Sukses

HEADLINE: Gempa Dahsyat Nan Mematikan di Turki, Pelajaran Penting untuk Indonesia?

Pagi itu, Senin 6 Februari 2023 pukul 04.17 waktu setempat, ketika masih banyak orang terlelap, gempa bumi mengguncang Turki. Ribuan bangunan hancur, puluhan ribu orang diperkirakan tewas.

Liputan6.com, Istanbul - Pagi itu, Senin 6 Februari 2023 pukul 04.17 waktu setempat, ketika masih banyak orang terlelap, gempa bumi mengguncang Turki. Ribuan bangunan hancur, puluhan ribu orang diperkirakan tewas.

Gempa dahsyat nan mematikan berkekuatan magnitudo 7,8 itu berpusat di Kota Kahramanmaras. Tak hanya sekali, saat evakuasi korban tertimbun reruntuhan gedung, gempa besar lain berkekuatan magnitudo 7,5 pada pukul 13.24 kembali terjadi.

Hingga Selasa (7/2/2023) sore waktu Indonesia, total korban tewas akibat gempa telah mencapai 5.021. Sebanyak 3.419 jiwa berada di Turki, dan sisanya, 1.602 di Suriah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi jumlah kematian akibat lindu di Turki dan Suriah bisa melampaui 20.000 orang. "Ada potensi terus terjadi keruntuhan lebih lanjut sehingga kami sering melihat peningkatan delapan kali lipat pada jumlah awal," ungkap petugas darurat senior WHO untuk Eropa Catherine Smallwood seperti dikutip dari The Guardian.

"Kami selalu melihat hal yang sama terkait gempa... korban meninggal atau luka akan meningkat cukup signifikan pada pekan berikutnya."

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut gempa 6 Februari 2023 ini sebagai bencana terbesar di Turki dalam kurun 100 tahun. Gempa dengan kekuatan serupa, magnitudo 7,8 terakhir terjadi di Turki pada 1939, yang membuat 30 ribu nyawa melayang.

Erdogan pun langsung menetapkan menetapkan masa berkabung nasional selama tujuh hari. "Karena gempa yang terjadi di negara kita pada 6 Februari, masa berkabung nasional diumumkan selama tujuh hari. Bendera kita akan dikibarkan setengah tiang hingga matahari terbenam pada Minggu, 12 Februari, di seluruh bagian negara kita dan perwakilan di luar negeri," kata Erdogan via Twitter.

Sementara itu, UNICEF melaporkan ribuan rumah kemungkinan telah hancur setelah gempa di Turki dan Suriah. "Ribuan rumah kemungkinan besar telah hancur, menggusur keluarga dan mengekspos mereka ke waktu ketika suhu secara teratur turun di bawah titik beku dan salju, serta hujan beku biasa terjadi," sebutnya.

Kondisi diperparah dengan adanya badai salju lebat yang juga melanda beberapa bagian Suriah dan Turki, dengan perkiraan suhu di bawah nol derajat.

Di Turki saja, setidaknya 5.606 bangunan runtuh, menurut Badan Penanggulangan Bencana dan Darurat Turki. Pun, ada laporan kehancuran serupa di Suriah utara. Kemungkinan rumah sakit dan sekolah, serta fasilitas medis dan pendidikan lain rusak atau hancur.

Seperti Turki, Indonesia pun tak luput dari bencana gempa. Hal ini lantaran Indonesia secara geografis terletak berada di kawasan Ring of Fire atau 'Cincin Api' Pasifik.

Mengamati fenomena ini, pengamat pun menilai bahwa Indonesia masih belum siap jika menghadapi bencana gempa seperti yang terjadi di Turki. Hal ini lantaran minimnya persiapan mitigasi bencana alam. 

"Kalau di kita belum optimal kesiapannya, karena seperti kita kemarin di Cianjur, mengindikasikan kita juga belum siap karena adanya banyak korban," ujar Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/2/2023).

Trubus menilai pemerintah Indonesia hanya melakukan penanganan pada saat kejadian. Sementara pada saat sebelum dan sesudah bencana, upaya yang dilakukan masih kurang. 

Menurutnya, dalam menghadapi bencana ada tiga tahapan yang harus diperhatikan. Pertama, upaya preventif sebelum bencana terjadi. Dalam hal ini, penting untuk dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana, hingga jalur evakuasi yang harus ditempuh. 

"Tapi, untuk daerah tertentu yang sering mengalami bencana seperti Lumajang, ketika Semeru kerap erupsi, masyarakat sudah tau cara menghindari bencana sementara kalau di Cianjur, tidak ada persiapan sehingga berakibat banyaknya korban," jelasnya. 

