Sukses

Tim Investigasi: Presiden Rusia Vladimir Putin Terindikasi Kuat Terlibat Penembakan Malaysia Airlines MH17

Tim Investigasi Gabungan dari Kejaksaan Umum Belanda pada Rabu (8/2/2023), mengungkapkan temuan baru yang menyeret keterlibatan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam tragedi penembakan MH17.

Liputan6.com, Amsterdam - Ada "indikasi kuat" bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin secara pribadi menyetujui keputusan untuk memberikan kelompok separatis DPR (Donetsk People’s Republic) di Ukraina, rudal yang menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines MH17 pada 17 Juli 2014. Hal tersebut diungkapkan Tim Investigasi Gabungan dari Kejaksaan Umum Belanda pada Rabu (8/2/2023).

Meskipun demikian, tim investigasi menekankan bahwa bukti lengkap dan konklusif yang tinggi tidak terpenuhi dan terlepas dari itu, sebagai kepala negara, Putin memiliki kekebalan dari penuntutan.

Tim investigasi gabungan menuturkan telah membagikan temuan terbarunya ini kepada keluarga 298 korban MH17.

Rusia telah berulang kali membantah bertanggung jawab atas serangan terhadap Malaysia Airlines MH17. Namun, pejabat Rusia serta media pemerintah dinilai telah memberikan penjelasan yang sering bertentangan atas tragedi tersebut.

Pesawat Malaysia Airlines MH17 sedang dalam perjalanan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur ketika ditembak rudal dari wilayah yang dikuasai oleh pemberontak pro-Rusia di Ukraina timur. Terdapat 298 orang dalam penerbangan tersebut dan seluruhnya tewas.

Tim investigasi gabungan sebelumnya telah menyimpulkan bahwa MH17 jatuh akibat rudal Buk Rusia, yang ditembakkan dari peluncur milik brigade rudal antipesawat ke-53 Rusia. Kemudian pengadilan Belanda pada November lalu memvonis bersalah dua warga Rusia dan seorang separatis Ukraina atas pembunuhan massal melalui keterlibatan mereka dalam tragedi Malaysia Airlines MH17.

2 dari 2 halaman

Tim Investigasi: Permintaan Separatis Disetujui Putin

Dalam temuan terbaru mereka, tim investigasi gabungan menegaskan dugaan bahwa para pemimpin DPR "berhubungan dekat" dengan penasihat Kremlin dan dinas intelijen Rusia.

"Setelah separatis meminta senjata antipesawat dengan jangkauan yang lebih tinggi, permintaan mereka pada paruh kedua Juni 2014 dibahas di Administrasi Kepresidenan Rusia di Moskow. Itu adalah badan negara yang mendukung presiden. Setelah itu, permintaan sistem pertahanan udara yang lebih berat diajukan kepada menteri pertahanan dan presiden," jelas tim investigasi di pengadilan Belanda pada Rabu.

Tim investigasi gabungan mengklaim bahwa permintaan separatis tersebut disetujui.

"Dalam percakapan telepon yang direkam, pejabat pemerintah Rusia mengatakan bahwa keputusan tentang dukungan militer berada di tangan presiden," kata tim investigasi gabungan. "Keputusan itu diundur seminggu karena yang mengambil keputusan hanya satu (...) orang yang tengah berada di pertemuan tingkat tinggi di Prancis. Presiden Putin saat itu, pada 5 dan 6 Juni 2014, berada di Prancis untuk memperingati D-Day," sebut tim investigasi gabungan.

"Ada informasi konkret bahwa permintaan dari separatis disampaikan kepada presiden dan keputusan positif diambil. Tidak diketahui apakah permintaan secara eksplisit menyebutkan sistem Buk. Tak lama kemudian, sistem pertahanan udara berat dikirimkan, termasuk Buk yang kemudian menembak jatuh MH17."

Meski demikian, tim investigasi gabungan menggaris bawahi bahwa tidak ada bukti yang cukup kuat untuk memulai penuntutan baru.

"Karena saat ini belum dapat ditentukan siapa operator Buk-TELAR dan informasi konkret lainnya tentang hal ini masih kurang, belum dapat ditentukan mengapa mereka menembakkan roket Buk ke MH17, apa misi mereka, dan informasi apa yang mereka miliki pada saat menembak," sebut tim investigasi gabugan.