Liputan6.com, Gaza - Gaza kembali memanas akibat gempuran udara dari Israel terbaru.
"Israel melancarkan serangan udara yang menargetkan lokasi pembuatan dan penyimpanan senjata di Gaza pada Kamis (23/2/2023). Gempuran ini terjadi usai serangan roket dari kantong pantai," kata Israel Defense Forces (IDF) atau Pasukan Pertahanan Israel seperti dikutip dari CNN.
Baca Juga
Dalam sebuah pernyataan, IDF mengatakan "jet tempur menyerang lokasi pembuatan senjata" di Gaza tengah yang dimiliki oleh Hamas, kelompok militan Palestina yang menjalankan Gaza.
Advertisement
"Secara paralel, kompleks militer milik Organisasi Teroris Hamas di Jalur Gaza utara yang juga digunakan sebagai gudang penyimpanan senjata angkatan laut diserang," kata pernyataan itu.
Kamis pagi, IDF mengatakan lima roket yang ditembakkan dari Gaza ke wilayah Israel, termasuk Kota Ashkelon dan Sderot, dicegat dan roket lainnya jatuh di area terbuka.
Serangan udara itu terjadi setelah kematian sedikitnya 11 warga Palestina di Nablus, Tepi Barat yang diduduki pada Rabu 22 Februari, yang terjadi selama serangan siang hari yang jarang dilakukan oleh militer Israel yang juga menyebabkan lebih dari 100 orang terluka.
Salah satu target tewas dalam serangan Nablus adalah anggota Hamas, kata kelompok itu.
Serangan IDF ke Tepi Barat biasanya terjadi dalam semalam; terakhir kali militer melakukan operasi siang hari, mereka mengatakan itu karena ancaman langsung.
Â
Aksi Kekerasan dan Mematikan
Tepi Barat yang diduduki telah diguncang oleh serangkaian serangan militer Israel yang mematikan dalam setahun terakhir, karena ketegangan di Israel dan wilayah Palestina tetap tinggi di wilayah yang terbelah oleh pertumpahan darah.
Serangan Israel di Kota Jenin pada bulan Januari menyebabkan hari paling mematikan bagi warga Palestina di Tepi Barat dalam lebih dari setahun, menurut catatan CNN, dengan setidaknya 10 warga Palestina tewas pada hari itu dan satu orang meninggal kemudian karena luka-lukanya. Satu hari kemudian, setidaknya tujuh warga sipil tewas dalam penembakan di dekat sebuah sinagoga di Yerusalem – yang dianggap Israel sebagai salah satu serangan teror terburuknya dalam beberapa tahun terakhir.
Ini terjadi ketika Perdana Menteri Israel Netanyahu memimpin kabinet yang digambarkan sebagai yang paling kanan dan paling religius dalam sejarah negara itu.
Netanyahu sebelumnya mengatakan kepada Jake Tapper dari CNN bahwa orang-orang dapat "terpaku" pada negosiasi perdamaian dengan Palestina, dengan mengatakan dia telah memilih pendekatan yang berbeda.
Ketika hubungan antara pasukan Israel dan militan Palestina memanas, Hadas Gold dari CNN mengatakan bahwa adegan pada hari Rabu mencerminkan hal-hal yang "tidak terlihat sejak intifada kedua," atau pemberontakan.
Advertisement
Israel Setop Sementara Pembangunan Pemukiman Yahudi, Deal di Balik Layar dengan AS dan Palestina?
Sebelumnya, Israel mengatakan akan menghentikan sementara pembangunan pemukiman baru Yahudi di Tepi Barat yang diduduki selama beberapa bulan mendatang. Langkah itu diduga kuat merupakan hasil dari pembicaraan di balik layar antara Amerika Serikat (AS) dengan pejabat Israel dan Palestina.
Palestina sendiri menghadapi kritik karena menyetujui penarikan draf resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB tentang pemukiman Yahudi.
Alih-alih mengeluarkan resolusi, DK PBB malah mengumumkan pernyataan simbolis yang mengungkapkan kekhawatiran dan kekecewaan mendalam pada perkembangan situasi terakhir. Demikian dikutip dari BBC, Selasa (21/2/2023).
Pekan lalu, Israel mengumumkan legalisasi sembilan pemukiman baru dan menyetujui rencana serta pembangunan hampir 10.000 unit rumah baru di pemukiman yang sudah berdiri.
Israel diprediksi tidak akan menghentikan langkah-langkahnya tersebut.
Washington sebelumnya telah secara terbuka memperingatkan Israel, sekutu terdekatnya di Timur Tengah, untuk tidak mengizinkan pemukiman baru.
Pemukiman Yahudi, ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.
Ketika pengumuman tentang pemukiman dibuat oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, AS bersama dengan Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris mengatakan, itu "sangat bermasalah".
Di lain sisi, draf resolusi DK PBB yang seharusnya akan diajukan oleh Uni Emirat Arab, disebut juga tidak membantu.
Resolusi itu sejatinya akan menegaskan kembali bahwa pendirian pemukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967, termasuk Yerusalem Timur, tidak memiliki validitas hukum dan merupakan pelanggaran hukum internasional secara terang-terangan.
Saat memberi tahu DK PBB bahwa tidak akan ada pemungutan suara untuk menghasilkan resolusi, Uni Emirat Arab menyinggung soal pembicaraan positif antar mitra - merujuk ke AS, Palestina, dan Israel.
Desas-Desus
Kabar lain menyebutkan bahwa untuk mencapai kesepakatan pembatalan draf resolusi DK PBB, Israel juga setuju untuk mengurangi penggusuran warga Palestina dan penghancuran rumah mereka.
Di daerah-daerah di bawah kendali Israel, warga Palestina sering membangun tanpa izin. Israel menganggap bangunan seperti itu ilegal dan baru-baru ini mengintensifkan tindakan untuk menghancurkannya, memicu kekhawatiran tentang kemungkinan pecahnya kekerasan dalam beberapa bulan mendatang.
Hamas, yang memerintah Gaza, mengkritik keputusan Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Mahmoud Abbas.
"Tampaknya PA bersikeras membeli ilusi dari pemerintah AS dan pemerintah pendudukan (Israel) dan ini tidak mencerminkan semangat rakyat Palestina," kata juru bicara Hamas Hazem Qassem.
Ketua Partai Prakarsa Nasional Palestina Mustafa Barghouti mengatakan bahwa sikap PA sesuai dengan kepentingan Washington.
"AS sekarang dapat terus mengklaim menentang pembangunan pemukiman sambil mempertahankan kemunafikan tentang solusi dua negara. Sementara itu, mereka menyaksikan Israel menghancurkannya melalui pembangunan pemukiman yang berkelanjutan," kata Mustafa.
 Â
Advertisement