Liputan6.com, Kherson - Seorang pejabat lokal di bagian selatan wilayah Kherson Ukraina yang dikendalikan oleh pasukan Rusia dilaporkan tewas pada Kamis 22 Desember 2022 dalam serangan bom mobil, kata pemerintah lokal yang diutus Rusia.
Pemerintah lokal menyalahkan kematian Andrei Shlepa pada "teroris Ukraina".
Baca Juga
Tidak ada komentar segera tentang insiden tersebut dari pihak berwenang Ukraina.
Advertisement
Laporan media Ukraina tentang kematian Shlepa menyebutnya sebagai "penjajah" dan sebagai seseorang yang aktif bekerja sama dengan pasukan Rusia.
Mengutip The Straits Times, Kamis (23/12/2022), rekaman video yang tidak diverifikasi dari dugaan serangan yang diposting online menunjukkan asap abu-abu tebal dan api membumbung ke udara di atas sebuah mobil.
Sementara itu, Kyiv mengatakan pihaknya berencana untuk merebut kembali dengan paksa semua wilayah yang direbut oleh pasukan Rusia sejak mereka menginvasi pada 24 Februari dalam apa yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus" untuk memastikan keamanannya sendiri.
Shlepa adalah yang terbaru dari sejumlah pejabat Rusia yang meninggal dalam keadaan suram.
Pada bulan November, Kirill Stremousov, wakil kepala administrasi lokal yang diutus Rusia di Kherson, tewas dalam kecelakaan mobil meskipun bepergian dengan mobil lapis baja, dan pejabat lain yang diperintah Rusia juga ada yang terluka atau tewas dalam sejumlah ledakan bom.
Rusia Tak Mau Disalahkan Atas Perang di Ukraina
Sementara itu, Vladimir Putin percaya Rusia tidak bisa disalahkan atas perang di Ukraina. Bahkan, ia menambahkan kedua negara "berbagi tragedi".
Dilansir BBC, Kamis (22/12/2022), selama pidato yang disiarkan televisi dengan pejabat militer senior, presiden Rusia itu mengatakan dia terus melihat Ukraina sebagai "negara persaudaraan".
Pada bulan Februari, Presiden Putin mengirim hingga 200.000 tentara ke Ukraina memicu perang yang telah menyebabkan ribuan kematian.
Dia mengklaim konflik itu merupakan "hasil dari kebijakan negara ketiga".Â
Teori, yang menyiratkan ekspansi Barat sebagai penyebabnya, telah berulang kali ditolak di luar Rusia.
Dalam pidatonya, Presiden Putin mengklaim bahwa Barat telah "mencuci otak" republik-republik pasca-Soviet, dimulai dengan Ukraina. Dia berkata: "Selama bertahun-tahun, kami mencoba membangun hubungan bertetangga yang baik dengan Ukraina, menawarkan pinjaman dan energi murah, tetapi tidak berhasil."
Kekhawatiran lama Presiden Putin tampaknya berasal dari pertumbuhan NATO sejak Uni Soviet runtuh pada tahun 1991. Tujuan awal NATO adalah untuk menantang ekspansi Rusia setelah Perang Dunia Kedua, tetapi Kremlin telah lama berargumentasi bahwa NATO menerima bekas sekutu Soviet karena anggotanya mengancam keamanannya.
Ketegangan antara Kremlin dan Barat meningkat setelah penggulingan Presiden Ukraina pro-Kremlin Viktor Yanukovych pada tahun 2014, setelah berbulan-bulan protes jalanan.
Dalam pidatonya, Presiden Putin melanjutkan: "Tidak ada yang perlu dituduhkan kepada kami. Kami selalu menganggap orang Ukraina sebagai saudara dan saya masih berpikir demikian."
"Apa yang terjadi sekarang adalah sebuah tragedi, tapi itu bukan salah kami."
