Sukses

Peringatan Ke-2 Serangan di Capitol Hill, Joe Biden Beri Medali 12 Orang

Di Gedung Putih, Presiden Amerika Joe Biden menandai peristiwa serangan di Capitol Hill 6 Januari 2020 dengan suatu upacara di mana ia menganugerahkan Presidential Citizens Medal kepada 12 orang.

Liputan6.com, Washington D.C - Jumat 6 Januari 2023 kemarin merupakan peringatan kedua serangan dan pemberontakan di Capitol Hill, Washington DC, pada 6 Januari 2021. Saat itu, massa para pendukung mantan Presiden Donald Trump yang marah berupaya memblokir pengesahan hasil pemilu presiden 2020.

Mengutip laporan VOA Indonesia, Sabtu (7/1/2023), sekelompok anggota bipartisan di Kongres berkumpul di East Front Steps, atau anak tangga di bagian timur, gedung Kongres pada Jumat pagi iuntuk menghormati para petugas keamanan yang luka-luka, atau bahkan meninggal akibat serangan itu.

Di Gedung Putih, Presiden Amerika Joe Biden menandai peristiwa 6 Januari dengan suatu upacara di mana ia menganugerahkan Presidential Citizens Medal kepada 12 orang, yang menurut seorang pejabat Gedung Putih "memberikan kontribusi teladan bagi demokrasi kita saat peristiwa 6 Januari 2021."

Presidential Citizens Medal adalah anugerah yang mengakui pelayanan warga Amerika yang patut diteladani untuk negara atau sesama warga negara.

Termasuk di antara mereka yang menerima penghargaan itu adalah seorang ibu dan anak perempuan yang diancam karena melakukan pekerjaan mereka sebagai petugas pemilu di Fulton County, Georgia, beberapa petugas polisi di gedung Kongres dan di ibu kota Washington DC, anggota Kongres dan seorang mantan PNS.

Satu penghargaan diberikan secara anumerta kepada Brian Sicknick, seorang perwira Kepolisian Capitol Hill yang kehilangan nyawa ketika melindungi pejabat-pejabat terpilih ketika itu. Ia meninggal sehari setelah peristiwa 6 Januari karena luka-luka yang dideritanya. Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris – bersama pasang mereka – memberikan penghormatan kepada Sicknick ketika ia disemayamkan di Rotunda Capitol Hill.

Keluarga mendiang Brian Sicknick telah mengajukan gugatan perdata terhadap Trump, menuntut ganti rugi US$10 juta. "Terdakwa Trump telah dengan sengaja membuat marah banyak orang dan mengarahkan, serta mendorong massa untuk menyerang Gedung Kogres, dan menyerang siapa pun yang menentang mereka," demikian petikan gugatan hukum yang diajukan.

 

 

2 dari 4 halaman

Nancy Pelosi: Pemberontakan 6 Januari 2020 Mengguncang Publik

Mantan Ketua DPR yang merupakan anggota Partai Demokrat dari negara bagian California, Nancy Pelosi, mengatakan, "Pemberontakan 6 Januari sangat mengguncang Republik kita. Bagi banyak orang di Kongres dan di seluruh negara ini, luka fisik, psikologis dan emosional masih membekas."

Ia menambahkan, "Namun dari seluruh hal mengerikan yang tidak dapat diungkapkan itu muncul kepahlawanan yang luar biasa. Pahlawan-pahlawan penegak hukum menghadapi para pemberontak untuk melindungi Capitol Hill, Kongres, dan Konstitusi kita; dan dengan sangat hormat dan kagum kami bersama keluarga mereka pagi ini. Terima kasih kepada seluruh keluarga yang menganggap kami layak untuk berbagi kesedihan, untuk menghormati rasa kehilangan yang dirasakan."

Saat Partai Republik di DPR – yang menguasai kursi mayoritas – berupaya untuk memilih ketua majelis itu pada hari keempat, Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schummer dalam sebuah pernyataan mengatakan "peringatan ini harus menjadi peringatan bagi Partai Republik untuk menolak radikalisme MAGA (Make Amerika Great Again atau Jadikan Amerika Hebat Kembali), yang berulangkali menyebabkan kegagalan Partai Republik.

Sayangnya, kekacauan total yang dibuat anggota-anggota Partai Republik di DPR ini hanya salah satu contoh bagaimana kelompok ekstrem partai itu, yang dipimpin oleh mereka-mereka yang menyangkal hasil pemilu presiden 2020, semakin menenggelamkan mereka dalam kekacauan dan membuat mereka tidak mungkin memerintah."

