Sukses

Prajurit Ukraina Latihan Naik Tank Militer Kiriman Jerman, Inggris dan Amerika Serikat

Parlemen Eropa menyebut prajurit Ukraina latihan naik tank militer canggih dari Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat.

Liputan6.com, Jakarta - Prajurit Ukraina masih terus mendapatkan bantuan dari negara-negara Barat dalam melawan Rusia. Tank Leopard yang canggih termasuk ke dalam paket bantuan terbaru untuk Ukraina. 

Delegasi Parlemen Eropa menyebutkan bahwa para prajurit Ukraina sedang dilatih untuk memakai perlengkapan bantuan. 

"Apa yang mereka (Ukraina) perlukan adalah amunisi, artileri jangka panjang, pertahanan udara, dan tank-tank tempur modern yang diproduksi Barat. Itulah kenapa saya juga menyambut bahwa Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan sekutu-sekutu kami menyediakan Ukraina dengan tank-tank tersebut," ujar anggota Parlemen Eropa David McAllister yang berkunjung ke Jakarta, Rabu (22/2/2023).

"Tetapi sebelum kita bisa memberikan perlengkapan tersebut, prajurit-prajurit Ukraina perlu dilatih. Dan itulah yang kita lakukan saat ini," lanjut McAllister.

Pihak anggota-anggota NATO lain juga disebut berkoordinasi dalam latihan tersebut.

McAllister turut menegaskan bahwa sanksi-sanksi terhadap Rusia memberikan konsekuensi, meski ia menyebut "mesin propaganda" pihak Rusia memberikan informasi bahwa negara mereka baik-baik saja. 

"Ekonomi Rusia mengecil. Perdagangan internasional menurun. Dan ada lonjakan inflasi di Rusia. Sanksi-sanksi kami memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi Rusia," ujarnya.

Terkait propaganda Rusia, McAllister menyorot bahwa Rusia terus menyerang Ukraina meski bilang ingin gencatan senjata. Alhasil, Ukraina sulit mempercayai Rusia.

Lebih lanjut, McAllister berkata sanksi ini diperlukan agar Rusia mau menyetop perang.

"Kami menerapkan sanksi-sanksi ini karena kami ingin menekan kepada Presiden Putin untuk mengakhiri perang ini. Sesederhana itu. Mr. Putin memulai perang. Tanpa ada alasan. Sungguh-sungguh tak terjustifikasi," ucap McAllister.

 

2 dari 4 halaman

Jelang Setahun Perang Rusia-Ukraina, Dubes Uni Eropa: Indonesia Sudah Beri Dukungan

elang setahun perang Rusia-Ukraina, Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket menyebut bahwa pemerintah Indonesia sudah memberikan dukungan agar situasi bisa menjadi lebih baik.

"Dukungan pertama telah diberikan oleh Indonesia. Dukungan itu berupa suara di resolusi PBB tahun lalu," ujar Dubes Vincent Piket dalam diskusi bertajuk 'Sejauh Apa Indonesia Bisa Berperan Menghentikan Agresi Rusia' yang disiarkan oleh The Conversation Indonesia, Selasa (21/2/2023).

"Kedua, Indonesia saat memegang presidensi G20. KTT itu menyimpulkan pernyataan bersama yang sangat-sangat jelas mengutuk invasi Rusia ke Ukraina."

"Jadi itu adalah hal penting yang dicapai Indonesia bersama para mitranya."

Meski demikian, Dubes Vincent Piket berharap bahwa harus ada langkah yang bisa dilakukan. Seperti contoh, mengisolasi Rusia secara diplomatis.

"Sekarang kita harus melihat lebih jauh. Kita harus terus mengisolasi Rusia secara diplomatis," kata Dubes Vincent Piket, meski tak secara gamblang meminta hal tersebut dilakukan oleh Indonesia.

Ia juga mengingatkan bahwa akan ada pemungutan suara penting yang terjadi lusa, tepatnya tanggal 23 Februari 2023 di sidang PBB.

Dikutip dari laman Antara, sidang tersebut akan melakukan pemungutan suara negara anggota terkait rancangan resolusi guna mencapai perdamaian perang di Ukraina secara komprehensif, adil, abadi dan sesegera mungkin.

Jelang setahun perang Ukraina-Rusia, Dubes Vincent Piket juga menututkan bahwa ada banyak dampak yang dirasakan oleh negara-negara anggota Uni Eropa.

"Di sisi ekonomi. Kami sedang dalam proses pemulihan setelah COVID-19. Kemudian invasi terjadi dan Rusia mengganggu proses pemulihan itu," kata Dubes Vincent Piket.

"Hal ini juga telah sangat menurunkan pertumbuhan sebagian besar ekonomi di dunia. Meningkatkan inflasi karena kekurangan bahan makanan dan energi, dan telah menimbulkan masalah bagi industri di seluruh dunia karena rantai pasokan yang terganggu."

Dubes Vincent Piket juga menyoroti dampak setahun terakhir di Afrika yang banyak menderita karena kurangnya makanan serta inflasi.

"Jadi dampak ekonomi sangat-sangat signifikan bagi semua orang, dan kami masih belum bisa mengatasinya."

3 dari 4 halaman

Ucapan Vladimir Putin: Rusia dan Ukraina Korban Kesepakatan Ganda Barat

Jelang setahun invasinya ke Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan pernyataan di pidato kenegaraannya.

Putin menekankan bahwa Rusia dan Ukraina adalah korban kesepakatan ganda Barat. Rusia, sebut Putin, adalah pihak yang memperjuangkan keberadaannya, bukan Ukraina.

"Kami tidak memerangi rakyat Ukraina," tegas Putin seperti dikutip dari AP. "Ukraina telah menjadi sandera rezim Kyiv dan penguasa Barat, yang secara efektif menduduki negara itu."

Pemimpin Rusia itu berjanji tidak akan menarik militernya dari daerah-daerah yang telah dianeksasi. Pernyataan ini kemudian diduga menyiratkan penolakannya atas setiap tawaran perdamaian, membangkitkan kembali kekhawatiran tentang Perang Dingin baru.

"Elite Barat tidak berusaha menyembunyikan tujuan mereka untuk menimbulkan kekalahan stategis bagi Rusia," kata Putin. "Mereka bermaksud mengubah konflik lokal menjadi konfrontasi global."

Terkait hal itu, Putin menegaskan bahwa Rusia siap menghadapinya.

"Karena ini merupakan soal eksistensi negara kita," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Putin Bantah Mulai Perang

Sementara konstitusi mengamanatkan presiden untuk menyampaikan pidato kenegaraan setiap tahun, Putin tidak melakukannya pada tahun 2022 menyusul dimulainya invasi Rusia ke Ukraina, tepatnya pada 24 Februari 2023.

"Merekalah yang memulai perang. Dan kami menggunakan kekerasan untuk mengakhirinya," ujar Putin di hadapan anggota parlemen, pejabat, dan militer.

Putin menuduh Barat meluncurkan serangan informasi agresif dan membidik budaya, agama, dan nilai-nilai Rusia karena sadar bahwa tidak mungkin mereka mengalahkan Rusia di medan perang.

Dia juga menuding Barat melancarkan serangan terhadap ekonomi Rusia dengan sanksi, tetapi Putin menyatakan Barat tidak mencapai apapun dan tidak akan mencapai apapun.

Kremlin tahun ini telah melarang media dari negara-negara yang "tidak bersahabat", termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara di Uni Eropa hadir dalam pidato tahunannya. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, wartawan dari negara-negara tersebut dapat meliput pidato Putin dengan menontonnya dari siaran langsung.