Maka dari itu, ia menilai bahwa masyarakat perlu diedukasi soal cara melindungi diri ketika terjadi bencana. Ini termasuk semua lapisan masyarakat seperti anak-anak hingga lansia. 

Kedua ketika bencana terjadi, yang kerap menimbulkan masalah adalah proses distribusi bantuan.  "Titik-titik poskonya berjauhan karena wilayahnya luas, itu yang membuat seringkali kita koordinasinya lemah," jelas Trubus. 

Ketiga, adalah terkait penanganan pasca-bencana. "Kita kan cuma relokasi doang, setelah direlokasi apa yang harus dilakukan gitu." 

Dengan penanganan seperti itu, Trubus pun menyimpulkan bahwa Indonesia masih jauh dari kata siap jika menghadapi gempa seperti yang dialami Turki.

"Indonesia kan minim kebijakan preventif, sehingga tata ruang nggak pernah ada informasi ke publik misalkan daerah di sini dibangun. Terus juga kan kontruksi bangunan kita bukan untuk gempa, tapi hanya rumah konvensional. Dan lagi-lagi edukasi masyarakat juga masih kurang, itu yang membuat ketika ada bencana kita jadi nggak siap," paparnya lagi. 

Trubus juga menambahkan, pemerintah bisa melakukan sejumlah aksi konkret terkait bencana alam, terutama di wilayah yang rawan bencana. Hal ini termasuk perlunya pembangunan posko tetap dan edukasi masyarakat yang terus menerus. 

Di sisi lain, Pakar Mitigasi Bencana, Eko Teguh Paripurno menilai bahwa harus ada perhatian khusus terhadap konstruksi serta bangunan-bangunan tua yang tidak siap menghadapi bencana seperti gempa. 

"Sebelum bicara mitigasi, yang perlu dilakukan adalah pemetaan gedung-gedung tua yang akan jadi masalah," ungkapnya. 

Ia menilai mitigasi bencana kerap menjadi kambing hitam setiap kali terjadi bencana. Namun sebenarnya, para ahli bangunan gedung perlu mencermati dan menganalisa bangunan gedung yang sudah ada. 

"Beri mereka ruang untuk bekerja dan membuat keputusan. Sayangnya, kalau keputusannya baik, tapi tidak populer, banyak yang tidak mendukung dan tidak memberi ruang peran," jelasnya. 

"Saya sebagai geologiwan "hanya" bicara genetis sebab, tapi tidak mampu bicara kerentanan gedung-gedung kita," sambungnya lagi. 

Ia juga menekankan perlunya melakukan pemetaan gedung yang menyimpang antara perencanaan dan fakta konstruksinya, sebagai dampak korupsi. Eko menambahkan, perlu dilakukan kajian forensik atas gedung untuk menilai apakah gedung tersebut telah dibuat secara baik, sesuai perencanaan dan penganggarannya.

"Jadi, maaf, ini, di Indonesia terutama, bukan sekedar urusan mitigasi," simpulnya.

Ia juga mengatakan bahwa ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah, namun juga pemilik gedung yang harus melakukan uji kelayakan struktur dan ketahanan gedungnya. Sementara pemerintah harus membuat kebijakan yang memaksa bahwa hal tersebut harus dilakukan. 

2 dari 4 halaman

Kondisi WNI di Turki

Lima WNI dinyatakan hilang kontak usai bencana gempa bumi terjadi di Turki. Gempa besar terjadi dua kali pada Senin 6 Februari 2023 dengan kekuatan di atas magnitudo 7. 

Duta Besar RI untuk Turki Lalu Iqbal Muhamad mengungkap ada 10 WNI yang terluka akibat gempa. Luka yang dialami seperti patah tulang. Dubes Iqbal sedang dalam perjalanan darat menuju Gaziantep. 

"Kemarin kita masih menyampaikan bahwa jumlah WNI kita yang terkena dampak langsung, yang luka-luka dari gempa ini ada tiga orang, per hari ini, per tadi malam (Senin), sudah menjadi 10 orang. Jadi empatnya sudah bisa kita rawat di rumah sakit, sementara enamnya yang sekarang akan kita evakuasi," ujar Dubes Lalu Iqbal Muhamad dalam konferensi pers virtual bersama Kementerian Luar Negeri RI, Selasa (7/2/2023). 

Tim dari Kedutaan Besar (kedubes) RI di Turki berkata ingin membawa para korban terluka ke Ankara untuk dirawat, sebab RS setempat sudah penuh.

Selain itu, ternyata ada lima WNI yang hilang kontak, termasuk seorang ibu dan pekerja spa. 

