Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Ebrahim Raisi, pada Selasa (27/12), mengatakan upaya musuh-musuh bangsa – merujuk pada Amerika Serikat dan sekutunya – yang berupaya menekan Iran dalam serangkaian demonstrasi anti-pemerintah telah gagal.
Raisi menyampaikan pernyataan itu dalam sebuah upacara di Teheran untuk memperingati pemakaman yang dilangsungkan negara bagi 400 tentara yang tewas dalam Perang Iran-Irak tahun 1980, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (29/12/2022).
Baca Juga
Dalam kesempatan itu dilangsungkan pula perpisahan terakhir pada 200 tentara yang mayatnya ditemukan baru-baru ini di medan pertempuran di sepanjang perbatasan Iran-Irak. Pemakaman akan diadakan di seluruh kota di Iran. Tidak ada satu mayat tentara pun yang telah diidentifikasi, dan mayat mereka dimakamkan sebagai “martir tidak dikenal” dalam sebuah upacara pemakaman massal.
Advertisement
Dalam upacara di Teheran, Raisi mengatakan “musuh mengatakan mereka memberlakukan tekanan dan sanksi paling tegas dalam sejarah terharap Iran, tetapi hari ini saya secara resmi ingin menegaskan bahwa seluruh tekanan terhadap Republik Islam Iran telah gagal.”
Iran telah diguncang oleh demonstrasi massal sejak pertengahan September lalu pasca kematian Mahsa Amini, perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun yang meninggal tiga hari setelah ditahan polisi moral karena dinilai tidak mengenakan jilbab secara benar.
Demonstrasi itu dengan cepat bergulir menjadi seruan untuk menggulingkan pemerintahan teokrasi Iran, yang didirikan setelah Revolusi Islam tahun 1979, menandai salah satu tantangan terbesar terhadap pemerintah Iran dalam empat puluh tahun.
Pihak berwenang Iran menyalahkan musuh-musuh asing sebagai pemicu demonstrasi itu, termasuk Amerika Serikat dan Israel.
Menurut kelompok yang memantau dengan ketat penangkapan para aktivis di Iran, Human Rights Activist in Iran, sedikitnya 507 demonstran telah tewas dan lebih dari 18.500 orang ditangkap dalam rangkaian aksi protes yang berlangsung.
Pemerintah Iran tidak mengeluarkan data tentang berapa banyak yang telah ditangkap atau tewas.
65 Anak Dilaporkan Tewas di Demonstrasi Iran
Puluhan anak dilaporkan tewas di tengah upaya pemerintah Iran meredam demo Iran yang terus meluas. Kelompok oposisi Iran berkata lebih dari 700 orang meninggal dan 30 ribu ditahan.
Demo awalnya dipicu oleh kematian Mahsa Amini yang ditangkap polisi moral karena masalah hijab. Kini, rakyat Iran menuntut pemerintahan yang lebih baik.
"Tiga bulan telah berlalu sejak dimulainya kebangkitan masyarakat Iran melawan rezim mullah," ujar National Council of Resistance of Iran (Dewan Nasional Resistensi Iran), dikutip Arab News, Sabtu (17/12/2022).
"Berdasarkan laporan-laporan dari People’s Mojahedin Organization of Iran (Organisasi Mujahidin Rakyat Iran) dari dalam negeri, ada lebih dari 700 orang telah dibunuh dan ribuan lainnya terluka akibat kekuatan represif dan lebih dari 30.000 orang ditahan dan dikenakan penyiksaan yang paling brutal," lanjut pertanyaan Dewan Nasional Resistensi Iran.
Baru-baru ini, Iran juga dicopot dari komisi hak perempuan PBB.
Laporan dari Komite Luar Negeri Dewan Nasional Resistensi Iran telah merilis nama-nama korban berdasarkan laporan dari organisasi mujahidin rakyat. Di antara nama-nama korban, ada sejumlah anak kecil.
13 korban meninggal adalah anak perempuan dan 52 lainnya adalah laki-laki-. Ada lima korban yang usianya masih di bawah lima tahun, dan 60 lainnya berusia 10 hingga 17 tahun.
Korban tidak hanya berasal dari Tehran. Mereka berasal dari 33 kota di berbagai penjuru Iran. Jumlah korban anak terbanyak berada di kota Zahedan. Kemudian ada sembilan yang meninggal di Tehran, dan empat korban di Piranshahr.
