Liputan6.com, Beijing - Pasien, yang kebanyakan lansia, berbaring di tandu-tandu di lorong rumah sakit dan sebagian lainnya terpaksa mengenakan oksigen sambil duduk di kursi roda. Demikianlah gambaran kondisi di Rumah Sakit (RS) Chuiyangliu yang terletak di timur Kota Beijing, China, pada Kamis (5/1/2023), menyusul lonjakan kasus COVID-19.
Menjelang tengah hari, tempat tidur pun dikabarkan habis, sementara ambulans belum kunjung berhenti berdatangan. Dokter dan perawat pun mesti bergegas mencari tahu mana yang mendesak untuk ditangani. Demikian seperti dikutip Associated Press.
Baca Juga
Fenomena di RS Chuiyangliu ini terjadi di tengah langkah China melonggarkan kebijakan nol COVID-19, yang menuai reaksi dari sejumlah negara. Uni Eropa misalnya, mendesak negara-negara anggotanya untuk memberlakukan tes COVID-19 terhadap penumpang dari China.
Advertisement
Italia, adalah negara anggota Uni Eropa pertama yang mewajibkan tes COVID-19 bagi penumpang dari China. Langkah tersebut diikuti oleh Prancis, Spanyol, hingga Amerika Serikat.
Kebijakan mewajibkan tes COVID-19 yang dilakukan Italia dan sejumlah negara membuat China berang. Beijing pun memperingatkan akan ada tindakan balasan jika kebijakan tes COVID-19 diterapkan di seluruh Uni Eropa.
Data COVID-19 China Dinilai Masih Kurang
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu (4/1/2023) menuturkan bahwa pihaknya prihatin dengan masih kurangnya data COVID-19 yang diungkapkan pemerintah China.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning pada Kamis menegaskan, Beijing konsisten "berbagi informasi dan data dengan komunitas internasional secara terbuka dan transparan."
"Saat ini, situasi COVID-19 China terkendali,” kata Mao. "Selain itu, kami berharap WHO akan mengambil posisi berbasis sains, objektif, dan tidak memihak untuk memainkan peran positif dalam menangani pandemi secara global."
China dilaporkan telah berusaha untuk memvaksinasi lebih banyak populasi lansia untuk menekan kasus COVID-19, tetapi upaya tersebut terhambat oleh skandal masa lalu yang melibatkan obat palsu dan kabar tentang reaksi merugikan terhadap vaksinasi di kalangan orang tua.
Vaksin yang dikembangkan di dalam negeri juga dianggap kurang efektif dibandingkan suntikan mRNA.
Advertisement
Bayang-Bayang Libur Tahun Baru Imlek
Otoritas lokal di beberapa daerah di China telah mengimbau masyarakat untuk menghindari bepergian selama liburan Tahun Baru Imlek mengingat pembatasan telah dicabut.
"Kami merekomendasikan agar setiap orang tidak kembali ke kampung halaman mereka kecuali diperlukan," kata pemerintah daerah Shaoyang di Provinsi Hunan. "Hindari mengunjungi kerabat dan bepergian antar daerah. Minimalkan perjalanan."
Seruan serupa dikeluarkan oleh pemerintah Shouxian di Provinsi Anhui, Kota Qingyang di Provinsi Gansu, dan Weifang di Shandong. Pemberitahuan otoritas Weifang menyebutkan bahwa warga harus merayakan libur via video dan telepon.
"Hindari mengunjungi kerabat dan teman untuk melindungi diri sendiri dan orang lain," demikian bunyi pernyataan tersebut.
Pergerakan penduduk China yang berjumlah hingga miliaran pada libur Tahun Baru Imlek dikhawatirkan banyak pihak dapat memicu lonjakan kasus.
Hong Kong Buka Kembali Perbatasan dengan China
Terlepas dari kekhawatiran melonjaknya kasus infeksi COVID-19, Hong Kong mengumumkan akan membuka kembali perbatasannya dengan China daratan pada Minggu (8/1). Dengan demikian, puluhan ribu orang akan diizinkan untuk menyeberang setiap harinya tanpa dikarantina.
Pos pemeriksaan perbatasan darat dan laut kota dengan daratan sebagian besar telah ditutup selama hampir tiga tahun dan pembukaan kembali diharapkan memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan untuk sektor pariwisata dan ritel Hong Kong.
Advertisement