"Ada satu ibu dengan dua anak yang saat ini mereka tinggal di Antakya, sampai saat ini belum berhasil kami hubungi. Kami sudah mencoba melalui simpul-simpul masyarakat dan akan terus kami coba," ungkap Dubes Turki. 

Sementara, pekerja spa yang belum berhasil dihubungi berasal dari daerah Diyarbakir. Mereka pun belum merespons di grup WhatsApp teman-teman sesama pekerja spa terapis.

"Ada dua pekerja spa terapis yang sampai saat ini belum bisa kami hubungi," ujar Dubes Turki yang masih mencari-cari kabar lima orang tersebut. 

Selain itu, Dubes RI untuk Turki tersebut berkata magnitudo gempa Turki 6 Februari 2023 sangat besar, sehingga menyulitkan pemerintah lokal melakukan evakuasi. 

Terpisah, salah seorang warga negara Indonesia (WNI) di Kota Kahramanmaras, Hammam menceritakan bagaimana kondisi terkini warga Indonesia khususnya para pelajar di bawah naungan kelompok tersebut di sana.

"Kabar terkini, banyak apartemen di Kahramanmarasyang roboh dan sudah ada beberapa tenda darurat dari pemerintah di sekitar pusat kota," ujar Hammans yang merupakan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Kahramanmaras saat dihubungi Liputan6.com.

Untuk kabar mahasiswa Indonesia di Kahramanmaras, "Insyaallah aman, ada satu orang yang luka ringan."

Hammans menuturkan, sejauh ini pihak KBRI di Turki telah memberikan bantuan setelah gempa Turki 6 Februari 2023 berupa dana, "tapi kita belum bisa menggunakan dana bantuan itu, karena toko-toko di Kahramanmaras masih pada tutup," ucapnya.

"Kita cuma mengandalkan makanan yang ada saja," jelasnya lagi.

Menurut penuturan Hammans, "kemarin sempat ada orang Turki yang menjarah toko-toko yang tidak buka, kita juga terpaksa ikut karena kekurangan makanan."

Sejauh ini belum ada bantuan pemerintah lokal, karena sepertinya fokus ke daerah pusat kota karena pusat gempa dengan korban paling tinggi berada di sana.

Di bawah naungan PPI Kahramanmaras, Hammans mengatakan ada sekitar 50-an orang yang terdampak gempa Turki.

"Yang di Kota Gaziantep sekitar 20-an orang juga termasuk naungan PPI Kahramanmaras," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Korban Tewas Diperkirakan Melampaui 20 Ribu Jiwa

Badan PBB, WHO, memprediksi bahwa jumlah kematian akibat gempa Turki dan Suriah magnitudo 7,8 yang terjadi pada Senin (6/2/2023), bisa melampaui 20.000 orang.

"Ada potensi terus terjadi keruntuhan lebih lanjut sehingga kami sering melihat peningkatan delapan kali lipat pada jumlah awal," ungkap petugas darurat senior WHO untuk Eropa Catherine Smallwood seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (7/2).

"Kami selalu melihat hal yang sama terkait gempa... korban meninggal atau luka akan meningkat cukup signifikan pada pekan berikutnya."

Dikutip dari CNN, jumlah korban tewas saat ini nyaris mencapai 5.000 jiwa. Di Turki angka kematian tercatat 3.381, sementara di Suriah 1.559.

Adapun korban luka di kedua negara mencapai lebih dari 15.000 orang.

Gempa susulan dilaporkan terus mengguncang Turki, menciptakan kondisi berbahaya bagi penyelamat dan penyintas. Sebuah video dramatis menunjukkan bangunan runtuh beberapa jam setelah gempa awal, mengirimkan tumpukan debu ke udara saat orang-orang berlarian sambil berteriak.

"Cuaca dan skala bencana mempersulit tim bantuan untuk mencapai daerah yang terkena dampak," kata Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca, seraya menambahkan bahwa helikopter tidak dapat lepas landas pada Senin karena cuaca buruk.

Badai salju lebat baru-baru ini melanda beberapa bagian Suriah dan Turki dan pada Rabu (8/2), suhu dingin diperkirakan akan turun beberapa derajat di bawah nol.

Foto-foto yang diambil di sejumlah kota yang terdampak gempa di tenggara Turki menunjukkan, anggota keluarga berkerumun di sekitar api unggun agar tetap hangat. Beberapa mencari perlindungan di bus, pusat olah raga, masjid dan di bawah tenda terpal sementara.

Badan Penanggulangan Bencana dan Darurat Turki (AFAD) mengungkapkan, setidaknya 5.606 bangunan runtuh selama gempa dan beberapa jam setelahnya.

