Sukses

120 Rudal Rusia Serang Ukraina, Ajudan Zelensky: Bunuh Warga Sipil Besar-Besaran

Rusia menyerang Ukraina dengan serentetan rudal Kamis, termasuk yang menargetkan ibu kota, Kyiv, dan kota Kharkiv.

Liputan6.com, Kyiv - Rusia menyerang Ukraina dengan serentetan rudal Kamis, termasuk yang menargetkan ibu kota, Kyiv, dan kota Kharkiv.

Ajudan presiden Ukraina Miykhailo Podolyak mencuit bahwa Rusia meluncurkan sedikitnya 120 rudal “untuk menghancurkan infrastruktur penting dan membunuh warga sipil secara besar-besaran.”

Serangan itu memicu dibunyikannya sirene udara di seluruh penjuru negara itu. Para pejabat Ukraina mengatakan sistem pertahanan udara mampu menjatuhkan rudal yang datang, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (29/12/2022).

Wali Kota Kharkiv Ihor Terekhov melaporkan sejumlah ledakan di kotanya dan mengatakan pihak berwenang sedang menentukan apa saja yang dihantam rudal itu dan apakah ada korban.

Rusia telah berulang kali menggunakan rudal untuk menarget kota-kota Ukraina, termasuk serangan yang telah menghancurkan berbagai fasilitas infrastruktur penting.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengusulkan 10 butir rencana perdamaian yang meminta Rusia agar mengakui wilayah Ukraina dan menarik pasukannya.

Kremlin mengulangi penolakan atas proposal itu hari Rabu, mengukuhkan sikapnya bahwa Ukraina harus menerima aneksasi yang diklaim Rusia pada September lalu setelah referendum yang oleh Ukraina serta sebagian besar negara lain ditolak dan dianggap palsu. Empat daerah Ukraina itu mencakup Luhansk dan Donetsk di bagian timur, serta Kherson dan Zaporizhzhia di bagian selatan.

“Tidak mungkin ada rencana perdamaian bagi Ukraina yang tidak mempertimbangkan kenyataan hari ini terkait wilayah Rusia, dengan masuknya empat daerah ke Rusia,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov hari Rabu. “Rencana yang tidak mempertimbangkan realitas ini tidak mungkin damai.”

2 dari 4 halaman

Pidato Zelensky

Juga Rabu, Zelensky berpidato di parlemen Ukraina dalam sidang tertutup. Ia mendesak para legislator agar tetap bersatu melawan agresi Rusia, seraya memuji warga Ukraina karena memimpin Barat untuk “tersadar kembali.”

“Warna nasional kita sekarang ini merupakan simbol internasional mengenai keberanian dan kegigihan seluruh dunia,” katanya dalam pidato selama 45 menit, pidato terakhirnya tahun ini.

“Di negara mana pun, di benua mana pun, sewaktu Anda melihat biru dan kuning, Anda tahu ini adalah mengenai kebebasan. Mengenai orang-orang yang tidak menyerah, yang bangkit, yang mempersatukan dunia, dan yang akan menang,” katanya.

Zelensky mengatakan dunia telah melihat bahwa kebebasan dapat dirayakan dengan kemenangan Ukraina di medan tempur, dan ia berterima kasih kepada militer Ukraina.

Zelensky mencatat Ukraina telah membebaskan 1.456 tahanan perang sejak invasi Rusia 10 bulan silam. Rusia diyakini memiliki ribuan orang Ukraina yang menjadi tahanan perang, meskipun angka sesungguhnya tidak diketahui.

3 dari 4 halaman

Jelang 2023, Kedubes Ukraina Sorot Genosida Holodomor dan Invasi Rusia

Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta menyambut tahun baru 2023 dengan menyorot invasi Rusia dan Genosida Holodomor yang terjadi pada 1932-1933. Tahun 2023 akan menjadi 90 tahun peringatan peristiwa tersebut. 

Genosida Holodomor adalah istilah yang digunakan Ukraina untuk menggambarkan bencana kelaparan akibat kebijakan Uni Soviet. Jutaan rakyat Ukraina terdampak akibat kebijakan Joseph Stalin tersebut. 

"Hilangnya nyawa mencapai sekitar 10 juta korban. Angka sebenarnya tidak akan pernah diketahui. 90 tahun setelah Holodomor, Rusia kembali melakukan kejahatan mengerikan di Ukraina. Rusia menggunakan kelaparan sebagai senjata di perang agresi Rusia melawan Ukraina," tulis pesan Kedutaan Besar Ukraina, Selasa (27/12/2022).

