Sukses

Imlek 2023: Perjalanan Mudik Meroket 99 Persen di China

Ratusan juta orang telah menyerbu sistem transportasi China untuk mudik Imlek 2023.

Liputan6.com, Beijing - China telah melonggarkan aturan COVID-19 sehingga masyarakat bisa mudik pada Imlek 2023. Hal tersebut membuat perjalanan mudik tahun ini dilaporkan meroket hingga 99,5 persen. 

Berdasarkan laporan media pemerintah China, Xinhuanet, Senin (9/1/2023), ratusan warga telah menyerbu stasiun kereta api, bandara, dan terminal bus untuk berkumpul dengan keluarga saat Imlek 2023 yang jatuh pada 21 Januari 2023.

Pemerintah memprediksi perjalanan musim Imlek tahun ini bisa melonjak hingga 99,5 persen ketimbang tahun lalu. Jumlah perjalanan penumpang (passenger trip) dapat mencapai 2,1 miliar.

Warga China pun tidak perlu lagi menampilkan kode kesehatan atau tes negatif COVID-19 ketika memasuki sarana transportasi. Meski demikian, foto-foto menampilkan masih banyak warga yang memakai masker.

Selama dua tahun terakhir, perjalanan massal seperti ini tak bisa terjadi karena kebijakan COVID-19 yang ketat.

Wilayah Delta Sungai Yangtze, termasuk Shanghai, diperkirakan akan menangani 60 juta perjalanan pada travel rush selama 40 hari. Sementara, Guangdong diestimasi melayani 25,4 juta perjalanan kereta.

Operator kereta regional dilaporkan telah mengoperasikan kereta tambahan untuk memenuhi permintaan pelanggan.

CGTN melaporkan bahwa ada 34,7 juta passenger trip pada hari pertama mudik Sabtu lalu. Total kenaikannya mencapai 38,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, meski 48,6 persen lebih rendah ketimbang tahun 2019.

Warga yang mudik dari luar negeri juga akan dipermudah.

Fenomena mudik Imlek 2023 ini berlangsung di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di China. Pemerintah melakukan antisipasi dengan cara menambah persediaan alat kesehatan, obat-obatan, serta distribusi vaksin booster.

2 dari 4 halaman

China Kembali Buka Perbatasan dengan Hong Kong

Para pelancong mulai mengalir melintasi penyeberangan darat dan laut dari Hong Kong ke China daratan pada Minggu (8/1), usai dibukanya kembali perbatasan.

Dilansir Channel News Asia, setelah tiga tahun, China kembali membuka perbatasannya dengan Hong Kong dan mengakhiri persyaratan karantina bagi pelancong yang datang. Langkah tersebut membongkar pilar terakhir dari kebijakan nol -COVID yang telah melindungi orang-orang China dari virus, namun di lain sisi juga memisahkan mereka dari negara lain. 

Pelonggaran kebijakan COVID-19 China selama sebulan terakhir terjadi menyusul protes bersejarah terhadap kebijakan yang mencakup seringnya pengujian, pembatasan pergerakan, dan penguncian massal yang sangat merusak ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

"Saya sangat bahagia, sangat bahagia, sangat bersemangat. Saya sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan orang tua saya," kata warga Hong Kong Teresa Chow saat dia dan puluhan pelancong lainnya bersiap untuk menyeberang ke China daratan dari Lok Ma Chau Hong Kong. 

"Orang tua saya tidak dalam kesehatan yang baik dan saya tidak bisa kembali menemui mereka bahkan ketika mereka menderita kanker usus besar, jadi saya sangat senang untuk kembali dan melihat mereka sekarang," katanya, menambahkan bahwa dia berencana untuk pergi ke kampung halamannya di Kota Ningbo, Tiongkok timur.

Investor berharap pembukaan kembali pada akhirnya akan menghidupkan kembali ekonomi senilai US$17 triliun yang mengalami pertumbuhan terendah dalam hampir setengah abad.

3 dari 4 halaman

Menkes Budi Ungkap Alasan RI Tak Terapkan Tes PCR untuk Turis China

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin membeberkan alasan Indonesia tidak menerapkan tes PCR untuk turis China yang datang. Dalam hal ini, tidak ada pengetatan khusus untuk pelaku perjalanan dari China.

Padahal, sejumlah negara lain mulai mengetatkan protokol kesehatan bagi pelancong dari China, bahwa seluruh pelaku perjalanan dari Negeri Tirai Bambu harus melampirkan hasil tes PCR negatif untuk masuk ke negara yang dituju. 

Menurut Budi Gunadi, Indonesia tidak perlu khawatir dengan kedatangan pelancong dari China meski terjadi lonjakan kasus COVID-19 di sana. Pengetatan syarat perjalanan dinilai belum perlu dilakukan walaupun penyebaran varian virus Corona baru di China seperti BA.5 dan BF.7 marak terjadi.

"Kita, Alhamdulillah, rejeki anak sholeh. Imunitas penduduk kita luar biasa kuat," ungkapnya usai 'Penandatanganan MoU Transformasi Kesehatan antara Kementerian Kesehatan - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah' di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta baru-baru ini.

"Kombinasi dari vaksinasi dan infeksi, jadi ada secara buatan kita suntik, tapi ada secara alamiah memang terjadi (kekebalan dari infeksi COVID-19)."

Ditegaskan pula, lonjakan COVID-19 bukan karena mobilitas yang tinggi, melainkan adanya varian virus Corona. Hal itu berdasarkan data saintifik dari berbagai negara termasuk pengalaman pandemi COVID-19 di Indonesia.

"Memang lonjakan COVID-19 itu disebabkan oleh varian-varian (baru). Data scientific-nya begitu. Bukan oleh mobilitas atau pergerakan, itu minor. Tapi faktor risiko paling besar adalah varian baru," jelas Menkes Budi Gunadi.

4 dari 4 halaman

Sistem Pertahanan

Berkaitan dengan varian virus Corona baru dari China, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, sudah terdeteksi di Indonesia. Ada tiga varian baru 'anakan' Omicron, yakni BA.5.2, BA.2.75, dan BF.7.

"Varian baru yang ada di China sebenarnya ada tiga, itu BA.5.2, BA.2.75 sama BF 7. Untuk informasi teman-teman, tiga-tiganya sudah masuk ke Indonesia. Yang terakhir BF.7 masuknya 14 Juli 2022 dari Bali," ujarnya.

"Untuk yang BA.5.2 dan BA.2.75 itu sudah naik tinggi (di Indonesia). Yang BF.7 di kita tidak ada pergerakan yang berarti."

Adanya penyebaran ketiga varian COVID-19 dari China di atas, menurut Menkes Budi Gunadi, memang perlu diwaspadai. Meski begitu, dengan adanya varian baru tersebut, ia optimistis pertahanan tubuh masyarakat Indonesia mampu efektif lantaran imunitas terhadap virus SARS-CoV-2 sudah tinggi.

"Nah, Indonesia BA.5 itu paling kuat, kedua BA.2.75, yang kalah BF.7. Kalau di China, BA.5 sebenarnya kuat dan BF.7 kuat, kemudian baru BA.2.75," pungkasnya.

"Dari situ membuktikan apa? Bahwa memang varian-varian baru itu enggak bisa menembus sistem pertahanan masyarakat kita."