Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan mengintensifkan negosiasi terkait aturan-aturan di Laut China Selatan pada Code of Conduct (CoC). Komitmen ini dibuat setelah acara perkumpulan menteri luar negeri ASEAN di Jakarta, 3-4 Februari 2023.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Sidharto Suryodipuro juga menyebut negosiasi CoC tahun ini akan mencari pendekatan-pendekatan baru yang sesuai hukum-hukum internasional.
Advertisement
Baca Juga
Namun, ia belum bisa mengungkap pendekatan baru seperti apa untuk mengurus isu Laut China Selatan ini. Saat ini, pihaknya masih berada di tahap eksplorasi untuk mendapatkan ide-ide baru.
"Sebagaimana di semua negosiasi, ini adalah sebuah proses. Dan proses itu sama pentingnya dengan hasilnya," ujar Sidharto dalam konferensi pers usai pertemuan para menlu ASEAN di Jakarta, Sabtu (4/2/2023).
Sidharto mengungkap bahwa salah satu unsur yang ada di CoC adalah adanya unsur perdamaian, yakni agar semua pihak menahan diri dari segala bentuk tindakan yang mengubah situasi di Laut China Selatan.
"Di antara unsur yang ada di CoC itu adalah semua pihak menahan diri dari tindakan yang bisa mengubah situasi di kawasan. Indonesia sendiri kita tidak menerima segala bentuk upaya yang mengubah situasi di laut," ujarnya.
Selain itu, Sidharto juga menyorot bahwa terjadi pula overlapping wilayah perairan di LCS antara negara-negara ASEAN sendiri. Ia berkata bahwa hal itu merupakan wewenang masing-masing negara untuk menyelesaikannya secara bilateral, dan tidak harus melalui ASEAN.
Isu Laut China Selatan hingga kini masih kontroversial karena klaim sepihak China dengan Nine-Dash Lines (Sembilan Garis Putus-Putus) sehingga sebagian besar wilayah Laut China Selatan menjadi milik China. Klaim China tersebut tidak diakui secara internasional.
Pemerintah Disarankan Tambah Kapal Selam
Sebelumnya dilaporkan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan RI direkomendasikan untuk menambah jumlah kapal selam hingga 16 unit, sebagai salah satu langkah strategi keamanan maritim Indonesia.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dinamika serta implikasi geopolitik negara di kawasan Laut China Selatan (LCS).
 Rekomendasi itu disampaikan oleh Mahasiwa Program Doktoral Universitas Pertahanan (Unhan) Cohort 3, Cecep Hidayat, saat mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi terbuka yang digelar di Kampus Unhan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/1/2023).
Sejumlah rekan seangkatan Cecep hadir bersama keluarga di sidang terbuka itu, termasuk Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP)Â Hasto Kristiyanto, yang sudah lebih dahulu lulus program studi ilmu pertahanan Unhan. Disertasi karya Cecep berjudul 'Geopolitik Negara Kawasan Asia Tenggara dalam Merespons Sengketa di Laut China Selatan dan Implikasinya bagi Keamanan Maritim Indonesia'.
"Rekomendasi kepada Kementerian Pertahanan RI, peningkatan alutsista berupa jumlah kapal selam, minimal 16 buah, yang disesuaikan dengan pangkalan depan 4 buah, pangkalan induk di belakangnya, dalam rangka mendukung pertahanan kewilayahan yang 4 buah, dan kekuatan cadangan strategis sebanyak 8 buah," kata Cecep.
Â
Advertisement
Perkembangan Kekuatan di Indo-Pasifik
Lebih lanjut, Cecep menyorot peningkatan kemampuan dan jumlah alutsista tersebut harus terus dilakukan untuk dapat mengimbangi perkembangan kekuatan yang terjadi di kawasan Indo Pasifik.
Ia juga menyarankan agar Kementerian Pertahanan RI melakukan review Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 66 Tahun 2019 Tentang Susunan Organisasi TNI.
Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa kedudukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) adalah sebagai Komando Utama (Kotama). Hal ini berdampak pada struktur organisasi Kogabwilhan tidak mungkin membawahi Kotama TNI lainnya.
Oleh karena itu, perlu dilaksanakan peninjauan ulang terhadap Perpres tersebut di mana kedudukan Kogabwilhan seharusnya merupakan Komando Gabungan (Kogab) yang membawahi Kotama di wilayah jajarannya, dengan posisi Kogab berada di bawah Panglima TNI.
"Dengan demikian, akan terbentuk suatu jaring Komando yang solid antarmatra TNI dalam melaksanakan operasi," jelas Cecep.
Menurut dia, konflik yang terjadi telah meningkatkan eskalasi ancaman di kawasan konflik. Hal tersebut menyebabkan negara-negara yang bersangkutan mulai meningkatkan kekuatan militernya demi mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya masing-masing.
"Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan terhadap perlombaan perseniataan Angkatan Laut atau naval arms race diantara negara-negara kawasan. Bahkan sebagian besar negara yang bersangkutan senantiasa meningkatkan kapasitas patroli laut dan latihan tempur di area sengketa," ungkap Cecep.