Pihak Kedubes Ukraina melihat ada kesamaan antara invasi 2022 dan peristiwa Holodomor pada 1932.

"Memori dari genosida yang dilaksanakan otoritas USSR terhadap rakyat Ukraina memiliki makna khusus hari ini saat Rusia sekali lagi mencoba melakukan genosida di Ukraina, mencuri gandum, memblokir pelabuhan-pelabuhan Ukraina, menghancurkan infrastruktur kritikal, dan menyebabkan krisis pangan global," ujar pihak Kedubes Ukraina.

Ukraina menegaskan bahwa Holodomor merupakan genosida sejarah dan politik, namun masih sering diabaikan oleh komunitas global. Pada 15 Desember 2022, Parlemen Eropa mengakui bahwa Holodomor merupakan genosida.

Tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin lantas disamakan dengan Joseph Stalin.

"Komunitas internasional akhirnya mulai menyadari: hari ini Putin, seperti Stalin di 1932-1933, ingin menghancurkan rakyat Ukraina sebagai sebuah bangsa, sebuah sebuah kelompok etnik," kata pihak Kedubes Ukraina.

Setelah pengakuan dari Uni Eropa, perwakilan Ukraina lantas berharap agar komunitas internasional meningkatkan kesadaran terhadap Holodomor, serta kejahatan-kejahatan lainnya yang dilakukan rezim Soviet.

Saat mengakui Holodomor sebagai genosida, Parlemen Eropa menyebut glorifikasi terhadap Joseph Stalin juga berujung kepada aksi Rusia saat ini.

"Parlemen menyatakan bahwa pemutihan dan glorifikasi dari rezim totalitarian Soviet dan bangkitnya kultus diktator Soviet Joseph Stalin telah berujung kepada Rusia yang kini menjadi negara sponsor terorisme. Anggota Parlemen juga mengutuk kejahatan-kejahatan mengerikan Rusia terhadap rakyat Ukraina, seperti destruksi terarah ke infrastruktur energi sipil milik Ukraina saat musim dingin," tulis pernyataan Parlemen Eropa.

4 dari 4 halaman

Efek Perang Rusia, Umat Kristen Ortodoks Ukraina Pindah Perayaan Natal

Orang Ukraina biasanya merayakan Natal pada 7 Januari, seperti yang dilakukan orang Rusia. Tapi tidak tahun ini, atau setidaknya tidak semuanya.

Beberapa orang penganut Kristen Ortodoks Ukraina telah memutuskan untuk memperingati Natal pada tanggal 25 Desember, seperti banyak orang Kristen di seluruh dunia. 

Ya, ini ada hubungannya dengan perang, dan ya, mereka mendapat restu dari gereja lokal mereka.

Gagasan memperingati kelahiran Yesus pada Desember dianggap radikal di Ukraina sampai saat ini, tetapi invasi Rusia mengubah banyak hati dan pikiran, dikutip dari AP News, Selasa (27/12).

Pada Oktober, pimpinan Gereja Ortodoks Ukraina, yang tidak sejalan dengan gereja Rusia dan salah satu dari dua cabang Kristen Ortodoks di negara itu, setuju untuk mengizinkan umat merayakan Natal pada 25 Desember.

Pilihan tanggal memiliki nuansa politik dan agama. Bagi sebagian orang, perubahan tanggal melambangkan pemisahan dari Rusia, budayanya, dan agamanya.

Orang-orang di sebuah desa di pinggiran Kyiv baru-baru ini memilih untuk meningkatkan perayaan Natal mereka.

“Perang yang dimulai pada 24 Februari serta invasi skala penuh adalah kebangkitan dan pemahaman bahwa kita tidak dapat lagi menjadi bagian dari dunia Rusia,” kata Olena Paliy, seorang penduduk Bobrytsia berusia 33 tahun.

Gereja Ortodoks Rusia, yang mengklaim kedaulatan atas Ortodoksi di Ukraina, dan beberapa gereja Ortodoks Timur lainnya terus menggunakan kalender Julian kuno.

Gereja Katolik pertama kali mengadopsi kalender Gregorian modern yang lebih tepat secara astronomis pada abad ke-16, dan umat Protestan serta beberapa gereja Ortodoks sejak itu menyelaraskan kalender mereka sendiri untuk tujuan menghitung Natal.