"Rumah Sakit Negara Iskenderun di Iskenderun, termasuk di antara," ungkap Menkes Koca. "Kami berusaha menyelamatkan tenaga medis dan pasien di sana. Bencana seperti ini hanya bisa diatasi dengan solidaritas."

AFAD mengonfirmasi bahwa pada Senin malam, setidaknya 300.000 selimut, 24.712 tempat tidur, dan 19.722 tenda telah dikirim ke daerah yang terkena dampak gempa.

Situasi di Suriah

Di Suriah, negara yang sudah menderita akibat perang saudara, kehancuran meluas. Sebagian besar Suriah barat laut, yang berbatasan dengan Turki, dikendalikan oleh pasukan antipemerintah dan lembaga bantuan memperingatkan krisis kemanusiaan akut yang kemungkinan akan dirasakan selama berbulan-bulan mendatang.

Koordinator Kemanusiaan PBB di Suriah El-Mostafa Benlamlih mengatakan kepada CNN bahwa misi pencarian dan penyelamatan di Suriah terhambat oleh kurangnya alat berat dan mesin.

Dia mengatakan pasokan stok PBB telah didistribusikan dan dibutuhkan lebih banyak obat-obatan dan peralatan medis, terutama air tawar atau alat untuk memperbaiki tangki air yang rusak.

"Sebagian besar masyarakat bergantung pada tangki air yang ditinggikan. Sebagian besar tangki air yang ditinggikan ini adalah yang pertama jatuh, atau rusak. Mereka membutuhkan penggantian atau mereka membutuhkan perbaikan. Kami membutuhkan ini semua," katanya.

Juru bicara UNICEF James Elder mengungkapkan, sekitar 4 juta orang di Suriah utara telah mengungsi dan mengandalkan dukungan kemanusiaan akibat perang. Gempa pun memperparah kondisi saat musim dingin yang beku plus serangan wabah kolera.

"Semua orang kewalahan di bagian dunia itu… ada banyak hal yang harus dilakukan," kata Elder. "Orang-orang meninggalkan rumah mereka sering kali dalam kondisi yang sangat dingin tanpa akses ke air yang aman. Jadi air adalah kuncinya. Demikian pula selimut, makanan, dan dukungan psikologis.”

Rumah sakit di negara itu kewalahan saat para korban mencari pertolongan, dengan beberapa fasilitas rusak akibat gempa. Dan ada kekhawatiran khusus tentang penyebaran penyakit, terutama di kalangan anak-anak, yang sudah hidup dalam kesulitan yang luar biasa.

Seorang sukarelawan dari kelompok White Helmets, yang secara resmi dikenal sebagai Pertahanan Sipil Suriah, mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki cukup bantuan untuk menangani bencana ini.

"Tim kami bekerja sepanjang waktu untuk membantu menyelamatkan orang-orang yang terluka. Tapi kemampuan kita, kekuatan kita tidak cukup untuk menangani bencana ini. Bencana ini membutuhkan upaya internasional untuk menanganinya," ujar Ismail Alabdullah dari kelompok White Helmets.

4 dari 4 halaman

5 Faktor Penyebab Gempa Turki Mematikan

Turki (Turkiye) sedang berkabung. Sudah lebih dari empat ribu orang kehilangan nyawa akibat terjadinya dua gempa besar pada Senin 6 Februari 2023. Gempa terasa hingga ke Israel.

Pusat gempa berada di sekitar kota Gaziantep yang berlokasi di provinsi Gaziantep. Banyak korban yang tertimbun di reruntuhan gedung-gedung, dan ketika proses evakuasi masih berlangsung, ada gempa besar lain yang terjadi. 

WHO menyebut jumlah korban akan terus bertambah hingga berkali-kali lipat. Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan telah mengumumkan hari berkabung selama sepekan di negaranya. Gempa yang terjadi pada Senin kemarin adalah yang terbesar di Turki sejak tahun 1939. Lebih dari 30 ribu orang meninggal pada bencana tersebut. 

"Ada potensi terus terjadi keruntuhan lebih lanjut sehingga kami sering melihat peningkatan delapan kali lipat pada jumlah awal," ungkap petugas darurat senior WHO untuk Eropa Catherine Smallwood seperti dikutip The Guardian.

WHO memprediksi pekan depan jumlah banyaknya akan mulai terlihat. Selain itu, ada juga korban yang berada di Suriah. Para WNI di Turki sejauh ini masih dinyatakan aman karena jauh dari pusat gempa.

