Sukses

Alih-alih Menyesal, Jacinda Ardern Justru Lega Mundur Sebagai PM Selandia Baru

Jacinda Ardern mengaku akhirnya dia bisa tidur nyenyak untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama setelah mengumumkan mundur sebagai perdana menteri Selandia Baru.

Liputan6.com, Wellington - Sehari setelah mengumumkan pengunduran dirinya sebagai perdana menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern menegaskan bahwa dia sama sekali tidak menyesal. Alih-alih menyesal, ia justru merasa lega.

Berbicara pada Jumat (20/1/2023) di luar bandara di Napier, tempat kaukus Partai Buruh berkumpul untuk retret, Jacinda mengatakan dia tidur nyenyak untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama. Demikian seperti dilansir BBC.

Menanggapi pertanyaan wartawan, apakah pengalaman terkait misogini berperan dalam keputusannya untuk mundur, Jacinda menyampaikan pesan bagi pemimpin perempuan dan perempuan yang ingin memimpin di masa depan.

"Anda bisa berkeluarga dan tetap menjalankan peran Anda (sebagai pemimpin). Anda bisa memimpin dengan gaya Anda sendiri," kata dia.

2 dari 4 halaman

Popularitas Mendunia

Pesona dan filsafat kepemimpinan Jacinda yang disebut berakar pada kebaikan, telah membawa popularitasnya terbang tinggi melampaui Selandia Baru. Maka tidak heran jika banyak orang di berbagai belahan dunia bereaksi atas pengumuman pengunduran dirinya pada Kamis (19/1).

Publik pun makin terhenyak setelah mengetahui alasan Jacinda mundur, yaitu lelah. Ia blak-blakan mengaku tidak punya cukup tenaga untuk melanjutkan kepemimpinannya.

"Saya mundur karena peran istimewa seperti ini, datang dengan tanggung jawab. Tanggung jawab untuk mengetahui kapan Anda adalah orang yang tepat untuk memimpin dan sebaliknya," kata Ardern seperti dikutip dari 1news.co.nz.

"Saya tahu apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan ini, dan saya tahu bahwa saya tidak lagi memiliki cukup tenaga untuk melakukannya... Sesederhana itu," tambahnya. "Tapi saya benar-benar yakin dan tahu, ada orang lain di sekitar saya yang mampu."

Jacinda mengklaim belum punya rencana jangka panjang, selain menghabiskan waktu bersama keluarga.

"Bisa dibilang, merekalah yang berkorban paling banyak," ungkap perempuan usia 42 tahun itu.

Ia mengajak pasangannya, Clarke Gayford, untuk menikah dan mengatakan tidak sabar menantikan anaknya masuk sekolah tahun ini.

Meski keputusan Jacinda terkesan seputar persoalan menyimbangkan pekerjaan dan keluarga, namun faktor politik diyakini menjadi bagian pertimbangannya. Langkah mundurnya pun dinilai sebagai keputusan cerdik untuk menyelamatkan partainya dan menghindari kekalahan yang memalukan secara pribadi dalam pemilu mendatang.

Beberapa minggu lalu, peringkat persetujuan Jacinda mencapai level terendah sejak Agustus 2017 - tepat sebelum dia menjadi PM - menyusul Partai Buruh yang juga mengalami penurunan popularitas. Tantangan ekonomi pasca-pandemi seperti meningkatnya biaya hidup dan semakin dalamnya jurang ketidaksetaraan sosial dianggap sebagai penyebabnya.

Dikutip dari BBC, sejumlah kritikus merayakan pengunduran diri Jacinda, bahkan menuduhnya menggunakan lelah sebagai alasan untuk menyelamatkan reputasi politiknya.

Pemilik Shooters Saloon Bar & Hotel di Kingsland termasuk salah satunya. Di dinding gedung dia menuliskan, "Ding dong the red witch bitch has gone."

Tulisan lainnya berbunyi, "Red witch leaving party."

