Liputan6.com, Teheran - Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei setuju untuk memberikan amnesti kepada mereka yang ditahan selama aksi protes antipemerintah. Namun, amnesti tidak berlaku bagi penyandang warga negara ganda, mereka yang dihukum mati, atau mereka yang menolak mengakui dan menyesali kejahatannya.
Amnesti juga tidak akan berlaku bagi mereka yang dituduh bekerja sama dengan agen asing, pelaku pembakaran gedung-gedung pemerintah, dan mereka yang dituduh berafiliasi dengan kelompok yang memusuhi Iran. Pihak berwenang dinilai hanya tertarik membebaskan anak-anak muda dengan motif politik minimal.
"Dalam peristiwa baru-baru ini, sejumlah orang, terutama kaum muda, melakukan tindakan dan kejahatan yang salah sebagai akibat dari indoktrinasi dan propaganda musuh. Karena musuh asing dan rencana arus antirevolusi telah digagalkan, banyak dari pemuda ini sekarang menyesali tindakan mereka," ungkap Kepala Kehakiman Iran Gholamhossein Mohseni Ejei yang mengusulkan pemberian amnesti seperti dikutip dari The Guardian, Senin (6/2/2023).
Advertisement
Dia menambahkan, "Orang-orang muda ini sama sekali tidak menentang sistem Republik Islam Iran, jadi kami... menawarkan amnesti dan menutup kasus mereka di setiap tahap, sehingga masa depan mereka tidak akan terpengaruh oleh catatan kriminal. Jelas, jika orang-orang yang diampuni ini melakukan kejahatan lagi, mereka akan ditindak lebih keras menurut hukum."
Pemerintah belum memberikan angka pasti tentang jumlah orang yang ditangkap yang masih ditahan atau kemungkinan memenuhi syarat untuk mendapatkan amnesti. Sejumlah laporan menyebutkan ada puluhan ribu orang yang akan dikenakan amnesti. Kantor berita Iran menggambarkan amnesti sebagai tindakan rekonsiliasi yang penting, menunjukkan rekaman para tahanan yang tampak gembira mendengar kabar tersebut.
Badan-badan hak asasi manusia mengklaim bahwa sejauh ini sebanyak 20.000 orang telah ditangkap dan empat orang telah dieksekusi dengan 100 lainnya masih terancam dieksekusi berdasarkan dakwaan yang dijatuhkan terhadap mereka.
Merespons kabar amnesti, LSM Hak Asasi Manusia Iran menyebutnya sebagai propaganda. Menurut mereka, tidak ada yang seharusnya dituntut karena menggunakan hak yang sah untuk melancarkan protes.
Kebuntuan Politik
Amnesti datang ketika dua politikus reformis senior memperingatkan bahwa pemerintah Iran sedang menghadapi kebuntuan politik.
Mantan presiden Iran Mohammad Khatami dalam sebuah pesan bertepatan dengan peringatan 44 tahun revolusi mengatakan bahwa reformasi dalam struktur politik negara itu telah menemui jalan buntu.
Menurut Khatami, reformasi tidak memerlukan perubahan dan amendemen konstitusi, melainkan kembali ke semangat dan bahkan teks. Khatami pun menyerukan pembebasan tahanan politik, kebebasan pers, memisahkan militer dari politik, dan memperbaiki proses dan prosedur peradilan negara.
"Pemerintah tidak menunjukkan tanda-tanda bersedia memperbaiki kesalahan masa lalu," katanya.
Pesan reformasi yang lebih radikal disampaikan pada Sabtu (4/2), oleh salah satu pemimpin Gerakan Hijau 2009 Mir Hossein Mousavi, di mana dia menyerukan referendum nasional dan perubahan konstitusi. Kata-kata Mousavi menyiratkan bahwa dia telah mengubah pandangannya tentang apakah konstitusi saat ini dapat direformasi.
Dalam sebuah pesan yang didukung pernyataan kolektif oleh tujuh tahanan politik terkemuka, Mousavi menyerukan pembentukan majelis konstituante untuk menyusun konstitusi baru.
"Iran dan rakyat Iran membutuhkan perubahan mendasar, dengan fitur utamanya... 'Perempuan, Kehidupan, Kebebasan'. Tiga kata itu adalah benih dari masa depan yang cerah, bebas dari penindasan, kemiskinan, penghinaan, dan diskriminasi," kata Mousavi, yang telah menjadi tahanan rumah sejak 2011.
Mousavi juga mendesak angkatan bersenjata berdiri di sisi kebebasan, mendesak mereka tidak melupakan janji untuk melindungi Iran, setiap nyawa, harta benda, dan hak-hak rakyat.
Advertisement