Ada sejumlah faktor mengapa gempa Turki bisa menyebabkan banyak korban. Turki sebetulnya merupakan area rawan gempa, namun ada sejumlah faktor lain seperti waktu dan infrastruktur gempa.

Berikut lima faktor yang berkontribusi kepada parahnya dampak gempa di Turki, 6 Februari 2023, serta penjelasannya:

1. Turki Zona Gempa

Negara Turki berada di area Lempeng Anatolia. Para ahli menyebut Turki memang adalah salah zona paling rawan gempa di dunia. 

Menurut laporan Al Jazeera, area Turki berada di Patahan Anatolia Utara yang melalui Lempeng Anatolia dan Lempeng Eurasia di bagian utara Turki. Ada juga Patahan Anatolia Timur yang melalui Lempeng Arabia yang berada di tenggara Turki. 

Pada gempa besar tahun 1939, gempa terjadi di Erzincan yang sisi utara (timur laut) Turki. Pada 1999 juga terjadi gempa di timur laut. Warga Istanbul ikut terdampak pada gempa tahun 1999.

Sementara gempa 2023 terjadi di bagian selatan atau tepatnya di Gaziantep yang berada di tenggara Turki. 

Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha pada Selasa 7 Februari 2023 menyebut gempa yang terjadi tidak berdampak ke kota-kota besar seperti Istanbul dan Ankara. 

2. Waktu Kejadian

Berdasarkan laporan Phys.org, pakar dari British Geological Survey, Roger Musson, turut menyorot waktu terjadinya gempa yang terjadi pagi hari. Gempa terjadi di Turki pada pukul 04.17 pagi waktu setempat ketika waktu masyarakat sedang tidur.

Musson berkata hal itu mengakibatkan orang-orang "terjebak saat rumah mereka runtuh", ujar Musson kepada AFP.

Ketika gempa besar kedua terjadi pada siang hari, warga juga masih sibuk melakukan evakuasi para korban yang tertimbun reruntuhan karena gempa awal.

3. Lokasi Kejadian

Lebih lanjut, Musson meyorot bahwa lokasi gempa dekat Gaziantep mirip dengan gempa yang terjadi pada 1882. Puluhan ribu orang meninggal akibat gempa tersebut.

Menurut Musson, gempa pada Februari 2023 karena gerakan patahan tektonik Arabia yang bergerak ke arah utara, sehingga menggesek Turki. Gerakan patahan tersebut tidak berjalan dengan lancar, sehingga menyebabkan gempa besar.

Sebelumnya, United States Geological Survey (USGS) menyorot lokasi gempa pada Senin pagi berada di area pertigaan tempat lempeng Afrika, Arabia, dan Anatolia bertemu.

4. Bangunan Tak Tahan Gempa

Hal lain yang menjadi sorotan adalah bangunan yang tak tahan gempa. Bangunan di daerah Gaziantep disebut berbeda dari bangunan di kota seperti Istanbul. 

Pakar insyinyur struktural dari USGS, Kishor Jaiswal, berkata gedung-gedung baru di Istanbul didesain tahan gempa, sementara bangunan-bangunan di selatan Turki ini banyak yang bangunan lama, sehingga rapuh, jelas Jaiswal seperti dilansir PBS.

Sementara, vulkanolog Carmen Solana dari Porstmouth University menyebut infrastruktur tahan  gempa adalah hal yang krusial di area gempa, namun di bagian Turki selatan infrastruktur seperti itu tidak banyak, ujarnya seperti dikutip Phys.org.

Video-video juga banyak beredar di media sosial yang menampilkan momen kehancuran bangunan-bangunan di area terdampak gempa. Bangunan bisa amblas dalam hitungan detik.

Ribuan bangunan dilaporkan hancur di Turki akibat gempa Senin 6 Februari 2023. Pihak KBRI Ankara menyebut rumah dan asrama WNI juga ikut hancur. Para WNI terdampak gempa akhirnya dijemput oleh KBRI.

5. Gempa Dangkal

Gempa di Turki terjadi di daratan, dan kedalamannya dangkal. Gempa yang dangkal bisa memicu kehancuran yang lebih parah. 

Menurut USGS, gempa di Turki pada Senin pagi hanya memiliki kedalaman 10 kilometer. 

Dilaporkan NBC News, Direktur dari Pacific Northwest Seismic Network dan profesor dari University of Washington, Harold Tobin, menyebut bahwa gempa yang terjadi termasuk "gempa kontinental yang terbesar". 

"Skalanya luar biasa," ujar Tobin.

Setelah melihat video-video kehancuran gedung di Turki, Tobin juga mengakui bahwa bangunannya tidak memenuhi standar tahan gempa.