Liputan6.com, Beijing - Provinsi Sichuan di China yang berpenduduk lebih dari 80 juta orang akan mencabut pembatasan jumlah anak dan larangan bagi pasangan belum menikah memiliki anak. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya nasional untuk meningkatkan angka kelahiran di negara itu.
Komisi Kesehatan Sichuan mengumumkan pada Senin (30/1/2023), pihaknya akan mengizinkan semua orang untuk mendaftarkan kelahiran ke pemerintah provinsi mulai 15 Februari 2023. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (31/1).
Baca Juga
Kebijakan reproduksi nasional tidak secara eksplisit melarang perempuan yang belum menikah untuk memiliki anak tetapi bukti pernikahan diperlukan bagi orang tua untuk mengakses layanan gratis termasuk perawatan kesehatan sebelum melahirkan, gaji ibu selama cuti melahirkan, dan perlindungan pekerjaan.
Advertisement
Mendorong Lebih Banyak Kelahiran
Pemerintah China telah memperkenalkan daftar tindakan dan perubahan legislatif yang terus bertambah untuk mendorong lebih banyak orang memiliki anak. Pada tahun 2022, populasi China turun untuk pertama kalinya dalam enam dekade, di mana kematian melebihi jumlah kelahiran.
Kekhawatiran pemerintah sebagian besar berpusat pada dampak populasi yang menua terhadap perekonomian, karena proporsi penduduk usia kerja menyusut dibandingkan dengan mereka yang didukung oleh kesejahteraan negara.
Menurut data pemerintah, Sichuan menempati urutan ketujuh dalam hal proporsi populasi yang lebih tua dari 60 tahun atau lebih dari 21 persen. Provinsi tersebut termasuk di antara sejumlah wilayah yang telah mencoba berbagai insentif untuk meningkatkan kelahiran. Pada Juli 2021, pemerintah Sichuan memperkenalkan tunjangan bulanan kepada orang tua yang memiliki anak kedua atau ketiga hingga anak tersebut berusia tiga tahun.
Pada tahun 2016, China membatalkan kebijakan satu anak yang kontroversial, yang diperkenalkan pada tahun 1979. Keluarga-keluarga yang melanggar aturan satu anak akan didenda dan dalam beberapa kasus bahkan kehilangan pekerjaan.
Dalam budaya yang secara historis mendukung kelahiran anak laki-laki dibanding perempuan, kebijakan itu juga menyebabkan aborsi paksa dan ketidakseimbangan gender yang besar.
Namun, perubahan yang dimulai pada tahun 2016 itu juga dinilai gagal menghentikan penurunan tingkat kelahiran. Salah satu penyebabnya adalah generasi muda yang menolak pernikahan dan melahirkan dengan alasan tingginya biaya hidup hingga tekanan pekerjaan.
Advertisement
Respons Warganet
Menanggapi perubahan aturan di Sichuan, reaksi warganet beragam. Beberapa mengkritik kebijakan baru karena pemerintah dinilai putus asa untuk meningkatkan angka kelahiran.
"Mari kita pertimbangkan pertanyaan apakah akan melahirkan atau tidak setelah reformasi sistem pendidikan dan medis," kata seorang warganet.
Seorang lainnya yang mendukung kebijakan tersebut mengatakan, "Di bawah kebijakan ini, jauh lebih bebas masalah dan menghormati kebebasan reproduksi."