Liputan6.com, Beograd - Presiden Serbia Aleksandar Vucic pada Kamis (2/2/2023) memperingatkan, negara itu bisa menjadi paria Eropa jika menolak rencana Barat untuk menormalisasi hubungan dengan Kosovo. Hal tersebut diungkapkan Vucic selama sesi parlemen, di mana oposisi sayap kanan mendesak parlemen untuk menolak rencana tersebut dan menuduhnya mengkhianati Serbia.
Rencana tersebut belum dipublikasikan secara resmi, tetapi Vucic mengatakan bahwa Serbia tidak akan keberatan dengan masuknya Kosovo ke dalam organisasi internasional, termasuk PBB, meskipun tidak harus secara resmi mengakui kenegaraannya.
Baca Juga
"Saya belum menandatangani apapun. Saya sampaikan bahwa kita akan melanjutkan pembicaraan. Orang-orang harus mengerti... Apakah kita akan menjadi paria Eropa? Ya, kita bisa saja," ungkap Vucic seperti dikutip dari AP, Jumat (3/2).
Advertisement
Merespons pernyataan Vucic, terjadi kekacauan antara parlemen dari partai penguasa dengan oposisi, yang meneriakkan "pengkhianatan, pengkhianatan" dan "kami tidak akan menyerahkan Kosovo". Beberapa lainnya menuntut pengunduran diri Vucic.
Vucic menanggapinya dengan meneriaki balik bahwa mereka adalah pencuri dan pengkhianat.
Kedaulatan Kosovo, bekas provinsi Serbia yang mendeklarasikan kemerdekaan pada 2008, tidak diakui oleh pemerintah Serbia.
Sengketa antara Serbia dan Kosovo telah menjadi sumber ketegangan di Balkan sejak perang pada 1998-1999, yang berakhir ketika kampanye pengeboman NATO memaksa Serbia menarik diri dari bekas provinsinya tersebut. Amerika Serikat dan Uni Eropa baru-baru ini telah meningkatkan upaya untuk menyelesaikan masalah karena khawatir akan ketidakstabilan mengingat perang juga tengah berkecamuk di Ukraina.
Vucic mengklaim, utusan Barat mengatakan kepadanya bulan lalu bahwa proses aksesi Serbia ke Uni Eropa dan investasi ekonomi akan dihentikan jika Beograd menolak tawaran Barat terbaru untuk mencapai solusi.
Ultimatum
Anggota parlemen oposisi garis keras pro-Rusia di Parlemen Serbia menggambarkan rencana Barat atas Kosovo sebagai "ultimatum". Mereka mengatakan itu berarti Serbia harus mengakui kemerdekaan Kosovo sebagai syarat untuk akhirnya bergabung dengan Uni Eropa (UE).
"Kami tidak melihat satu alasan pun mengapa kami harus menerima ultimatum Barat ini," kata Bosko Obradovic dari partai sayap kanan Dveri.
Serbia mengandalkan dukungan dari Rusia dan China dalam penolakannya terhadap kemerdekaan Kosovo. Inilah salah satu alasan mengapa Beograd tidak memberlakukan sanksi apa pun terhadap Moskow atas perang di Ukraina.
Vucic mengatakan sangat penting bagi Serbia untuk melanjutkan proses aksesi ke UE, tetapi dia menegaskan kembali bahwa negara itu tidak akan bergabung dengan NATO.
"Penolakan terhadap upaya Barat akan menghasilkan "isolasi total". Anda tidak bisa berfungsi sendiri," demikian peringatan Vucic kepada oposisi.
Ketegangan yang membara selama beberapa dekade antara Serbia dan Kosovo terkadang meledak menjadi kekerasan, terutama di bagian utara negara yang berbatasan dengan Serbia dan yang sebagian besar dihuni oleh etnis Serbia.
Perang pada tahun 1998-1999 meletus ketika separatis etnik Albania melancarkan pemberontakan melawan pemerintahan Serbia dan Beograd menanggapinya dengan tindakan keras yang brutal. Sekitar 13.000 orang meninggal, sebagian besar etnis Albania.
Advertisement