Sukses

Presiden Al-Assad Usir Prajurit Turki dari Suriah

Pemimpin Suriah memberikan ultimatum tegas ke Turki.

Liputan6.com, Damaskus - Presiden Suriah Bashar Al-Assad memberikan pernyataan tegas dengan mengusir tentara Turki yang berada di negaranya. Turki merupakan pendukung oposisi pemerintahan Al-Assad selama 12 tahun terakhir, sehingga hubungan kedua negara tidak akrab. 

Pengusiran ini terjadi di tengah upaya rekonsiliasi antara Turki dan Suriah.

Dilaporkan Arab News, Sabtu (14/1/2023), rekonsiliasi antara kedua negara ditengahi oleh Rusia. Pihak Suriah meminta agar Turki "berhenti menduduki di tanah Suriah" dan tak lagi memberi bantuan kepada teroris. 

Presiden Assad juga telah bertemu dengan utusan kepresidenan Rusia Alexander Lavrentiev di Damaskus. Sementara, Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu dari Turki dan Faisal Mekdad dari Suriah akan menggelar pertemuan. 

Iran juga ikut memantau rekonsiliasi ini sebagai sekutu utama Suriah. Menlu Iran Hossein Amirabdollahian mengaku senang antara dialog yang digelar antara Turki dan Suriah. Ia juga diagendakan bertemu dengan Mekdad pada Sabtu ini.

Perang saudara di Suriah telah berlangsung sejak 2011. Para prajurit oposisi melawan rezim Al-Assad yang berkuasa sejak tahun 2000. Kubu Al-Assad mendapat bantuan dari Iran dan Rusia, sementara pemerintah interim Suriah mendapat dukungan dari Turki.

Al-Qaeda dan ISIS pun turut terlibat pada konflik di Suriah.

Konflik di Suriah sangatlah destruktif dan memicu krisis pengungsi di Timur Tengah hingga Eropa. UNHCR menyebut ada 5,7 juta pengungsi Suriah yang mengungsi di negara-negara tetangga.

Pada awal 2023, Dewan Keamanan PBB sepakat untuk melanjutkan pengiriman bantuan ke wilayah barat laut Suriah yang notabene dikuasai oleh kubu oposisi. Bantuan itu dikirim melalui Turki.

Rusia mengaku dengan berat hati ikut mendukung resolusi itu karena bantuannya masuk ke daerah "yang dipenuhi teroris", serta meminta agar DK PBB mengakui kedaulatan pemerintah Suriah.

2 dari 4 halaman

Pertemuan Menteri Pertahanan

Sebelumnya dilaporkan, Menteri pertahanan Rusia, Turki dan Suriah bertemu di Moskow pada Rabu 28 Desember 2022. Ini merupakan pembicaraan pertama sejak perang pecah di Suriah, kata kementerian pertahanan Rusia.

Ini juga merupakan pertemuan pertama antara menteri pertahanan Turki dan Suriah sejak dimulainya perang pada 2011.

Rusia dan Turki sama-sama terlibat di Suriah, dengan Moskow mendukung rezim Damaskus melawan lawan-lawannya, dan Ankara mendukung pemberontak.

Pertemuan itu terjadi ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berulang kali mengancam akan melancarkan serangan militer di Suriah utara terhadap kelompok Kurdi.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu dan mitranya dari Turki dan Suriah, Hulusi Akar dan Ali Mahmoud Abbas, membahas "cara-cara untuk menyelesaikan krisis Suriah, masalah pengungsi, dan upaya bersama untuk memerangi kelompok ekstremis di Suriah", kata kementerian pertahanan Rusia seperti dikutip dari AFP, Kamis (29/12/2022).

Ia menambahkan bahwa pertemuan itu "konstruktif" dengan kebutuhan untuk "melanjutkannya demi menstabilkan situasi lebih lanjut" di Suriah dan kawasan.

Kementerian pertahanan Turki membuat catatan serupa, mengatakan pertemuan itu diadakan dalam "suasana yang konstruktif".

"Pada pertemuan itu, dibahas krisis Suriah, masalah pengungsi dan upaya bersama untuk memerangi semua organisasi teroris di Suriah," kata kementerian tersebut.

Kantor berita negara Suriah SANA, mengutip kementerian pertahanan, mengatakan bahwa kepala mata-mata Suriah juga hadir dan pertemuan itu "positif".

Laporan itu mengatakan bahwa menteri pertahanan Suriah dan kepala dinas intelijen Suriah bertemu dengan rekan-rekan mereka dari Turki di Moskow, dengan para pejabat Rusia juga ambil bagian.

3 dari 4 halaman

Wilayah Udara

Pada Sabtu 24 Desember, Akar mengatakan kepada wartawan bahwa Turki sedang dalam pembicaraan dengan Rusia tentang penggunaan wilayah udara Suriah dalam kemungkinan operasi melawan milisi YPG Kurdi Suriah.

"Kami mengadakan diskusi dengan Rusia tentang pembukaan wilayah udara di Suriah," katanya Akar.

Menteri luar negeri Turki dan Suriah melakukan pertukaran informal singkat di sela-sela pertemuan puncak regional pada 2021, dan Ankara telah mengakui kontak antara dinas intelijen kedua negara.

Pada November, Erdogan mengatakan kemungkinan pertemuan dengan pemimpin Suriah Bashar al-Assad, setelah memutuskan hubungan diplomatik dengan Damaskus selama konflik 11 tahun.

Pada pertengahan Desember, dia mengindikasikan bahwa dia dapat bertemu dengan Assad setelah menteri pertahanan dan luar negeri dari kedua negara bertemu. "Kami ingin mengambil langkah seperti Suriah, Turki, dan Rusia," katanya saat itu.

4 dari 4 halaman

Rekonsiliasi

Surat kabar pro-pemerintah, Hurriyet, pada 16 September lalu melaporkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menyatakan harapan untuk bertemu dengan mitranya, Presiden Suriah Bashar Al Assad di KTT Organisasi Kerjasama Shanghai di Uzbekistan; meskipun Assad tidak datang.

“Saya berharap Assad datang ke Uzbekistan, saya ingin berbicara dengannya,” ujar Erdogan dalam pertemuan tertutup Partai Pembangunan dan Keadilan sebagaimana dikutip kolomnis Hurriyet, Abdulkadir Selvi, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (28/9/2022).

Erdogan bulan lalu juga dilaporkan mengatakan ia tidak pernah menepis dialog dengan Suriah, dan menambahkan, “Kita sedianya melakukan langkah lebih jauh dengan Suriah.”

Mengutip empat sumber, kantor berita Reuters pada 15 September lalu melaporkan beberapa minggu terakhir ini Kepala Organisasi Intelijen Nasional Turki Hakan Fidan telah melangsungkan beberapa pertemuan dengan mitranya, Kepala Biro Keamanan Nasional Suriah Ali Mamlouk di Damaskus.

Direktur Pusat Kajian Turki di Institut Timur Tengah Gonul Tol mengatakan pada VOA, perkembangan ini bukan hal baru karena sejak tahun 2016 Turki dengan bekerjasama erat dengan rezim Assad.

“Saya kira yang baru adalah perubahan retorika. Kini kita mendengar pejabat-pejabat Turki lebih vokal menyuarakan kemungkinan normalisasi dengan rezim Assad,” ujarnya dalam wawancara melalui telpon.

“Tetapi dalam kenyataannya, jika kita melihat seluruh perkembangan yang terjadi sejak tahun 2016, saya kira hal ini bukan sesuatu yang mengejutkan.”