Sukses

23 Februari 2018: Alina Zagitova Raih Medali Emas Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang

Alina Zagitova mengalahkan rekan setimnya Evgenia Medvedeva dengan tipis dalam kompetisi skating tunggal putri di Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang

Liputan6.com, Pyeongchang - Tepat pada 23 Februari di tahun 2018, tim olimpiade skating Rusia mencetak sejarah di kejuaran Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang, Korea Selatan. 

Alina Zagitova mengalahkan rekan setimnya Evgenia Medvedeva dengan skor tipis dalam kompetisi skating tunggal putri di Olimpiade Musim Dingin tersebut, ia memenangkan medali emas pertama untuk Atlet Olimpiade dari tim Rusia.

"Saya belum sepenuhnya menyadari bahwa saya telah menang," kata Zagitova, yang baru berusia 15 tahun.

"Saya rasa perlu waktu untuk memahami bahwa saya memenangkan Olimpiade ini," tuturnya kembali, ketika mendapatkan medalinya di Pyeongchang.

Selain bakatnya yang luar biasa, Zagitova sukses menarik perhatian. Ia menampilkan semua gerakan paling rumit untuk ditampilkan di babak kedua, dan memaksimalkan potensi sehingga mencetak angka dari tiap gerakannya.

Tapi Zagitova juga memanfaatkan babak pertama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bermain skating.

Ia melakukan itu dengan kemampuan free skate di Korea Selatan. Ketika tiba waktunya untuk melakukan lompatan, dia melakukannya dengan presisi, berputar dan mendarat dengan mulus.

Saat dia selesai melakukan aksinya, penonton, termasuk kontingen Rusia bersorak keras atas penampilan Zagitova. Diapun keluar dari area ski tersebut dengan muka yang berseri-seri.

Zagitova berkata, "Saya terkejut dan itu kejutan yang menyenangkan. Saya senang bisa mengatasi kegugupan saya, pergi ke sana dan meluncur di program saya dengan tenang," ucapnya. 

2 dari 4 halaman

Zagitova Menilai Dirinya Telah Melakukan yang Terbaik di Olimpiade

"Saya akan memberi nilai empat dengan sedikit plus, untuk penampilan saya, karena saya tidak melakukan kombinasi lompatan pertama (triple Lutz - triple loop), tetapi saya melakukannya di babak ke dua. Saya membuktikannya sekali lagi kepada diri saya, bahwa saya dapat mengubah elemen lompatan saya selama olimpiade ini," katanya. 

Tiga atlet asal Amerika ada di lapangan kala itu. Mereka bernama Mirai Nagasu, Karen Chen, dan Bradie Tennell. Ketiganya bahkan tidak berada di podium. Tak satu pun dari mereka yang mencetak angka di atas 70 poin dalam short program.

Skor Zagitova dalam program free style meraih 156,65 poin dan mempertahankan medali emas. 

Sementara itu, Kaetlyn Osmond yang berasal dari Kanada (22), menujukkan penampilan anggun dan mulus, dengan elemen yang mengalir satu sama lain. Dia mempunyai satu sorotan gaya yang menarik: triple salchow, double toeloop, dan kombinasi loop ganda yang membuat orang bersorak keras.

Bagi Osmond, setidaknya ada satu kesalahan dia saat mendarat. Ketika dia berputar untuk menyelesaikan gerakan finish, namun sempat terjatuh.

 

3 dari 4 halaman

15 Februari 1953: Tenley Albright, Perempuan AS Pertama Pemenang Kejuaraan Dunia Ice Skating

Masih terkiat olimpiade. Pada 15 Februari 1953, Tenley Albright menjadi perempuan Amerika Serikat (AS) pertama yang memenangkan kejuaraan seluncur indah dunia di Davos, Swiss.

Kala itu, ia saat masih berusia 17 tahun.

Ketujuh juri di Kejuaraan Seluncur Indah Dunia 1953 memberinya juara pertama. Albright pun membawa pulang medali emas pertama untuk dirinya dan untuk AS.

Albright usai penemapilan, menganggap bahwa itu adalah performa "terbaik" yang ia miliki.

"Mengenakan kostum berwarna terang dengan kelap-kelip yang berkilau di bawah sinar matahari, Tenley Albright berputar di sekitar arena, mengeksekusi dengan mudah semua manuver skating yang sulit," lapor Associated Press, sebagaimana dikutip dari History.

Albright menampilkan beberapa teknik yang memukau para juri dan 4.000 penonton, seperti double axel, double loop, double rittbereer, dan double solchow.

"Kombinasi semacam itu belum pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang perempuan," kata seorang pakar skating dari Swiss.

Setelah penampilan Albright, ayahnya yang merupakan seorang ahli bedah, merasa bahwa Albright belum siap untuk memasuki dunia sebagai seorang bintang skater profesional.

"Albright harus kuliah dan terlalu muda untuk menjadi bintang profesional," kata ayahnya.

Namun, tekad Albright kuat.

"Saya suka skating untuk skating. Saya ingin melanjutkan sebagai seorang amatir," ucap Albright.

Tiga tahun kemudian, di Olimpiade Musim Dingin di Cortina d'Ampezzo, Italia, Albright menjadi peraih medali emas skating perempuan pertama di AS.

Saat itu, Albright sedang dalam proses penyembuhan cedera pada pergelangan kaki kanannya yang dideritanya kurang dari dua minggu sebelum kompetisi.

"Saya sangat kesakitan, tetapi selama empat menit saya pikir saya bisa bertahan dengan apa pun," katanya usai pertunjukan.

4 dari 4 halaman

Bertanding Sembari Menuntut Ilmu

Tidak hanya memfokuskan dirinya dalam seluncur indah, Tenley Albright saat itu juga sembari menuntut ilmu.

Melansir dari National Women’s Hall of Fame, Albright memulai jurusan studi pra-medis di Radcliffe College pada 1953, sambil berlatih skating di pagi hari sebelum kelasnya.

Ia mengambil cuti selama satu tahun dari Radcliffe pada 1955 untuk mengejar kejuaraan dunia keduanya. Namun, setelah tiga tahun belajar, ia memutuskan untuk meninggalkan Radcliffe pada 1956.

Albright kembali ke studinya di Harvard Medical School pada 1957 sebagai salah satu dari hanya lima perempuan di kelas angkatan 135.

Kemudian, ia menyelesaikan gelar master pada 1961.

Albright pun menjadi seorang ahli bedah yang sukses dan pemimpin dalam penelitian plasma darah. Kini, ia adalah anggota fakultas dan dosen bedah umum di Harvard Medical School dan juga menjabat sebagai Direktur Massachusetts Institute of Technology (MIT) Collaborative Initiatives.

Ia telah bertugas di beberapa dewan perusahaan, menerima banyak penghargaan dan penghargaan, dan bertindak sebagai delegasi ke Majelis Kesehatan Dunia di mana ia terlibat dalam upaya pemberantasan polio internasional.