Skandal daging sedang terjadi di belahan bumi. Ada kasus korupsi daging dan meroketnya harga protein hewani itu di Indonesia. Sementara di Eropa sedang ribut-ribut kontaminasi daging kuda di sejumlah produk yang berlabel "daging sapi".
Masih soal daging, ilmuwan Program Lingkungan Hidup PBB, Profesor Mark Sutton mengingatkan, jika seseorang mengaku peduli dengan Bumi, pastikan, setidaknya makan malam hari ini bebas dari daging sapi. Singkirkan steak, spageti, sosis, atau sup buntut dalam menu Anda.
Sang Profesor minta warga dunia, khususnya di negara kaya, menjadi "demitarian", maksudnya, hanya makan setengah dari konsumsi daging yang biasa dimakan. Sebelum bumi menjadi taruhannya.
Sebab, menurut Sutton, kecintaan manusia pada daging sapi tak hanya egois, tapi juga fatal. Rupanya, jumlah daging yang dikonsumsi manusia modern dua kali lipat dari dua generasi sebelum kita.
Konsekuensinya, permintaan atas daging yang melonjak, meningkatkan kebutuhan biji-bijian untuk pakan ternak. Lalu, untuk memenuhi pasokan pakan itu, para petani mengandalkan pestisida dan pupuk.
Padahal, pemakaian pupuk kimia dan pestisida akan mencemari atmosfer, racun juga akan masuk ke lautan, membunuh ikan, bahkan mengancam daur hidup lebah. Manusia pun terancam.
Profesor Suton mengatakan, manusia modern harus membuat perubahan sederhana, tapi mengena terkait metode pertanian. Misalnya, menyimpan pupuk dengan aman dan tak memakainya secara berlebihan, para petani dan peternak juga diminta mengendalikan emisi gas yang dihasilkan dalam produksi.
Berdasarkan penelitian PBB, perubahan ini bisa mengurangi penggunaan nitrogen sebanyak 20 juta ton per tahun, itu artinya miliaran dolar uang dihemat.
Untuk memenuhi kebutuhan protein, alih-alih daging sapi, ayam dan babi -- bagi mereka yang dibolehkan -- bisa jadi alternatif. Sebab, produksi hewan tersebut lebih efisien, karena lebih cepat tumbuh.
Perubahan sederhana lainnya, adalah pada pola makan. Isi setengah dari piring makan dengan nasi dan sayuran. Sementara, perkecil ukuran daging sapi yang jadi lauk, sepertiga dari ukuran biasanya.
"Makan daging boleh-boleh saja, tapi jangan sering-sering. Buat daging jadi sesuatu yang istimewa," kata Profesor Suton, seperti dimuat News.com.au, Selasa (19/2/2013).
"Ukuran porsi menjadi kunci. Jangan terlalu besar, jauh lebih besar dari yang ingin Anda makan." Sebaiknya perbanyak makan sayur, sebab, selain sehat juga menyegarkan.
Laporan PBB juga menyebut, orang-orang di negara kaya "mengambil porsi" protein hewani dalam menu makanan warga di negara miskin dan negara berkembang. (Ein)
Masih soal daging, ilmuwan Program Lingkungan Hidup PBB, Profesor Mark Sutton mengingatkan, jika seseorang mengaku peduli dengan Bumi, pastikan, setidaknya makan malam hari ini bebas dari daging sapi. Singkirkan steak, spageti, sosis, atau sup buntut dalam menu Anda.
Sang Profesor minta warga dunia, khususnya di negara kaya, menjadi "demitarian", maksudnya, hanya makan setengah dari konsumsi daging yang biasa dimakan. Sebelum bumi menjadi taruhannya.
Sebab, menurut Sutton, kecintaan manusia pada daging sapi tak hanya egois, tapi juga fatal. Rupanya, jumlah daging yang dikonsumsi manusia modern dua kali lipat dari dua generasi sebelum kita.
Konsekuensinya, permintaan atas daging yang melonjak, meningkatkan kebutuhan biji-bijian untuk pakan ternak. Lalu, untuk memenuhi pasokan pakan itu, para petani mengandalkan pestisida dan pupuk.
Padahal, pemakaian pupuk kimia dan pestisida akan mencemari atmosfer, racun juga akan masuk ke lautan, membunuh ikan, bahkan mengancam daur hidup lebah. Manusia pun terancam.
Profesor Suton mengatakan, manusia modern harus membuat perubahan sederhana, tapi mengena terkait metode pertanian. Misalnya, menyimpan pupuk dengan aman dan tak memakainya secara berlebihan, para petani dan peternak juga diminta mengendalikan emisi gas yang dihasilkan dalam produksi.
Berdasarkan penelitian PBB, perubahan ini bisa mengurangi penggunaan nitrogen sebanyak 20 juta ton per tahun, itu artinya miliaran dolar uang dihemat.
Untuk memenuhi kebutuhan protein, alih-alih daging sapi, ayam dan babi -- bagi mereka yang dibolehkan -- bisa jadi alternatif. Sebab, produksi hewan tersebut lebih efisien, karena lebih cepat tumbuh.
Perubahan sederhana lainnya, adalah pada pola makan. Isi setengah dari piring makan dengan nasi dan sayuran. Sementara, perkecil ukuran daging sapi yang jadi lauk, sepertiga dari ukuran biasanya.
"Makan daging boleh-boleh saja, tapi jangan sering-sering. Buat daging jadi sesuatu yang istimewa," kata Profesor Suton, seperti dimuat News.com.au, Selasa (19/2/2013).
"Ukuran porsi menjadi kunci. Jangan terlalu besar, jauh lebih besar dari yang ingin Anda makan." Sebaiknya perbanyak makan sayur, sebab, selain sehat juga menyegarkan.
Laporan PBB juga menyebut, orang-orang di negara kaya "mengambil porsi" protein hewani dalam menu makanan warga di negara miskin dan negara berkembang. (Ein)