Liputan6.com, Jakarta - Sekalipun dibayar, belum tentu ada orang yang mau berjalan melintasi ladang ranjau aktif. Namun, Putri Diana menorehkan kisah tersendiri.
Ia tidak hanya bersedia melakukannya dua kali, tapi juga secara sukarela.
Baca Juga
Pada 15 Januari 1997, Putri Diana dengan hati-hati berjalan menyusuri "lintasan aman" yang ada di ladang ranjau darat aktif di Huambo, Angola. Saat itu, ia mengenakan pelindung wajah dan jaket antipeluru bertuliskan The HALO Trust, sebuah kelompok yang mengampanyekan pembersihan ranjau dari bekas zona perang.
Advertisement
Menyadari bahwa sejumlah fotografer belum sempat mengabadikan potretnya saat pertama kali menyusuri ladang ranjau, Putri Diana pun berbalik dan mengulanginya.
Dalam pidato yang mengawali lawatan ikoniknya ke Angola, Putri Diana mengatakan, "Merupakan keistimewaan yang sangat besar bagi saya diundang ke Angola untuk membantu kampanye Palang Merah (Inggris) melarang, sekali untuk selamanya, ranjau darat antipersonel."
"Tidak ada tempat yang lebih tepat untuk memulai kampanye ini selain Angola karena negara ini memiliki jumlah orang yang diamputasi per populasi tertinggi dibanding negara manapun di dunia," ujar Putri Diana seperti dikutip dari People.
"Dengan mengunjungi Angola, kita akan mendapat pemahaman tentang penderitaan para korban ranjau darat dan bagaimana para penyintas dibantu memulihkan diri. Kita juga akan dapat mengamati implikasi yang lebih luas dari senjata penghancur ini terhadap kehidupan... Saya dengan tulus mengharapkan kerja sama... Kita akan memusatkan perhatian dunia pada hal penting ini," imbuhnya.
Seruan Putri Diana Vs Pemerintah Konservatif
Dalam dokumen Kementerian Luar Negeri Inggris, yang dirilis Badan Arsip Nasional, Duta Besar Inggris Roger Hart menuturkan bahwa masyarakat Angola sangat senang dengan kunjungan Putri Diana.
Namun, di lain sisi, apa yang dilakukan Putri Diana mengundang kontroversi. Pasalnya, pemerintah Inggris yang saat itu dipimpin oleh Konservatif menyatakan tidak akan mendukung larangan ranjau darat sampai seluruh negara menandatangani perjanjiannya.
Seruan Putri Diana pun dilaporkan membuat marah para menteri Inggris. Menteri Pertahanan Junior Earl Howe mendeskripsikan sang putri "tidak terkendali" dan "kurang informasi tentang ranjau darat antipersonel".
Bagaimanapun, ada yang menilai bahwa dukungan Putri Diana terhadap larangan ranjau darat merupakan titik balik. Hanya tiga bulan setelah kematiannya, 122 negara menandatangani Traktat Ottawa yang bertujuan melenyapkan ranjau darat antipersonel di seluruh dunia. Saat ini, perjanjian tersebut telah ditandatangani 164 negara.
Perjalanan Putri Diana di ladang ranjau darat tujuh bulan sebelum kematiannya dalam kecelakaan mobil di Paris disebut hanyalah salah satu contoh bagaimana ia membantu membuat monarki menjadi lebih mudah diakses, mengubah cara keluarga kerajaan terhubung dengan publik.
Dengan berlutut, duduk di tepi ranjang rumah sakit, bersentuhan dengan penderita kusta, menulis catatan personal untuk penggemarnya, Putri Diana disebut telah menginspirasi gaya interaksi para bangsawan lain, termasuk kedua putranya. Fenomena tersebut dinilai signifikan di tengah upaya monarki untuk lebih humanis dan tetap relevan dengan zaman.
"Diana punya kecerdasan emosional yang memungkinkan ia melihat gambaran yang lebih besar... tapi juga menyentuh secara pribadi," ungkap CEO HALO Trust James Cowan seperti dikutip dari VOA.
Advertisement
Pangeran Harry Ikuti Jejak Putri Diana
September 2019, Pangeran Harry mengikuti jejak Putri Diana: menyusuri bekas ladang ranjau di Huambo, Angola.
Mengulang kembali langkah ibunya, Pangeran Harry juga dikawal oleh HALO Trust. Seperti Putri Diana, ia pun mengenakan pelindung wajah dan rompi antipeluru.
Duke of Sussex itu mengaku cukup emosional. Dia menambahkan, "Saya sangat bangga dengan apa yang telah ia (Putri Diana) lakukan."
Pangeran Harry menegaskan, "Ranjau darat adalah bekas luka perang yang tidak dapat disembuhkan. Dengan membersihkan ranjau darat kita dapat membantu komunitas menemukan perdamaian dan dengan perdamaian datanglah kesempatan."
Konflik, antara tahun 1975 dan 2002, telah menjadikan Angola salah satu tempat yang paling banyak ditanami ranjau darat di dunia. HALO Trust mencatat terdapat sekitar 1.200 ladang ranjau di sana.
Pada 2019, HALO Trust mengatakan telah menonaktifkan hampir 100.000 ranjau sejak 1994. Tidak jelas berapa yang tersisa.
Ada dua jenis ranjau utama, yaitu ranjau darat antipersonel, yang ditujukan untuk membunuh atau melukai orang dan satunya lagi adalah ranjau antitank, yang dirancang untuk menghancurkan kendaraan. Penempatan bahan peledak secara acak disebut telah menjadi bagian dari strategi militer pada 1960-an.
Dilansir BBC, Landmine Monitor melaporkan bahwa pada 1999-2017 terdapat lebih dari 120.000 orang terbunuh atau terluka oleh ranjau darat.