Liputan6.com, Jakarta - Menurut World Health Organization, stres adalah sesuatu yang akan dialami sebagian besar orang di suatu titik dalam hidupnya.
Dilansir dari LiveScience.com, Kamis (22/2/2023), stres dapat didefinisikan sebagai segala jenis perubahan yang menyebabkan ketegangan fisik, emosional, dan psikologis. Pengalaman ini seringkali terjadi ke semua kalangan umur. Misalnya seperti saat memulai belajar di sekolahan baru atau saat mau melahirkan. Tapi apakah stres dapat menular kepada orang di sekitar kita?
Sebuah jurnal Psikoneuroendokrinologi tahun 2014, menjadi sorotan media karena penulis menyatakan bahwa stres adalah sesuatu yang menular. Ditulis dalam jurnal bahwa dengan hanya sekedar melihat orang dalam situasi stres dapat membuat tubuh kita melepaskan kortisol, hormon yang dikeluarkan dalam respons terhadap stres.
Advertisement
Fenomena yang dijuluki "stres empatik" ini cenderung lebih umum terjadi saat melihat orang yang dicintai atau teman dekat yang sedang mengalami kesulitan, namun para peneliti juga mengatakan bahwa penularan juga bisa tetap terjadi saat melihat orang yang tidak dikenal menderita.
Tara Perrot mengatakan, "Kita sangat mungkin, secara tidak sadar, merasakan emosi orang lain, terutama yang negatif."
Tara Perrot adalah seorang profesor psikologi dan ilmu saraf. Dia menerima gelar sarjana dalam bidang psikologi dan gelar doktor dalam ilmu saraf dari Western University di Kanada. Penelitiannya berfokus pada pemahaman bagaimana peristiwa di awal kehidupan membentuk perilaku terkait stres orang dewasa dan mekanisme saraf yang mendasarinya.
Bagaimana Stres Bisa Menular?
Menurut ulasan tahun 2013 di jurnal Current Biology, emosi dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui "mirror neurons".
Manusia mempunyai sel otak yang dapat mengaktivasinya saat melihat seseorang melakukan sesuatu aksi. Misalnya, ketika melihat orang lain menguap, sel tersebut memberikan respons untuk kita melakukan hal yang sama. Hal ini sama dengan ketika melihat orang lain lelah, kita yang melihat, secara tidak sadar, mengadopsi tingkat stres yang mereka sedang alami.
Selain dari itu, menularkan emosi merupakan mekanisme bertahan hidup yang penting. Herbet mengatakan, "Hal tersebut mengirimkan respons kepada orang lain yang dapat membantu menyelesaikan bukan hanya isu personal, tetapi isu umum yang dialami semua." Misalnya, ketika satu orang merasakan situasi yang membahayakan dan merespons secara emosional, sinyal ini dapat membantu mengingatkan orang lain di sekitarnya.
"Ketika semua orang merasakan panik, mereka sedang stres," ujar Joe Herbert.
Menurut seorang profesor ilmu saraf di University of Cambridge di Inggris, "Kepanikan dapat menyebar ke seluruh komunitas, seperti ketakutan atau kecemasan, terlepas dari adanya penyebab yang sebenarnya."
Proses transfer emosi ini merupakan sesuatu yang secara tidak sadar dilakukan dan bukan hanya dialami manusia saja, "Hewan lain bisa merasakan emosi anggota spesiesnya. Misalnya, ketika seekor tikus melihat tikus lain sedang mengalami peristiwa stres, mereka menunjukkan peningkatan kadar hormon stres walaupun tidak mengalaminya secara langsung," ujar Perrot.
Advertisement
Walaupun Stres Selalu Dihindari, Namun Ada Manfaatnya
Walaupun stress merupakan sesuatu hal yang coba dihindari kebanyakan orang, namun stres memainkan peran penting untuk manusia dan hewan. Namun, tidak semua stres itu sama.
“Respon stres sangat bermanfaat," kata Perrot. “Ini mempersiapkan tubuh dan otak kita untuk menghadapi situasi yang ada. Jika seekor singa berlari ke arah Anda, Anda ingin meningkatkan respons stres yang kuat yang membebaskan glukosa dari simpanan, meningkatkan detak jantung, dan menurunkan fungsi yang tidak penting seperti pencernaan.”
Seorang profesor psikologi dan ilmu saraf di Universitas Dalhousie di Kanada, mengatakan kepada Live Science. “Hal ini bisa saja dipakai dalam masa evolusi manusia karena dapat memberikan cara non-verbal untuk mengkomunikasikan bahaya dan ketakutan."
Namun, Perrot mengatakan bahwa pada manusia modern, respons stres seringkali dipicu oleh stressor psikologis, yaitu meninggalkan hormon stres terlalu lama. “Ada banyak kerepotan sehari-hari yang akhirnya dianggap sebagai stres dan respons stres dapat terjadi terlalu sering, hal itu dapat merusak tubuh dan otak,” katanya.
Cara Menghindari Stres Orang Lain
Sebuah studi tahun 2014 di jurnal Interpersona juga mengatakan bahwa stress, dalam beberapa keadaan, bisa menular. Jurnal tersebut juga menyimpulkan bahwa jika satu individu sedang stress, mereka mempunyai kapasitas untuk “menginfeksi” seluruh kantor.
Jadi, apakah mungkin untuk menghindari stres orang lain? Menurut Perrot, hal itu tergantung dengan bagaimana seseorang menanggapi dan menilai situasi tertentu.
“Setiap respon stres dimulai dengan persepsi stressor nya,” ujar Perrot.
Menurut Healthline, aktivitas seperti mencari udara segar, atau melakukan latihan pernafasan dan olahraga dapat membantu untuk mengatasi, atau setidaknya mengurangi dampak dari penularan stres orang lain.
Herbert percaya bahwa kunci utama nya adalah untuk melihat stres terbagi menjadi dua komponen yang berbeda.
“Stressor adalah eksternal atau internal, misalnya tuntutan finansial atau sebuah penyakit,” ujarnya. “Respon stres itu sesuai dengan bagaimana cara individu bereaksi - baik secara emosional dan juga fisiologis (hormon, tekanan darah, dll). "Respon stres bersifat adaptif, kata Herbert, dan belajar cara mengendalikannya bisa menjadi kunci untuk melindungi diri dari stres orang lain.
“Empati yang tinggi dapat meningkatkan kesadaran akan emosi orang lain,” katanya. “Bagaimana hal ini mempengaruhi orang lain akan bergantung pada keadaan. Mungkin orang hanya ingin membantu, tetapi hal itu bisa membuat stres tergantung pada permintaan yang ditimbulkannya pada orang kedua. Biasanya pemimpin yang baik dan juga orang tua bisa belajar untuk tidak menangkap tekanan stres orang lain, dan hanya menanggapi situasi yang dihadapi.”
Advertisement