Advertisement
Rusia Butuh Tentara, Usia Wajib Militer Naik Jadi 30 Tahun
Selain itu, Rusia kini sedang berusaha meningkatkan kapasitas militernya di tengah invasi ke Ukraina yang belum kunjung usai. Wajib militer lantas kembali menjadi solusi.
Berdasarkan laporan media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (22/12/2022), Menteri Pertahanan Sergey Shoigu ingin menaikkan batas usia wamil dari 27 tahun menjadi 30 tahun. Hal itu ia ungkap dalam pertemuan akhir tahun Kementerian Pertahanan.
Shoigu ingin menambah kekuatan personel sebanyak 30 persen dan mendirikan 20 divisi baru. Wacananya, ia ingin tentara Rusia mencapai 1,5 juta orang. Pada awal 2022, Rusia memiliki sekitar 1 juta tentara.
Program ini mencakup personel kontrak. Targetnya, ada 521 ribu personel kontrak di akhir 2023.
Beberapa bulan lalu, Rusia juga gencar merekrut prajurit baru. Akibatnya, puluhan ribu warganya memilih kabur ke luar negeri.
Rusia juga mulai khawatir dengan Swedia dan Finlandia yang sedang dalam proses bergabung ke NATO. Rusia pun ingin membangun kekuatan militer di daerah barat laut. Pasukan juga akan ditempatkan di Republik Karelia, wilayah Rusia yang berbatasan dengan Finlandia.
Presiden Rusia Vladimir Putin mendukung proposal dari Shoigu. Putin juga menyindir negara-negara Barat yang menolak Rusia. Ia menyebut negara-negara NATO sedang melawan Rusia. Terkait nuklir, Putin berkata hal itu penting untuk menjamin kedaulatan wilayah Rusia.
Di tengah invasi ke wilayah berdaulat Ukraina, Presiden Putin menegaskan bahwa Rusia tidak mengalami kesulitan finansial untuk menyokong militer negaranya.Â
"Kita tidak memiliki kesulitan pendanaan, dan negara, dan pemerintah memberikan semua yang dibutuhkan Tentara. Saya harap responsnya akan diformulasikan dengan sesuai, dan hasil-hasil yang diinginkan akan diraih," ujar Vladimir Putin.
Dubes Rusia: Ini Perang Proxy
Invasi Rusia masih terus berlanjut hingga penghujung 2022. Rusia masih belum bisa menaklukkan Ukraina, meski situs Global Firepower menyebut Rusia memiliki militer terkuat di Benua Eropa.Â
Namun, Ukraina masih terus melakukan resistensi. Wilayah-wilayah yang dianeksasi Rusia juga masih ditarget Ukraina untuk direbut. Â
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, berkata bahwa Ukraina mendapat bantuan NATO sehingga bisa bertahan. Dubes Rusia berkata ada perang proxy.Â
"Tentu tak mudah karena sekarang kita bertarung tidak melawan Ukraina tapi melawan NATO," ujar Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Rabu (21/12).Â
Dubes Rusia bahkan berkata operasi militer negaranya bisa berakhir pada April 2022 jika Ukraina tidak dibantu NATO. Rusia lantas menyalahkan NATO yang melakukan perang proxy di tengah invasi.
"Jadi ini adalah perang proxy," ujar Dubes Rusia. "Bagi kami makna perang di Ukraina adalah perang proxy oleh barat dengan menggunakan Ukraina."
Meski pemerintah Inggris menyebut Rusia sedang mengalami kesulitan persenjataan, Dubes Vorobieva menyebut tentara Rusia masih terus bergerak maju.Â
"Kami bisa melihat bahwa tentara kami bergerak maju. Pertempurannya saya bilang sangat berat," ucapnya.Â
Lebih lanjut, Dubes Rusia juga berkata situasi ekonomi di negaranya tidak mengalami krisis, meski terkena sanksi. Sektor perbankan Rusia menjadi sasaran sanksi internasional. Dubes Rusia berkata sanksi-sanksi internasional bersifat ilegal, sehingga ia pun sampai harus membawa uang tunai terus.Â
Advertisement