Liputan6.com, Den Haag - Belanda, pada Sabtu 18 Februari 2023, memerintahkan sejumlah diplomat Rusia untuk meninggalkan Negeri Kincir Angin dalam waktu dua pekan.
Kantor perdagangan Rusia di Amsterdam juga harus tutup pada Selasa 21 Februari 2023, kata Menteri Luar Negeri Wopke Hoekstra seperti dikutip dari MSN News, Minggu (19/2/2023).
Baca Juga
Dia menuduh Rusia mencoba menempatkan mata-mata di Belanda, yang juga merupakan rumah bagi lembaga-lembaga internasional, termasuk Mahkamah Pidana Internasional dan pengawas senjata kimia global OPCW.
Advertisement
"Rusia terus berusaha untuk secara diam-diam memasukkan agen intelijen ke Belanda di bawah kedok diplomasi. Kami tidak bisa dan tidak akan mengizinkan itu," kata Hoekstra.
Dia tidak mengatakan dengan tepat berapa banyak orang Rusia yang telah disuruh meninggalkan negara itu.
Langkah Belanda untuk mengusir sejumlah diplomat Rusia dipicu oleh kekhawatiran atas spionase tetapi juga didasarkan pada deretan visa diplomatik.
Â
Simak video pilihan berikut:
Advertisement
Perselisihan Tentang Visa Diplomatik
Keputusan itu muncul di tengah perselisihan tentang penolakan Moskow untuk memberikan visa kepada diplomat Belanda yang bekerja di staf konsulat di St. Petersburg dan kedutaan besar di ibukota Rusia.
Tak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina, Belanda mengusir 17 diplomat Rusia karena dicurigai melakukan spionase, dan sebagai tanggapan, Moskow mengusir beberapa diplomat Belanda dari Rusia.
Menlu Belanda Hoekstra mengatakan kedua negara kemudian setuju untuk menerima diplomat baru, tetapi dia menambahkan bahwa Rusia menolak untuk mengeluarkan visa.
Akibatnya, Belanda menutup konsulatnya di St. Petersburg karena kekurangan staf.
Belanda mengatakan pihaknya juga telah memutuskan untuk membatasi jumlah diplomat di kedutaan Rusia di Den Haag agar sesuai dengan jumlah mereka yang berada di kedutaan Belanda di Moskow.
Moskow mengatakan akan menanggapi langkah Belanda itu, kantor berita RIA milik pemerintah Rusia melaporkan.
Â
AS Sebut Rusia Lakukan Kejahatan terhadap Kemanusiaan untuk Perang di Ukraina
Pada kabar lain, Pemerintahan Amerika Serikat (AS) secara resmi menyimpulkan bahwa Rusia melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan selama hampir setahun menginvasi Ukraina. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden AS Kamala Harris dalam pidatonya di Munich Security Conference pada Sabtu (18/2/2023).
"Dalam kasus tindakan Rusia di Ukraina, kami telah memeriksa bukti-buktinya, kami mengetahui standar hukumnya, dan tidak ada keraguan: ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Kamala, yang merupakan seorang mantan jaksa, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (19/2).
"Dan saya katakan kepada semua orang yang telah melakukan kejahatan ini dan kepada atasan mereka yang terlibat dalam kejahatan itu, Anda akan dimintai pertanggungjawaban."
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang juga menghadiri konferensi tersebut mengatakan, pasukan Rusia telah melakukan pembunuhan dengan gaya eksekusi terhadap pria, wanita, dan anak-anak Ukraina; penyiksaan terhadap warga sipil dalam tahanan melalui pemukulan, penyetruman, dan eksekusi pura-pura; memperkosa; dan bersama pejabat Rusia lainnya, telah mendeportasi ratusan ribu warga sipil Ukraina ke Rusia, termasuk anak-anak yang dipisahkan secara paksa dari keluarga mereka.
"Tindakan ini tidak acak atau spontan, itu adalah bagian dari serangan Kremlin yang meluas dan sistematis terhadap penduduk sipil Ukraina," ujar Blinken.
Kesimpulan resmi, yang dihasilkan dari analisis hukum dan faktual yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri AS, itu tidak membawa konsekuensi langsung bagi perang Ukraina.
Advertisement