Liputan6.com, Taipei - Taiwan merupakan salah satu tempat di Asia yang dikenal ramah LGBT. Pernikahan sesama jenis sudah legal di republik tersebut.
Kini, pemerintah Taiwan akan memperluas pengakuan pasangan sesama jenis untuk orang-orang dari berbagai negara, meski di negara asalnya pernikahan tersebut belum legal.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan laporan Taiwan News, Senin (23/1/2023), Kementerian Dalam Negeri Taiwan membuat keputusan itu pekan lalu bahwa dua orang dengan gender yang sama tidak boleh diabaikan haknya untuk berpasangan secara permanen dalam rangka tinggal bersama.
Perubahan ini terjadi karena berbagai gugatan hukum, termasuk kasus pengadilan pada 2021 ketika warga Taiwan dan Macau sempat kesulitan mencatat pernikahan mereka.
Meski LGBTÂ legal di Macau, pemerintah setempat tidak memberikan hak-hak lain. Dengan perubahan kebijakan di Taiwan, pasangan dari Macau atau Hong Kong bisa mencatat pernikahan dengan orang Taiwan.
Anggota Fan Yun menyambut positif perkembangan ini karena ada kesetaraan bagi pasangan sesama jenis.
"Saya sangat gembira bahwa pemerintah Taiwan telah memenuhi impian semua orang agar memiliki keluarga pada Hari Raya Imlek," ujar Fan Yun melalui Facebook.
Namun, kebijakan Taiwan tidak berlaku bagi untuk warga China Daratan. Hal itu disesalkan aktivis karena menyulitkan pasangan orang Taiwan dan China Daratan.
Aktivis dari grup Taiwan Alliance to Promote Civil Partnership Rights (TAPCPR) mengaku senang atas perkembangan terbaru, tetapi kecewa karena pasangan Taiwan-China Daratan tetap tak diakui hubungannya.
"Kami akan terus bekerja bersama dengan mitra-mitra kami dari kedua sisi Taiwan sampai ke hari kita bisa menikah," ujar grup tersebut.
Hubungan dengan China Masih Tegang, Wamil Taiwan Tambah 1 Tahun
Sebelumnya dilaporkan, Taiwan akan memperpanjang wajib militer dari empat bulan menjadi satu tahun, kata Presiden Tsai Ing-wen.
Dilansir BBC, Selasa (27/12/2022), keputusan tersebut diambil di tengah meningkatnya ketegangan dengan China, yang mengklaim pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu sebagai wilayahnya.
Berbicara pada konferensi pers pada hari Selasa, Presiden Tsai mengumumkan rencana baru untuk memperkuat pertahanan Taiwan jika terjadi serangan dari Beijing.
"Perdamaian tidak akan jatuh dari langit... Taiwan berada di garis depan ekspansi otoriter," katanya.Â
Presiden Tsai mengatakan wajib militer juga akan menjalani pelatihan yang lebih intensif, meminjam beberapa elemen dari AS dan militer maju lainnya. Dia menambahkan bahwa sistem pertahanan pulau itu saat ini tidak memadai untuk mengatasi agresi dari China, yang memiliki salah satu militer terbesar dan tercanggih di dunia.
Tentara Taiwan telah menyusut sejak awal 1990-an ketika semua pria berusia di atas 18 tahun diharuskan untuk bertugas di militer hingga tiga tahun.Â
Selama beberapa dekade berikutnya, layanan dipersingkat menjadi satu tahun dan 10 bulan sebelum dikurangi lagi menjadi empat bulan.Â
Aturan baru mulai berlaku pada Januari 2024 - bulan yang sama Taiwan akan memilih presiden berikutnya.Â
"Ini adalah keputusan yang sangat sulit, tetapi sebagai presiden, sebagai kepala pasukan militer, adalah tugas saya yang tidak dapat dihindari untuk membela kepentingan nasional dan cara hidup demokrasi kita," kata Presiden Tsai.
"Tidak ada yang menginginkan perang, orang Taiwan dan Taiwan adalah sama, dan komunitas internasional juga sama," katanya, seraya menambahkan "agresi militer China menjadi semakin jelas setelah latihan perangnya di bulan Agustus."
Advertisement
Isu Selat Taiwan
Ketegangan antara Taipei dan Beijing melonjak pada Agustus setelah kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke pulau itu.
Beijing menanggapi dengan mengadakan latihan militer terbesarnya di laut sekitar Taiwan. Taipei menyebut latihan itu "sangat provokatif".
Pada bulan Oktober, Presiden China Xi Jinping tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk bersatu dengan Taiwan dalam pidato pembukaannya di Kongres Partai Komunis di Beijing.
Belakangan minggu itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan China mengejar penyatuan dengan Taiwan "pada waktu yang jauh lebih cepat" dari yang diperkirakan sebelumnya.Â
Taiwan juga menjadi titik nyala dalam hubungan AS-China mengingat hubungan dekat pulau itu dengan Washington. Itu diyakini menjadi poin diskusi utama ketika Xi bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di KTT G20 pada November.Â
Setelah pertemuan itu, Biden mengatakan dia tidak yakin China akan menginvasi Taiwan.
Tetapi ketegangan kembali meningkat pada hari Senin ketika Taiwan melaporkan salah satu serangan China terbesar di sekitar pulau itu, dengan 71 pesawat angkatan udara China, termasuk jet tempur dan drone, memasuki apa yang disebut zona identifikasi pertahanan udara Taiwan.