Liputan6.com, Ankara - Badan PBB, WHO, memprediksi bahwa jumlah kematian akibat gempa Turki dan Suriah magnitudo 7,8 yang terjadi pada Senin (6/2/2023), bisa melampaui 20.000 orang.
"Ada potensi terus terjadi keruntuhan lebih lanjut sehingga kami sering melihat peningkatan delapan kali lipat pada jumlah awal," ungkap petugas darurat senior WHO untuk Eropa Catherine Smallwood seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (7/2).
"Kami selalu melihat hal yang sama terkait gempa... korban meninggal atau luka akan meningkat cukup signifikan pada pekan berikutnya."
Advertisement
Dikutip dari CNN, jumlah korban tewas saat ini nyaris mencapai 5.000 jiwa. Di Turki angka kematian tercatat 3.381, sementara di Suriah 1.559.
Adapun korban luka di kedua negara mencapai lebih dari 15.000 orang.
Gempa susulan dilaporkan terus mengguncang Turki, menciptakan kondisi berbahaya bagi penyelamat dan penyintas. Sebuah video dramatis menunjukkan bangunan runtuh beberapa jam setelah gempa awal, mengirimkan tumpukan debu ke udara saat orang-orang berlarian sambil berteriak.
"Cuaca dan skala bencana mempersulit tim bantuan untuk mencapai daerah yang terkena dampak," kata Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca, seraya menambahkan bahwa helikopter tidak dapat lepas landas pada Senin karena cuaca buruk.
Badai salju lebat baru-baru ini melanda beberapa bagian Suriah dan Turki dan pada Rabu (8/2), suhu dingin diperkirakan akan turun beberapa derajat di bawah nol.
Foto-foto yang diambil di sejumlah kota yang terdampak gempa di tenggara Turki menunjukkan, anggota keluarga berkerumun di sekitar api unggun agar tetap hangat. Beberapa mencari perlindungan di bus, pusat olah raga, masjid dan di bawah tenda terpal sementara.
Badan Penanggulangan Bencana dan Darurat Turki (AFAD) mengungkapkan, setidaknya 5.606 bangunan runtuh selama gempa dan beberapa jam setelahnya.
"Rumah Sakit Negara Iskenderun di Iskenderun, termasuk di antara," ungkap Menkes Koca. "Kami berusaha menyelamatkan tenaga medis dan pasien di sana. Bencana seperti ini hanya bisa diatasi dengan solidaritas."
AFAD mengonfirmasi bahwa pada Senin malam, setidaknya 300.000 selimut, 24.712 tempat tidur, dan 19.722 tenda telah dikirim ke daerah yang terkena dampak gempa.
Situasi di Suriah
Di Suriah, negara yang sudah menderita akibat perang saudara, kehancuran meluas. Sebagian besar Suriah barat laut, yang berbatasan dengan Turki, dikendalikan oleh pasukan antipemerintah dan lembaga bantuan memperingatkan krisis kemanusiaan akut yang kemungkinan akan dirasakan selama berbulan-bulan mendatang.
Koordinator Kemanusiaan PBB di Suriah El-Mostafa Benlamlih mengatakan kepada CNN bahwa misi pencarian dan penyelamatan di Suriah terhambat oleh kurangnya alat berat dan mesin.
Dia mengatakan pasokan stok PBB telah didistribusikan dan dibutuhkan lebih banyak obat-obatan dan peralatan medis, terutama air tawar atau alat untuk memperbaiki tangki air yang rusak.
"Sebagian besar masyarakat bergantung pada tangki air yang ditinggikan. Sebagian besar tangki air yang ditinggikan ini adalah yang pertama jatuh, atau rusak. Mereka membutuhkan penggantian atau mereka membutuhkan perbaikan. Kami membutuhkan ini semua," katanya.
Juru bicara UNICEF James Elder mengungkapkan, sekitar 4 juta orang di Suriah utara telah mengungsi dan mengandalkan dukungan kemanusiaan akibat perang. Gempa pun memperparah kondisi saat musim dingin yang beku plus serangan wabah kolera.
"Semua orang kewalahan di bagian dunia itu… ada banyak hal yang harus dilakukan," kata Elder. "Orang-orang meninggalkan rumah mereka sering kali dalam kondisi yang sangat dingin tanpa akses ke air yang aman. Jadi air adalah kuncinya. Demikian pula selimut, makanan, dan dukungan psikologis.”
Rumah sakit di negara itu kewalahan saat para korban mencari pertolongan, dengan beberapa fasilitas rusak akibat gempa. Dan ada kekhawatiran khusus tentang penyebaran penyakit, terutama di kalangan anak-anak, yang sudah hidup dalam kesulitan yang luar biasa.
Seorang sukarelawan dari kelompok White Helmets, yang secara resmi dikenal sebagai Pertahanan Sipil Suriah, mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki cukup bantuan untuk menangani bencana ini.
"Tim kami bekerja sepanjang waktu untuk membantu menyelamatkan orang-orang yang terluka. Tapi kemampuan kita, kekuatan kita tidak cukup untuk menangani bencana ini. Bencana ini membutuhkan upaya internasional untuk menanganinya," ujar Ismail Alabdullah dari kelompok White Helmets.
Advertisement