Sukses

4 Anggota ISIS Tewas dalam Serangan di Irak Timur

Empat anggota ISIS tewas pada Senin dalam serangan udara di provinsi Diyala, Irak timur, kata militer Irak.

Liputan6.com, Diyala - Empat anggota ISIS tewas pada Senin dalam serangan udara di provinsi Diyala, Irak timur, kata militer Irak.

Bertindak atas laporan intelijen, pesawat tempur Irak membombardir dan menghancurkan tempat persembunyian ISIS di daerah Narin dekat kota Qara-Tappa.

Kota ini terletak sekitar 175 km di timur laut ibu kota Irak, Baghdad, kata kantor media Komando Operasi Gabungan Irak dalam sebuah pernyataan.

Pihak tersebut juga menambahkan bahwa empat militan ISIS berada di dalam tempat persembunyian, dikutip dari laman Xinhua, Selasa (13/12/2022).

Serangan udara tersebut menewaskan semua anggota ISIS di dalam tempat persembunyian tersebut.

Mayor Alaa al-Saadi dari polisi provinsi Diyala mengatakan kepada Xinhua, mencatat bahwa pasukan keamanan sedang menyisir daerah tersebut.

Selama beberapa bulan terakhir, pasukan keamanan Irak telah melakukan operasi terhadap militan ekstremis untuk menindak aktivitas intensif mereka.

Situasi keamanan di Irak telah membaik sejak kekalahan ISIS pada tahun 2017.

Namun, sisa-sisanya telah melebur ke pusat kota, gurun, dan daerah terjal, sering melakukan serangan gerilya terhadap pasukan keamanan dan warga sipil.

Pengamat: ISIS Masih Aktif di Wilayah Suriah Selatan

Terlepas dari kehadiran pasukan Suriah dan Rusia yang masif di Suriah selatan, militan yang berafiliasi dengan kelompok Negara Islam, alias ISIS, juga masih tampak aktif di wilayah tersebut.

Pekan lalu, anggota pasukan tempur lokal, di mana beberapa di antaranya berafiliasi dengan pemerintah Suriah, melakukan sebuah operasi untuk menarget beberapa tempat persembunyian milik mata-mata ISIS di sebuah kota di provinsi Daraa, di selatan Suriah.

2 dari 4 halaman

6 Anggota ISIS Tewas Saat Itu

Dalam serangan itu, sedikitnya enam anggota ISIS tewas, dan tiga rumah yang digunakan sebagai pusat operasional ISIS dihancurkan, menurut laporan media setempat, dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (26/10/2022).

Operasi yang berlangsung selama beberapa hari dan berakhir pada Minggu (23/10) itu tampaknya dilancarkan sebagai tanggapan terhadap pemboman bus militer yang terjadi di ibu kota Suriah, Damaskus, pada 13 Oktober lalu. Aksi pengeboman itu menewaskan sedikitnya 18 tentara Suriah.

Rusia, pendukung kuat pemerintah Suriah, menuduh sel-sel ISIS di Daraa melakukan serangan tersebut.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan kepada VOA bahwa pihaknya belum dapat mengonfirmasi apakah orang-orang yang ditarget di Daraa memang orang-orang yang bertanggung jawab atas pemboman di Damaskus.

“Tapi yang pasti mereka yang tewas di kota Jasim [di Daraa] merupakan warga negara Suriah dan Irak yang memang anggota Daesh,” kata Rami Abdulrahman, direktur lembaga pengamatan yang bermarkas di Inggris itu, merujuk pada ISIS dengan menggunakan akronim bahasa Arabnya.

3 dari 4 halaman

Alasan Keamanan

Seorang pegiat media di Daraa, yang meminta identitasnya disembunyikan untuk alasan keamanan, memberitahu VOA bahwa salah seorang mata-mata ISIS yang tewas dalam operasi minggu lalu merupakan seorang pemimpin berkedudukan tinggi yang bertanggung jawab atas pembunuhan beberapa mantan tokoh oposisi di Suriah selatan.

Sejak 2018, ketika pasukan pemerintah Suriah dan milisi sekutu merebut kembali wilayah dari pasukan pemberontak, Daraa dan daerah sekitarnya sesekali mengalami serangan yang diklaim militan ISIS dan kelompok ekstremis lainnya.

Sadradeen Kinno, peneliti Suriah yang mengikuti dari dekat kelompok-kelompok militan di negara yang dilanda perang itu, mengatakan bahwa rezim Suriah dan sekutunya, Rusia, belum membersihkan Suriah selatan dari kelompok-kelompok radikal, termasuk ISIS.

“Situasi keamanan di Daraa dan daerah selatan lainnya tetap rapuh karena kemampuan rezim Suriah untuk menghadirkan stabilitas pasca ISIS berbeda dari pemain lain yang telah memerangi Daesh, seperti Pasukan Demokratis Suriah (yang didukung AS) di Suriah timur laut,” katanya kepada VOA.

4 dari 4 halaman

Afiliasi dengan Rusia

Pertama, kata Kinno, unit militer rezim di setiap bagian Suriah berada di bawah komando asing yang berbeda, termasuk Rusia dan Iran.

“Unit-unit yang berafiliasi dengan Rusia di selatan dalam beberapa bulan terakhir terbukti tidak efektif dan tidak terorganisir, sebagian besarnya karena Rusia sedang fokus pada perangnya di Ukraina,” katanya. Ia menambahkan bahwa sel-sel ISIS “secara alami mengeksploitasi situasi tersebut untuk meningkatkan kehadiran mereka di selatan.”

Rezim Suriah saat ini tidak mampu mendorong keluar operasi ISIS yang berada di wilayah kekuasannya, kata Kinno.

Pakar lain menyebut pemerintah Suriah bisa saja menoleransi kehadiran beberapa elemen ISIS untuk mengancam kelompok-kelompok pemberontak lain yang belum berekonsiliasi dengan pemerintah.

Sebagai bagian dari kesepakatan yang ditengahi Rusia tahun 2018, pemerintah Suriah mengizinkan beberapa kelompok pemberontak untuk berada di Daraa selama mereka setuju untuk meletakkan senjata mereka atau bertempur di bawah komando pemerintah.