Sukses

Kelompok Pembela HAM Sebut Puluhan Pengunjuk Rasa Iran Terancam Hukuman Mati

Sedikitnya 100 warga Iran yang ditangkap selama lebih dari 100 hari gelombang unjuk rasa nasional menghadapi dakwaan dengan ancaman hukuman mati.

Liputan6.com, Teheran - Sedikitnya 100 warga Iran yang ditangkap selama lebih dari 100 hari gelombang unjuk rasa nasional menghadapi dakwaan dengan ancaman hukuman mati, kata kelompok pembela HAM Iran Human Rights (IHR) yang bermarkas di Oslo pada Selasa (27/12).

Gelombang unjuk rasa melanda Iran sejak kematian Mahsa Amini (22 tahun) 16 September lalu, setelah ia ditangkap di Teheran karena diduga melanggar aturan ketat berpakaian bagi perempuan.

Awal bulan ini, Iran mengeksekusi mati dua laki-laki yang terlibat unjuk rasa, dalam sebuah peningkatan eskalasi untuk menumpas unjuk rasa oleh pihak berwenang, yang disebut para aktivis ditujukan untuk menanamkan rasa takut di masyarakat.

Dalam laporannya hari Selasa, IHR mengidentifikasi 100 tahanan yang terancam hukuman mati, termasuk sedikitnya 11 orang yang sudah divonis mati, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (29/12/2022).

Lima tahanan dalam daftar IHR adalah perempuan.

Laporan itu mengatakan, banyak di antara mereka yang minim akses ke pengacara.

“Dengan menjatuhkan hukuman mati dan mengeksekusi beberapa di antara mereka, mereka (pihak berwenang) ingin membuat orang-orang pulang ke rumah,” kata direktur IHR, Mahmood Amiry Moghaddam.

“Hal itu cukup berdampak,” ungkapnya kepada AFP, tetapi “dari apa yang kami amati, pada umumnya justru memicu kemarahan yang lebih besar terhadap pihak berwenang.”

“Strategi mereka untuk menyebarkan rasa takut dengan melakukan eksekusi mati telah gagal.”

 

2 dari 4 halaman

476 Demonstran Tewas

Dalam data jumlah kematian yang diperbarui hari Selasa, IHR menyebut 476 pengunjuk rasa telah tewas sejauh ini.

Badan keamanan tertinggi Iran pada awal Desember memberikan data jumlah kematian sebanyak 200 orang, termasuk petugas keamanan.

Sedikitnya 14.000 orang telah ditangkap sejak gelombang unjuk rasa nasional itu dimulai, kata PBB bulan lalu.

Majidreza Rahnavard, 23 tahun, dihukum gantung di depan umum pada 12 Desember lalu, setelah divonis mati oleh pengadilan di Mashhad karena membunuh dua anggota pasukan keamanan dengan menggunakan pisau.

Empat hari sebelumnya, Mohsen Shekari, juga berusia 23 tahun, dieksekusi mati karena melukai anggota pasukan keamanan.

Pengadilan mengatakan sembilan orang lainnya telah divonis mati akibat unjuk rasa itu, di mana dua di antaranya telah diizinkan untuk diadili ulang.

3 dari 4 halaman

65 Anak Dilaporkan Tewas di Demonstrasi Iran

Puluhan anak dilaporkan tewas di tengah upaya pemerintah Iran meredam demo Iran yang terus meluas. Kelompok oposisi Iran berkata lebih dari 700 orang meninggal dan 30 ribu ditahan.

Demo awalnya dipicu oleh kematian Mahsa Amini yang ditangkap polisi moral karena masalah hijab. Kini, rakyat Iran menuntut pemerintahan yang lebih baik.

"Tiga bulan telah berlalu sejak dimulainya kebangkitan masyarakat Iran melawan rezim mullah," ujar National Council of Resistance of Iran (Dewan Nasional Resistensi Iran), dikutip Arab News, Sabtu (17/12/2022).

"Berdasarkan laporan-laporan dari People’s Mojahedin Organization of Iran (Organisasi Mujahidin Rakyat Iran) dari dalam negeri, ada lebih dari 700 orang telah dibunuh dan ribuan lainnya terluka akibat kekuatan represif dan lebih dari 30.000 orang ditahan dan dikenakan penyiksaan yang paling brutal," lanjut pertanyaan Dewan Nasional Resistensi Iran.

Baru-baru ini, Iran juga dicopot dari komisi hak perempuan PBB.

Laporan dari Komite Luar Negeri Dewan Nasional Resistensi Iran telah merilis nama-nama korban berdasarkan laporan dari organisasi mujahidin rakyat. Di antara nama-nama korban, ada sejumlah anak kecil.

13 korban meninggal adalah anak perempuan dan 52 lainnya adalah laki-laki-. Ada lima korban yang usianya masih di bawah lima tahun, dan 60 lainnya berusia 10 hingga 17 tahun.

Korban tidak hanya berasal dari Tehran. Mereka berasal dari 33 kota di berbagai penjuru Iran. Jumlah korban anak terbanyak berada di kota Zahedan. Kemudian ada sembilan yang meninggal di Tehran, dan empat korban di Piranshahr.

"Kebanyakan dari anak-anak ini dibunuh oleh luka tembak, tetapi sebagian, termasuk Sarina Ismailzadeh, Nika Shakrami, Mohammad Hossein Kamandalo, dan Maedeh Hashemi dibunuh oleh pukulan baton di kepala dan area-area vital lainnya atau dipukul keras oleh pasukan keamanan," tulis laporan tersebut.

Laporan itu mencatat kemungkinan jumlah korban sebenarnya da lebih banyak lagi.

Pemerintah Iran membantah terlibat pada kematian para anak-anak, tetapi laporan itu tetap menyorot bahwa anak-anak menjadi korban pemerintah.

4 dari 4 halaman

PBB Hapus Iran dari Badan Pelindung Hak Perempuan

Sebelumnya dilaporkan, PBB pada hari Rabu (14 Desember) memilih untuk menghapus Iran dari badan hak-hak perempuan, menyusul kampanye bersama oleh Amerika Serikat, atas penumpasan brutal Teheran terhadap protes yang dipimpin perempuan.

Dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12/2022), aktivis pro-demokrasi Iran memuji pengusiran republik Islam itu dari Komisi PBB tentang Status Perempuan (UNCSW) untuk sisa masa jabatan 2022-2026.

Diperlukan mayoritas sederhana untuk mengadopsi langkah tersebut, yang diusulkan oleh Amerika Serikat, ditentang oleh sekutu Iran, Rusia dan China, dan menandai kemenangan diplomatik untuk Washington.

Dua puluh sembilan anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) memberikan suara setuju, delapan negara menentang dan 16 abstain.

Resolusi tersebut mencabut keanggotaan Iran dari komisi tersebut dengan segera.

Teks tersebut mengatakan bahwa kepemimpinan Iran "terus melemahkan dan semakin menindas hak asasi perempuan dan anak perempuan, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, seringkali dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan".

Ia menambahkan bahwa pemerintah Iran melakukannya "dengan menjalankan kebijakan yang secara terang-terangan bertentangan dengan hak asasi perempuan dan anak perempuan" dan mandat komisi "serta melalui penggunaan kekuatan mematikan yang mengakibatkan kematian para pengunjuk rasa damai, termasuk perempuan dan anak perempuan".