Sukses

Presiden Ukraina: Dukungan China ke Rusia Berisiko Picu Perang Dunia III

China sejauh ini belum memberikan dukungan militer ke Rusia. Namun, AS mengklaim, Beijing tengah mempertimbangkan langkah itu.

Liputan6.com, Kyiv - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada Senin (20/2/2023) bahwa dia telah menghubungi pemimpin China dan meminta mereka untuk tidak memberikan dukungan apa pun kepada Rusia.

"Harapan saya adalah bahwa pemerintah di Beijing akan mempertahankan sikap pragmatis, jika tidak kita berisiko Perang Dunia III – kita semua menyadarinya," kata Zelenskyy dalam wawancara dengan harian Italia la Repubblica seperti dilansir Anadolu, Selasa (21/2).

Zelensky menambahkan, "Ukraina selalu memiliki hubungan yang sangat baik dengan China dan adalah kepentingan semua orang untuk tidak memperburuknya."

China, yang dianggap sebagai pendukung utama Rusia, sejauh ini belum memberikan dukungan militer ke Moskow. Namun, beberapa waktu lalu, Amerika Serikat (AS) mengklaim bahwa China tengah mempertimbangkan untuk memasok senjata dan amunisi ke Rusia.

Dalam wawancara yang sama, Zelenskyy mengkritik Presiden Prancis Emmanuel Macron karena berulang kali berupaya membuka pembicaraan dengan Rusia.

"Itu akan menjadi dialog yang gagal. Nyatanya, Macron membuang-buang waktu. Saya sampai pada kesimpulan bahwa kita tidak dapat mengubah sikap Rusia," tegas Zelensky.

2 dari 2 halaman

Jepang Gelontorkan Bantuan US$ 5,5 Miliar

Tokyo menjanjikan US$ 5,5 miliar bantuan kemanusiaan ke Kyiv pada Senin. Jumlah tersebut hampir empat kali lipat dari jumlah yang dijanjikan sejak awal invasi Rusia.

"Jepang berada dalam posisi memimpin upaya dunia untuk mendukung Ukraina dalam perjuangannya melawan agresi Rusia dan menegakkan tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan aturan hukum," ungkap Perdana Menteri Fumio Kishida seperti dikutip dari CNN.

Selain bantuan kemanusiaan, dukungan Jepang terhadap Ukraina turut diwujudkan dengan ikut bersama sekutu Barat menjatuhkan sanksi bagi Rusia.

Musim panas lalu, PM Kishida mengatakan bahwa invasi Rusia memberi peringatan bahwa "Ukraina hari ini mungkin menjadi Asia Timur besok". PM Kishida menggemakan kembali pernyataan itu pada Senin.

"Agresi Rusia terhadap Ukraina bukan hanya masalah Eropa, tetapi tantangan terhadap aturan dan prinsip seluruh komunitas internasional," katanya.

Dia menambahkan bahwa Jepang menghadapi isu keamanan paling parah sejak Perang Dunia II, mengutip program rudal nuklir Korea Utara yang berkembang dan upaya untuk mengubah status quo secara sepihak dengan paksa di Laut China Timur dan Selatan.

Meski PM Kishida tidak menyebutkan secara spesifik, tetapi Tokyo semakin berselisih dengan Beijing atas pulau-pulau yang diklaim oleh keduanya di Laut China Timur. PM Kishida dan pejabat Jepang lainnya sebelumnya juga mengatakan bahwa perdamaian di Selat Taiwan sangat penting bagi keamanan Jepang.

Akhir tahun lalu, Kishida mengumumkan peningkatan signifikan dalam belanja militer Jepang dan niat negara itu untuk memperoleh senjata jarak jauh guna melawan ancaman terhadap keamanannya.

Bertepatan dengan peringatan pertama invasi Rusia, yaitu pada 24 Februari, Jepang akan menjadi tuan rumah KTT G7 yang digelar secara daring. Adapun Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dilaporkan akan hadir dalam momen tersebut.