"Kebanyakan dari anak-anak ini dibunuh oleh luka tembak, tetapi sebagian, termasuk Sarina Ismailzadeh, Nika Shakrami, Mohammad Hossein Kamandalo, dan Maedeh Hashemi dibunuh oleh pukulan baton di kepala dan area-area vital lainnya atau dipukul keras oleh pasukan keamanan," tulis laporan tersebut.
Laporan itu mencatat kemungkinan jumlah korban sebenarnya da lebih banyak lagi.
Pemerintah Iran membantah terlibat pada kematian para anak-anak, tetapi laporan itu tetap menyorot bahwa anak-anak menjadi korban pemerintah.
Advertisement
PBB Hapus Iran dari Badan Pelindung Hak Perempuan
Sebelumnya dilaporkan, PBB pada hari Rabu (14 Desember) memilih untuk menghapus Iran dari badan hak-hak perempuan, menyusul kampanye bersama oleh Amerika Serikat, atas penumpasan brutal Teheran terhadap protes yang dipimpin perempuan.
Dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12/2022), aktivis pro-demokrasi Iran memuji pengusiran republik Islam itu dari Komisi PBB tentang Status Perempuan (UNCSW) untuk sisa masa jabatan 2022-2026.
Diperlukan mayoritas sederhana untuk mengadopsi langkah tersebut, yang diusulkan oleh Amerika Serikat, ditentang oleh sekutu Iran, Rusia dan China, dan menandai kemenangan diplomatik untuk Washington.
Dua puluh sembilan anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) memberikan suara setuju, delapan negara menentang dan 16 abstain.
Resolusi tersebut mencabut keanggotaan Iran dari komisi tersebut dengan segera.
Teks tersebut mengatakan bahwa kepemimpinan Iran "terus melemahkan dan semakin menindas hak asasi perempuan dan anak perempuan, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, seringkali dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan".
Ia menambahkan bahwa pemerintah Iran melakukannya "dengan menjalankan kebijakan yang secara terang-terangan bertentangan dengan hak asasi perempuan dan anak perempuan" dan mandat komisi "serta melalui penggunaan kekuatan mematikan yang mengakibatkan kematian para pengunjuk rasa damai, termasuk perempuan dan anak perempuan".
Respons Kedubes Iran
Keanggotaan Republik Islam Iran di Komisi PBB tentang Status Perempuan (UNCSW) berakhir pada Rabu (14/12/2022) malam menyusul resolusi ilegal dari Amerika Serikat untuk mengakhiri keanggotaan ini berdasarkan klaim tak berdasar dan argumen palsu dengan menggunakan narasi keliru yang bertentangan dengan semangat dan teks dari Piagam PBB, demikian bunyi kalimat awal dari pernyataan Kedubes Iran di Jakarta.
Dalam rilisnya, pihak Iran menyebut bahwa Komisi Status Perempuan PBB adalah salah satu pilar Dewan Sosial dan Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC). Resolusi untuk membatalkan keikutsertaan Iran dalam Komisi Status Perempuan PBB diajukan oleh pemerintah AS dan sebagai kelanjutan dari tekanan global terhadap Iran dengan tujuan mendukung kerusuhan.
Hal ini terjadi pada saat Iran telah menjadi anggota Komisi UNCSW selama dua periode dalam 10 tahun terakhir (sejak 2011) dan memenangkan keanggotaan badan ini untuk ketiga kalinya selama pemilihan tahun lalu (April 2021) dengan jumlah suara maksimum (43 suara dari 54 negara anggota ECOSOC).
Tindakan bias Amerika terhadap Republik Islam Iran ini merupakan upaya untuk memaksakan tuntutan politik sepihak dan mengabaikan tata cara pemilihan anggota di lembaga internasional, demikian dikatakan dalam rilis yang ditulis oleh Kedubes Iran di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Iran mengklaim bahwa Amerika Serikat sejak pemunggutan suara untuk keanggotaan Iran pada UNCSW menentang keanggotaan negara kami, tetapi upayanya tidak berhasil mengingat kepercayaan dan suara negara-negara anggota ECOSOC kepada Iran.
"Oleh karena itu AS memanfaatkan perkembangan terakhir di Iran untuk mencapai tujuan utamanya. Tindakan bias AS terhadap Republik Islam Iran ini merupakan penghinaan besar bagi negara-negara yang memberikan surara untuk keanggotaan Iran dalam UNCSW," tulis Kedubes Iran.
Advertisement