3 dari 4 halaman

Laporan Penyelidikan Komite Kongres AS: Donald Trump Penyebab Kerusuhan di Gedung Capitol

Sebelumnya, laporan setebal 845 halaman telah dirilis pada Kamis 22 Desember setelah Komite Penyelidik Kerusuhan Capitol AS mewawancarai lebih dari 1.000 saksi, mengadakan 10 kali dengar pendapat, dan memperoleh jutaan halaman dokumen. Hasilnya, Donald Trump disebut sebagai penyebab utama kerusuhan.

Dilansir DW Indonesia, Jumat 23 Desember 2022, para saksi merupakan pembantu terdekat mantan Presiden Donald Trump hingga sejumlah penegak hukum, termasuk beberapa pelaku kerusuhan itu sendiri.

Di antara mereka ada yang merincikan tindakan Donald Trump dalam minggu-minggu menjelang pemberontakan dan bagaimana desakannya untuk membatalkan kekalahan dalam pemilu 2020 secara langsung, serta memengaruhi mereka yang secara brutal mendorong polisi dan mendobrak jendela dan pintu Gedung Capitol pada 6 Januari 2021.

Penyebab utamanya adalah "satu orang", kata laporan itu: "Donald Trump."

Pemberontakan itu sangat mengancam demokrasi dan "mempertaruhkan nyawa anggota parlemen Amerika," demikian kesimpulan Komite Kongres AS yang beranggotakan sembilan orang tersebut.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan, temuan itu harus menjadi "seruan keras untuk semua orang Amerika, untuk menjaga demokrasi kita dengan waspada dan memberikan suara kita hanya kepada mereka yang berbakti dalam membela konstitusi kita."

Delapan bab dari temuan laporan tersebut menggambarkan banyak aspek dari rencana luar biasa yang dirancang Trump dan para penasihatnya untuk mencoba membatalkan kemenangan Presiden Joe Biden. Para anggota parlemen menggambarkan desakan Trump pada negara bagian, pejabat federal, anggota parlemen, hingga mantan Wakil Presiden Mike Pence untuk mempermainkan sistem atau melanggar hukum.

Selanjutnya di sini...

4 dari 4 halaman

Bos Milisi Oath Keepers Dinyatakan Bersalah Atas Kerusuhan Gedung Capitol AS

Sebelumnya lagi, Stewart Rhodes, pendiri milisi sayap kanan Oath Keepers dinyatakan bersalah pada Selasa 29 November 2022 atas perannya dalam serangan 6 Januari 2021 di Capitol AS oleh pendukung mantan presiden Donald Trump.

Menurut laporan AFP, Rabu 30 November 2022, anggota Oath Keepers lainnya yakni Kelly Meggs, juga dinyatakan bersalah atas konspirasi yang menghasut dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara. Sementara tiga terdakwa lainnya dibebaskan dari tuduhan yang sama.

Rhodes yang berusia 57 tahun, seorang mantan tentara yang mengenakan penutup mata dan lulusan sekolah hukum Yale, dan empat anggota kelompok lainnya dituduh merencanakan pemberontakan bersenjata untuk membatalkan hasil pemilihan presiden (Pilpres AS) November 2020 yang dimenangkan oleh Joe Biden dari Demokrat.

Putusan tersebut mengakhiri persidangan berisiko tinggi selama hampir dua bulan.

Ratusan pendukung Trump telah ditangkap karena peran mereka dalam penyerangan di Kongres, tetapi mereka menghadapi dakwaan yang lebih rendah daripada yang diajukan terhadap Rhodes dan empat anggota Oath Keepers lainnya.

Sementara Rhodes dan Meggs dihukum atas tuduhan penghasutan yang jarang dilakukan, kelima terdakwa dinyatakan bersalah menghalangi proses resmi dan tuduhan lain yang lebih ringan.

Selama persidangan, Departemen Kehakiman AS mengatakan Rhodes dan anggota Oath Keepers "membuat rencana pemberontakan bersenjata ... merencanakan untuk menentang dengan paksa pemerintah Amerika Serikat."

Jaksa menunjukkan video penyerangan oleh puluhan anggota kelompok yang mengenakan perlengkapan tempur ala militer.

Para terdakwa mencirikan kasus tersebut sebagai persidangan politik yang dilakukan oleh pemerintahan Biden terhadap pendukung pendahulunya, Trump.