semua tempat, tidak hanya Eropa. Jadi ini berada di pikiran para traveller dan saat mereka membuat keputusan ke mana ingin pergi. Jadi mari jangan buru-buru menuju kesimpulan," ujar Dubes Uni Eropa.

2 dari 4 halaman

Australia Rilis Travel Warning

Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau Injourney, Dony Oskaria, menegaskan bahwa kondisi pariwisata di Indonesia relatif kondusif dan tidak semenakutkan seperti yang dibayangkan oleh Pemerintah Australia.

Penegasan ini merespon kebijakan larangan perjalanan atau travel warning yang dirilis Pemerintah Australia buntut dari larangan hubungan intim di luar nikah bagi penduduk lokal maupun pelancong. Aturan ini sebagaimana dimuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Berkaitan dengan undang-undang KUHP, pada dasarnya pariwisata tidak seperti yang ditakutkan oleh orang-orang itu," kata Dony dalam acara Ngopi BUMN di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Senin (12/12).

Hal ini dibuktikan dengan tetap tinggi kunjungan wisatawan asing ke Indonesia meskipun ada travel warning dari Pemerintah Australia. Bahkan, Injourney belum mencatat adanya pembatalan kunjungan dari wisatawan asing menjelang perayaan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru).

"Data yang terjadi di bandara kita, khususnya untuk kedatangan internasional tidak terjadi penurunan, tidak ada juga cancellation. Kita lihat banyak turis datang, biasa aja, normal aja gitu," kata Dony.

Oleh karena itu, Injourney terus berupaya untuk melakukan renovasi sejumlah destinasi wisata unggulan di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini demi meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia di tingkat dunia.

"Kita akan mengembangkan Grand Inna Malioboro, kita juga akan merenovasi Stasiun Tugu Jogja sebagai stasiun pariwisata," ucapnya.

3 dari 4 halaman

Delik Aduan

Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau (KUHP) terbaru menyita perhatian publik dalam dan luar negeri. Termasuk kaitannya dengan kelangsungan pariwisata domestik.

Dalam konteks pariwisata, yang jadi perhatian adalah pasal mengenai pasangan yang belum menikah yang tinggal bersama. Ini masuk pada kategori perzinahan dalam KUHP baru tersebut.

Pengamat Pariwisata Chusmeru menilai pasal yang disebut kontroversial ini memang menyita perhatian publik, utamanya wisatawan mancanegara. Mengingat, beberapa negara asal wisman cukup permisif atas hubungan diluar nikah.

"Namun diperkirakan dampak itu hanya bersifat sementara dan tidak akan terjadi pembatalan kunjungan wisatawan mancanegara secara besar-besaran. Mengapa? Karena industri pariwisata sesungguhnya hanya sensitif terhadap tiga hal," kata Chusmeru kepada Liputan6.com, Jumat (9/12).

Pertama, kondisi keamanan suatu negara. Menurutnya, sepanjang pengesahan KUHP tidak menimbulkan gejolak politik yang besar di Tanah Air, maka industri pariwisata tetap berjalan normal. Termasuk upaya pemerintah untuk secara serius menanggulangi terorisme.

Kedua, bencana alam dan wabah penyakit seperti Covid-19 di suatu negara akan mengurangi minat wisatawan berkunjung. Ketiga, krisis ekonomi global juga berdampak pada menurunnya mobilitas wisatawan.

"Sedangkan pasal dalam KUHP yang dianggap kontroversial itu bersifat delik aduan. Sehingga bagi wisatawan mancanegara yang datang berpasangan namun belum terikat pernikahan tentu tidak terlalu berpengaruh sepanjang tidak ada pengaduan dari pihak ketiga," paparnya.

4 dari 4 halaman

Antisipasi Pemerintah

Lebih lanjut, Chusmeru mengungkap beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga sektor pariwisata tetap kondusif. Ini ada hubungannya dengan target pemerintah untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata di dalam negeri.

Koordinasi jadi satu kunci penting. Utamanya dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

"Langkah yang perlu dilakukan adalah koordinasi antara Kemenkumham, Kemlu, dan Kemenparekraf untuk menjaga agar pasar wisata tetap kondusif. Hal itu bisa dilakukan dengan sosialisasi pasal sensitif tersebut ke berbagai negara potensial penyumbang wisatawan mancanegara," terangnya.

"Selain itu perlu diberikan jaminan keamanan dan kenyamanan pada wisatawan, dengan pernyataan bahwa pemerintah tidak akan bersifat agresif dan represif dalam penerapan pasal tersebut kepada wisatawan mancanegara," pungkas Chusmeru.