Liputan6.com, Kathmandu - Seorang mantan pemberontak komunis telah menjadi perdana menteri (PM) baru Nepal. Hal itu terjadi berkat dukungan mantan lawan-lawannya dan partai politik kecil lainnya.
Pengumuman terkait PM Nepal itu disampaikan Presiden Bidhya Devi Bhandari pada Minggu 25 Desember 2022, setelah pemimpin partai komunis Maois, Pushpa Kamal Dahal melangsungkan pertemuan dengannya untuk mempertaruhkan klaim sebagai perdana menteri baru setelah pemilu bulan lalu.
Menurut informasi dari VOA Indonesia, Senin (26/12/2022), Dahal mendapat dukungan lebih dari setengah anggota DPR yang baru terpilih di majelis rendah parlemen. Ia kemungkinan akan dilantik pada Senin ini dan membuktikan dukungan mayoritas di dewan yang beranggotakan 275 orang pada pekan ini.
Advertisement
Ini adalah ketiga kalinya Dahal berkuasa sejak kelompok komunis Maois mundur dari pemberontakan bersenjata dan bergabung dengan politik arus utama pada tahun 2006.
Tujuh partai telah menjanjikan dukungan mereka pada Dahal, termasuk temannya yang kini menjadi musuh, yaitu Partai Komunis Nepal (United Marxist-Leninis) pimpinan Khadga Prasal Oli.
Dahal dan Oli telah bermitra dalam pemilu parlemen terakhir tahun 2017, tetapi di tengah masa jabatan lima tahun mereka bertengkar tentang siapa yang akan melanjutkan kepemimpinan sebagai perdana menteri. Awalnya disepakati bahwa mereka akan berbagi masa jabatan, tetapi Oli tampaknya menolak dan memicu kemarahan Dahal.
Dahal keluar dari kemitraan itu dan bergabung dengan Sher Bahadur Deuba yang memimpin Partai Kongres Nepal, untuk menjadi bagian dari pemerintahan koalisi baru pimpinan Deuba. Dahal dan Deuba berselisih setelah pemilu 20 November lalu karena gagal menyepakati siapa yang akan menjadi perdana menteri.
Sekilas Soal Dahal
Dahal, yang juga dikenal dengan julukan "Prachanda” atau "yang kejam," telah memimpin pemberontakan komunis Maois yang kejam dari tahun 1996-2006. Lebih dari 17.000 orang tewas dan banyak lainnya yang belum diketahui nasibnya.
Kelompok komunis Maois menghentikan pemberontakan bersenjata mereka, bergabung dengan proses perdamaian yang dibantu PBB pada tahun 2006 dan memasuki arus politik utama.
Partai pimpinan Dahal memperoleh kursi terbanyak di parlemen tahun 2008 dan membuatnya menjadi perdana menteri. Tetapi ia mengundurkan diri setahun kemudian karena perbedaan pendapat dengan presiden.
Advertisement
Mantan Gerilyawan Gustavo Petro Dilantik Jadi Presiden Pertama Kolombia dari Sayap Kiri
Kisah serupa berasal dari Gustavo Petro yang pada Minggu 7 Agustus 2022 mengambil sumpah jabatan atau dilantik sebagai presiden Kolombia di depan kerumunan ratusan ribu pada pelantikannya di Bogota.
Ia merupakan yang pertama dari sayap kiri.
Mantan gerilyawan berusia 62 tahun dan pernah menjadi wali kota, mengambil alih kursi Ivan Duque yang sangat tidak populer, dengan rencana reformasi mendalam di negara yang dilanda ketidaksetaraan ekonomi dan kekerasan narkoba.
Kemenangan Gustavo Petro yang berjuang keras dalam pemilihan pada Juni membawa Kolombia, yang telah lama diperintah oleh elit konservatif, ke dalam sayap kiri yang berkembang di Amerika Latin.
"Saya bersumpah demi Tuhan dan berjanji kepada rakyat bahwa saya akan setia menegakkan konstitusi dan hukum Kolombia," kata Petro dalam sumpah jabatannya seperti dikutip dari AFP, Senin (8/8/2022).
Pada upacara di Bogota di malam pelantikannya, Petro mengatakan pemerintahnya, yang seharusnya mendapat dukungan dari mayoritas berhaluan kiri di Kongres, akan bertujuan untuk "membawa ke Kolombia apa yang tidak dimiliki selama berabad-abad, yaitu ketenangan dan perdamaian."
"Di sini dimulai pemerintahan yang akan memperjuangkan keadilan lingkungan," tambahnya.
Mengenal Isaac Herzog, Mantan Tentara yang Jadi Presiden Israel
Sementara itu, Politikus veteran Isaac Herzog terpilih menjadi presiden baru Israel. Herzog menggantikan Reuven Rivlin yang menyelesaikan masa jabatannya pada Juli 2021.
Dilaporkan AP, Rabu (2/6/2021), Isaac Herzog adalah mantan pemimpin Partai Buruh di Israel.
Pada 2015, ia maju sebagai calon Perdana Menteri, namun kalah melawan Benjamin Netanyahu.
Isaac Herzog kembali jadi sorotan lantaran Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menghubunginya -- hal yang jarang terjadi.
Lalu siapa Isaac Herzog? Bagaimana pula karier politiknya dimulai sebelum akhirnya terpilih jadi presiden?
Dikutip dari laman jewishvirtuallibrary, Selasa (13/7/3021), Herzog lahir pada 22 September 1960, di Tel Aviv dari keluarga Zionis terkemuka.
Kakeknya, Yitzhak HaLevi Herzog, adalah Kepala Rabi Ashkenazi negara itu. Ayahnya, Chaim Herzog, menjabat sebagai duta besar Israel untuk PBB dan Presiden Israel.
Herzog tinggal di New York dan bersekolah di Ramaz School. Pada tahun-tahun berikutnya, saat juga belajar di sekolah menengah, Herzog memperoleh pendidikan akademik lanjutan di Cornell University dan New York University.
Ketika dia kembali ke Israel pada akhir 1978, dia mendaftar di IDF dan menjabat sebagai perwira utama di Unit 8200 Korps Intelijen. Herzog meninggalkan profesi sebagai tentara dengan pangkat mayor.
Herzog kemudian memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Tel Aviv dan bekerja di firma hukum yang didirikan oleh ayahnya, Herzog, Fox & Ne'eman.
Sebelum memenangkan pemilihan pertamanya di Knesset, Isaac Herzog menjabat sebagai Sekretaris Dewan Ekonomi-Sosial (1988-1990), sebagai Sekretaris Pemerintah (1999-2001) dan sebagai Ketua Otoritas Anti Narkoba (2000-2003).
Advertisement