Liputan6.com, Tokyo - Sekitar tiga abad yang lalu, 47 samurai tak bertuan (ronin) menggelar aksi balas dendam kepada seorang bangsawan. Mereka menuntut keadilan karena tuan mereka disuruh bunuh diri (seppuku).
Cerita para ronin itu masih terus populer hingga kini, dan pernah diangkat ke layar lebar oleh Hollywood.Awal insiden ini adalah cekcok antara dua orang daimyo, yakni Naganori Asano dari Oka dan Yoshinaka Kira yang merupakan pejabat tinggi kekaisaran.
Advertisement
Baca Juga
Menurut situs Japan Gallery, Kira sejatinya ditugaskan menjadi mentor untuk Asano dalam hal upacara resmi di Kastil Edo (Tokyo). Akan tetapi hubungan mereka retak. Ada yang menyebut Kira tidak puas dengan hadiah yang Asano berikan. Kira juga disebut meminta jatah uang dari Asano, serta kerap mencaci maki daimyo muda itu.
Suatu hari, kesabaran Asano akhirnya habis. Ia mencabut wakizashi miliknya dan berusaha menyerang Kira. Serangan itu gagal, dan Asano dihukum melaksanakan seppuku.
Berdasarkan catatan sejarah, Asano meninggal pada 1701. Usianya masih awal 30-an.Kabar kematian Asano akhirnya sampai di daerah Oka. Otomatis para samurai yang menjadi anak buah Asano merasa geger, toh pemimpin mereka harusnya dilatih, namun berakhir dengan tragedi.
Akhirnya para samurai yang sudah tak bertuan itu sepakat untuk balas dendam. Kira sudah memprediksi siasat tersebut dan memperkuat pertahanan di sekitarnya.
Para ronin tersebut ternyata tidak sekadar impulsif. Perencanaan panjang pun mereka buat untuk balas dendam.
Ke Mana Hukum Berpihak?
Kira mengirim mata-mata untuk memantau pergerakan para ronin. Ternyata, para ronin tersebut memiliki gaya hidup yang amburadul. Mereka suka mabuk-mabukan dan seperti tak punya rencana hidup.
Akting para ronin itu berhasil mengelabui mata-mata Kira. Alhasil, daimyo itu mulai lengah.
Berdasarkan artikel Britannica, pemimpin para ronin itu adalah Yoshio Oishī. Dialah yang menjadi mastermind dari pembalasan ini dan berhasil mengecoh para mata-mata musuh.
Pada malam bersalju tanggal 30 Januari 1703, para ronin berkumpul di Edo untuk melancarkan serangan ke kediaman Kira. Anak dari Oishī juga hadir. Serangan berjalan lancar dan Kira terbunuh.
Setelah membalas dendam, para ronin mempersembahkan kepala Kira di makam Asano, namun mereka tidak melarikan diri.
Masyarakat yang mendengar kisah tersebut merasa simpati kepada para ronin. Warga yang mengetahui aksi mereka bahkan menyetop mereka untuk ditraktir. Shogun Tokugawa juga dilaporkan merasa simpati.
Sayangnya, hukum tak berpihak ke pembalas dendam.
Pada 4 Februari 1703, para 47 ronin divonis untuk melakukan seppuku. Namun, vonis itu merupakan solusi dari pihak shogun agar mereka mati bukan sebagai kriminal.
Satu orang diberikan ampunan, sehingga ada 46 yang bunuh diri pada Maret 1703.
Kisah para ronin ini dikenang oleh rakyat Jepang dalam bentuk teater dan acara TV, sebelum akhirnya makin dikenal luas oleh audiens internasional.
Advertisement
Ritual Seppuku
Ritual seppuku lebih dikenal dengan nama harakiri di Indonesia. Seppuku dilakukan para samurai untuk kehormatan mereka, misalnya ketika kalah dalam perang.
Menurut situs From Japan, ritual ini dilakukan sebagai cara tanggung jawab bagi samurai dan militer Jepang ketika gagal dalam misi mereka. Ritual ini bisa dilakukan sendiri atau atas perintah. Meski seppuku adalah ritual zaman dulu, dampak seppuku ini pun masih "berlanjut" secara negatif terhadap tindakan bunuh diri di era kontemporer Jepang saat ini.
Salah satu pemimpin yang pernah melakukan seppuku adalah Nobunaga Oda yang merupakan salah satu pemersatu Jepang di era Sengoku. Ia melakukan seppuku di Kuil Honnoji saat dikhianati oleh jenderal kepercayaannya, Mitsuhide Akechi.
Sejumlah tokoh di era Sengoku yang juga melakukan seppuku adalah Nagamasa Azai (ipar Nobunaga, suami Oichi), Katsuie Shibata (ipar Nobunaga, suami kedua Oichi), Ujmasa Hojo, dan Katsuyori Takeda.