Liputan6.com, Jakarta - "Saya terpaksa mengumumkan hari ini bahwa Rusia menangguhkan keanggotaannya dalam perjanjian New START. Saya ulangi, kami tidak menarik diri dari perjanjian, melainkan menangguhkan partisipasi kami," demikian salah satu kutipan dari pidato kenegaraan Presiden Vladimir Putin pada Selasa (21/2/2023).
...
Baca Juga
Analis Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menilai bahwa langkah Rusia menangguhkan partisipasinya dalam perjanjian New START merupakan strategi yang brilian.
Advertisement
"Sudah terlalu lama Rusia dituduh macam-macam terkait nuklir. Padahal, mestinya dunia sadar bahwa Rusia telah menandatangani New START pada 2010 dan kemudian setuju untuk memperpanjangnya pada tahun 2021," ujar Connie kepada Liputan6.com pada Kamis (23/2).
Dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS), New START adalah perjanjian antara Rusia dan AS tentang langkah-langkah pengurangan dan pembatasan lebih lanjut senjata ofensif strategis yang mulai berlaku pada 5 Februari 2011. Pada 2021, pakta itu diperpanjang hingga 4 Februari 2026.
Perjanjian New START membatasi Rusia dan AS untuk mengerahkan tidak lebih dari 700 rudal balistik antarbenua (ICBM), 1.550 hulu ledak nuklir, dan 800 peluncur ICBM.
Connie menegaskan, demokrasi yang selama ini "dijual" Barat, mengajarkan penyelesaian masalah secara damai. Namun, itu tidak berlaku terhadap Rusia.
"Sekarang, bagaimana mau damai kalau pintu-pintu diplomasi ditutup? Rusia dihujani berbagai macam sanksi, para duta besar, dan akademisi Rusia dikucilkan. Jadi, saya melihat yang dilakukan Putin adalah membangkitkan semangat rakyat Rusia bahwa sudah saatnya kita bersikap tegas," tutur Connie.
Connie menambahkan, "Barat dengan segala propaganda, jualan demokrasi atau freedom, akhirnya malah masuk ke totalitarianism values. Ini bukan hanya tentang Rusia karena bisa terjadi pada China, bahkan pada Indonesia kalau kita tidak punya defence dan demokrasi yang betul maka sikap unipolar AS akan berlanjut."
Menyerang China Lewat Rusia
Menurut Connie, kalau dikaitkan ke ekonomi, latar belakang AS dan NATO "mendorong" perang Ukraina adalah China.
"Sebenarnya ini kan kita ngomongnya soal ekonomi, teknologi, industri... Menurut saya, mereka berniat menyerang China karena China is the new power dalam bidang apapun, terutama teknologi. Nah, untuk menghajar China, mereka pikir mesti hajar temannya dulu nih untuk test case, yaitu Rusia yang dianggap lebih lemah. Ternyata, Rusia tidak semudah itu," kata Connie.
Tanggung jawab perang Ukraina, tegas Connie, tidak hanya ada pada Barat, namun juga pada elite Ukraina terutama Presiden Volodymyr Zelensky.
"Dia (Zelensky) adalah pelaku kriminal terbesar karena menyiksa rakyat Ukraina, membuat mereka menderita... demi kepentingan pribadi, kekuasaan, dan Barat. Tidak ada senjata itu gratis. Zelensky bisa kehilangan nyawa kapan saja, tapi rakyat Ukraina nantinya yang harus membayar utang-utang yang dia bikin," sebut Connie.
Pernyataan Connie menggemakan kembali pidato Presiden Putin yang mengatakan, "Tanggung jawab untuk menghasut dan eskalasi konflik Ukraina... sepenuhnya ada pada elite Barat dan tentu saja rezim Kyiv hari ini... Rezim Kyiv saat ini tidak melayani kepentingan nasional, melainkan kepentingan negara ketiga."
"Yang perlu kita garis bawahi dalam pidato Putin juga bahwa dia mengatakan, 'Rusia tidak memerangi rakyat Ukraina, tapi rakyat Ukraina saat ini telah menjadi sandera rezim Kyiv dan Barat, yang sebenarnya menduduki negara itu secara politik, militer, dan ekonomi'," ungkap Connie.
Advertisement
Perang Aliansi di 'Lahan Orang'
Lebih lanjut, Connie menuturkan bahwa perang Ukraina mencatat sejarah baru dalam hal perang aliansi.
"Dalam sejarah perang sampai abad ini, nggak ada perang gaya begini, pakai lahan orang. Yang sebelum-sebelumnya kita lihat saja, ketika AS ingin menghajar Saddam Hussein ya mereka perang di Irak, ketika mau hajar Muammar Gaddafi ya mereka ke Libya, tapi ini dia (Barat) hajar Rusia di Ukraina. Ini menunjukkan Zelensky tidak pintar sebagai pemimpin... lupa dia bahwa yang menjadi korban dan menderita paling utama adalah rakyat Ukraina," ujarnya.
"Akhir perang ini akan bergantung pada bagaimana AS dan NATO menyikapi pidato Putin karena ketika Putin mengumumkan penangguhan partisipasi Rusia dari New START, sebetulnya itu sudah 0.5 bahwa dia dapat mengambil langkah yang lebih keras lagi."