Sukses

Teror Bom ke Ratusan Sekolah di Jepang Bikin Panik, Pelaku Masih Misterius

Jepang memburu orang yang mengirim faks ancaman bom ke ratusan sekolah di Jepang.

Liputan6.com, Tokyo - Ratusan sekolah di Jepang dilaporkan menerima ancaman bom. Hal itu membuat panik.

Mengutip laporan BBC, Kamis (26/1/2023), ancaman bom itu dikirim melalui faks ke banyak sekolah menengah dan universitas awal pekan ini dari nomor yang terdaftar di Tokyo.

Menurut polisi, tidak ada bahan peledak yang ditemukan di gedung-gedung sekolah, dan sejauh ini tidak ada laporan penyerangan terhadap siswa dan staf.

Polisi Jepang kemudian memburu sosok yang mengirimkan ancaman bom dan pembunuhan ke ratusan sekolah, yang menyebabkan penutupan yang tergesa-gesa.

Ancaman bom jarang terjadi di Jepang, yang terkenal dengan tingkat kejahatannya yang rendah.

Gelombang pertama pesan ancaman dimulai pada Senin 24 Januari, menjangkau sekolah dan universitas di seluruh negeri. Di satu prefektur, Saitama, lebih dari 170 sekolah mendapat ancaman bom, kata pihak berwenang.

Media lokal melaporkan bahwa satu pesan mengklaim ada lebih dari 330 bom telah dipasang, sementara yang lain berbunyi: "Saya menanam bom besar."

Permintaan Tebusan hingga Ancaman Pembunuhan Siswa dan Guru

Beberapa laporan mengatakan pesan tersebut meminta uang tebusan mulai dari 300.000 yen sekitar Rp 34,5 juta hingga 3 juta yen (berkisar Rp 345 juta).

Pada Selasa 24 Januari, pesan yang mengancam akan membunuh siswa dan guru dengan senjata rakitan dikirim dari nomor yang sama ke sekolah menengah di berbagai prefektur termasuk Osaka, serta Saitama dan Ibaraki di dekat Tokyo.

Ancaman tersebut membuat banyak sekolah di Jepang ditutup sebagai tindakan pencegahan, meskipun sebagian besar telah dibuka kembali setelah tutup satu hari pada Kamis 26 Januari.

Mesin fax masih umum digunakan di Jepang.

2 dari 4 halaman

Ada Hacker di Balik Rangkaian Ancaman Bom di Sekolah Australia

Sebelumnya, serangkaian ancaman bom lewat telepon diterima di 30 sekolah seantero Australia dalam seminggu terakhir. Setelah dilakukan pemeriksaan, pihak keamanan memastikan hal itu dilakukan oleh hacker yang meretas ke server-server penyedia layanan telepon otomatis.

Aksi serupa juga terjadi secara bersamaan di institusi pendidikan dasar di Prancis, Italia, Belanda, Jepang dan Inggris.

Ancaman pertama kali terjadi pada 29 Januari dan tak terlalu diungkap oleh media di Australia karena polisi di New South Wales (NSW) meminta para reporter untuk tidak memberikan perhatian bagi penelepon yang mengancam akan melakukan penembakan massal serta meledakkan bom di sekolah.

Namun pihak sekolah merasakan, gangguan semakin serius sehingga membuat para pengajar, murid dan orang tua tidak nyaman dengan ancaman yang berlangsung hingga Februari tersebut.

Pada Selasa kemarin, 17 sekolah di Victoria, 9 di Queensland dan 5 di Canberra terpaksa mengevakuasi murid-muridnya.

Dan pada Rabu (3/2/2016), 8 sekolah di Queensland mendapatkan ancaman yang sama. Pun sekolah di Victoria, dan NSW di bagian tengah.

Kepala polisi Victoria, Graham Ashton mengatakan bahwa ancaman itu hoax semata namun tetap saja mereka harus tetap melakukan evakuasi dan tidak menanggapnya enteng.

"Mereka berharap kita lengah dan menggubris ancaman itu, dan bagaimana bahwa pada saat itu kami lengah dan ternyata bukan hoax?" kata Ashton seperti dilansir dari The Guardian.

Dia juga tak percaya bahwa pelaku hoax saling terinspirasi satu sama lain, melainkan sebuah sistem cangggih yang bisa melakukan ancaman secara bersamaan.

Bagaimanapun, kelompok peretas 'Evacuation Squad' mengaku bertanggung jawab atas ancaman telepon ke sekolah di Eropa, AS, Jepang dan Afrika Selatan. Namun menurut Viktor Olyavich, perwakilan grup itu, mereka tidak bertanggung jawab terhadap ancaman di Australia.

Menteri pendidikan untuk wilayah Victoria, James Merlino, Australia Federal Police (AFP) dan polisi tengah melakukan penyelidikan secara global mencari pelaku.

"Ini bukan wilayah hukum yang mudah," ujarnya kepada ABC Radio. "Dunia hacker itu kompleks, sulit untuk mencari pelakunya," imbuhnya lagi.

Sejauh ini, ancaman-ancaman itu tidak berhubungan dengan terorisme.

Profesor Sanjay Jha, direktur untuk keamanan siber di Universitas NSW mengatakan polisi sulit menemukan pelaku.