3 dari 4 halaman

Melahirkan Ketika Menjabat

Jacinda memang bukan satu-satunya pemimpin perempuan di dunia. Amerika Serikat punya Wakil Presiden Kamala Harris, di Singapura Halimah Yacob memimpin sebagai presiden, Taiwan punya Tsai Ing-wen sebagai presiden, Sanna Marin duduk di kursi perdana menteri Finlandia, dan banyak lagi.

Namun, Jacinda menorehkan keistimewaan tersendiri. Dia melahirkan saat menjabat, menjadikannya satu dari dua pemimpin perempuan di dunia yang mengalami hal tersebut setelah mantan perdana menteri Pakistan Benazir Bhutto.

Jacinda dihadapkan pada pengawasan publik yang intens selama kepemimpinannya, mulai dari kabar kehamilannya hanya beberapa bulan setelah menjabat hingga keputusannya untuk cuti melahirkan selama enam minggu, yang kemudian memicu perdebatan soal apakah itu terlalu singkat.

"Mengingat Neve (putrinya) masih bayi, saya selalu meyakini akan ada ketegangan yang nyata di antara memastikan saya memenuhi semua kebutuhannya dan tentu saja tanggung jawab saya. Tapi saya yakin dengan seluruh dukungan... kami akan berhasil melakukannya," ujar Jacinda saat itu seperti dikutip dari BBC.

Kepemimpinan Jacinda ditandai sejumlah peristiwa penting seperti pandemi COVID-19, serangan teror domestik, dan letusan gunung berapi.

"Ini adalah lima setengah tahun yang paling memuaskan dalam hidup saya. Tapi, itu juga memiliki sejumlah tantangan. Di antara agenda yang berfokus pada perumahan, kemiskinan anak dan perubahan iklim, kita menghadapi serangan biosekuriti, peristiwa teror domestik, bencana alam, pandemi global, dan krisis ekonomi," kata dia dalam pengumuman pengunduran dirinya.

Dalam kesempatan yang sama, Jacinda menyinggung sejumlah capaian pemerintahannya.

"Kita berada di tempat yang berbeda secara fundamental dalam isu perubahan iklim, dengan target yang ambisius dan rencana untuk mencapainya. Kita telah membalikkan statistik kemiskinan anak dan membuat peningkatan paling signifikan dalam isu kesejahteraan dan perumahan... Kita telah mempermudah akses pendidikan dan pelatihan, meningkatkan upah dan kondisi pekerja... Kita telah bekerja keras membuat kemajuan dalam isu identitas nasional...," terang Jacinda.

4 dari 4 halaman

Penghormatan bagi Jacinda

Merespons pengunduran diri Jacinda, PM Kanada Justin Trudeau mentwit, "Terima kasih atas kemitraan dan persahabatan - dan atas kepemimpinan Anda yang berempati, penuh kasih, kuat, dan stabil selama beberapa tahun terakhir ini. Perbedaan yang Anda buat tidak terhitung."

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan bahwa Jacinda telah menunjukkan kepada dunia bagaimana memimpin dengan kecerdasan dan kekuatan.

Wakil Perdana Menteri Fiji Biman Prasad mengungkapkan bahwa kawasan Pasifik akan kehilangan pemimpin yang karismatik.

Masa jabatan Jacinda sebagai perdana menteri akan berakhir paling lambat 7 Februari.

Belum jelas siapa yang akan menggantikannya. Namun, nama wakil PM yang juga menteri keuangan, Grant Robertson, disebut-sebut sebagai calon terdepan.

Kaukus Partai Buruh sekarang memiliki waktu tujuh hari dari pengumuman Jacinda untuk mengetahui apakah seorang kandidat baru memiliki lebih dari dua pertiga dukungan untuk menjadi pemimpin dan perdana menteri baru. Pemungutan suara kaukus untuk menentukan pemimpin baru akan dilakukan dalam waktu tiga hari mendatang.

Jika tidak ada yang memenuhi ambang batas dukungan di dalam kaukus, kontes kepemimpinan akan jatuh ke keanggotaan Partai Buruh yang lebih luas.