Ada banyak server di internet untuk para pelaku usaha untuk melakukan telepon otomatis, contohnya perbankan yang ingin memperingatkan nasabah jika ada transaksi misterius. Atau perusahaan telemarketing yang ingin menawarkan produknya.

"Apa yang terjadi dengan server itu adalah, kita bisa membuat akun dan saat pembuatannya, mereka tidak memerlukan identitas kita sebenarnya," kata Jha.

"Itu berarti semua orang bisa melakukannya dengan identitas palsu dan server berada di luar Australia sehingga sulit untuk melacaknya," pungkas Jha.

3 dari 4 halaman

Pesawat Jetstar di Jepang Mendarat Darurat Akibat Ancaman 100 Kg Bom

Ancaman bom juga pernah dialami sebuah pesawat penerbangan Jepang yang kemudian mendarat darurat.

"Sebuah pesawat yang diterbangkan oleh maskapai murah Jetstar melakukan pendaratan darurat di Jepang tengah pada Sabtu (7/1/2023), setelah pihak berwenang menerima ancaman bom dari penelepon internasional," lapor penyiar publik NHK mengutip sumber polisi.

"Bandara Narita Tokyo menerima telepon pada pukul 06.20 pagi waktu Jepang dari seorang pria di Jerman yang mengatakan dalam bahasa Inggris bahwa dia telah meletakkan bom di pesawat," lapor NHK, mengutip sumber polisi.

Penerbangan domestik dari Narita ke kota barat daya Fukuoka itu kemudian dialihkan ke Bandara Chubu, kata juru bicara bandara Chubu kepada CNN.

"136 penumpang dan enam awak di dalamnya dievakuasi dari pesawat di sana," lapor NHK.

Mengutip sumber kepolisian, NHK mengatakan pria pengancam bom itu mengklaim telah menempatkan 100 kilogram (220 pon) bahan peledak plastik di ruang kargo pesawat dan menuntut untuk berbicara dengan "manajer" atau dia akan meledakkannya.

"Tidak ada bahan peledak yang ditemukan di dalam pesawat," kata NHK.

Satu orang terluka ringan saat meninggalkan pesawat menurut NHK, yang menyiarkan rekaman penumpang yang dievakuasi dari pesawat melalui saluran darurat.

Gambar yang dibagikan di media sosial menunjukkan sebuah Airbus A320, yang dioperasikan oleh Jetstar, dengan parasut dikerahkan dan penumpang dievakuasi di sekitar pesawat.

Juru bicara Bandara Chubu mengatakan insiden itu sedang diselidiki dan bandara telah menangguhkan penerbangan.

4 dari 4 halaman

Ancaman Bom ke Pesawat Singapore Airlines SQ33 Picu Pengawalan Jet Tempur, 1 Orang Ditangkap

Sementara itu, seorang pria berusia 37 tahun ditangkap karena diduga membuat ancaman bom di atas pesawat Singapore Airlines (SIA) dari San Francisco yang mendarat di Singapura pada Rabu 28 September 2022 dini hari.

Menurut The Straits Times yang dikutip Kamis 29 September 2022, pria yang ditangkap terkait ancaman bom itu adalah warga negara asing.

Penerbangan SQ33, yang meninggalkan San Francisco pada pukul 22.26 pada Senin 26 September (Selasa 27 September pukul 13.26 waktu Singapura) dengan 209 penumpang dan 17 awak di dalamnya, dikawal oleh dua jet tempur RSAF sebelum mendarat di Bandara Changi pada Rabu 28 September sekitar pukul 05.50. Demikian menurut Angkatan Udara dan polisi Republik Singapura dalam sebuah pernyataan.

Polisi diberitahu tentang ancaman itu pada hari Rabu sekitar pukul 2.40 pagi, tambah pernyataan itu.

Seorang juru bicara SIA dalam menanggapi pertanyaan mengatakan SQ33 menuju ke bagian terisolasi dari bandara untuk pemeriksaan keamanan setelah mendarat, dan kemudian ditarik ke Terminal 3 setelah pemeriksaan keamanan selesai.

Defence Ministry (Mindef) atau Kementerian Pertahanan Singapura dalam sebuah posting Facebook pada hari Rabu mengatakan: "“Tim dari Kelompok Pertahanan Kimia, Biologi, Radiologi dan Bahan Peledak Angkatan Darat Singapura dan Divisi Polisi Bandara berada di lokasi untuk memverifikasi klaim tersebut."

"Ancaman itu kemudian diverifikasi sebagai palsu, dan orang yang mencurigakan telah ditangkap."

Menteri Pertahanan Ng Eng Hen dalam sebuah posting Twitter mengatakan angkatan udara mengaktifkan dua jet tempur F-16 untuk mengawal penerbangan pesawat SQ33.

Pernyataan polisi mengatakan penyelidikan awal menunjukkan bahwa penumpang diduga mengklaim bahwa ada bom di tas jinjing, dan telah menyerang kru.

"Dia ditahan oleh kru, dan kemudian ditangkap … karena dicurigai mengonsumsi obat-obatan terlarang. Penyelidikan polisi sedang berlangsung," tambah polisi.

Selengkapnya klik di sini... Â