Liputan6.com, Berlin - Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser memperingatkan tentang "bahaya besar" yang dihadapi Jerman atas sabotase, disinformasi, dan serangan mata-mata oleh Rusia.
Faeser menyebutkan, Presiden Vladimir Putin menempatkan sumber daya yang sangat besar pada serangan siber sebagai bagian penting dari agresinya.
Baca Juga
"Kekhawatiran keamanan siber telah diperburuk oleh perang. Serangan peretas pro-Rusia telah meningkat," kata Faeser dalam wawancara dengan Funke Mediengruppe yang dirilis Minggu, seperti dikutip dari The Guardian pada Senin (27/2/2023).
Advertisement
Lebih lanjut dia menekankan bahwa bahaya kegiatan mata-mata dan sabotase yang disponsori dan diarahkan oleh negara tetap sangat tinggi. Untuk itu, dia meminta pemerintah federal dan regional bekerja sama menangkis serangan dunia maya dan "terus mengembangkan" kemampuan mereka untuk melakukannya secara permanen.
"Kita bersaing dengan cara serangan dan teknologi yang selalu baru," ujar Faeser.
Sejak Jerman mulai mendukung Ukraina dengan pengiriman senjata dan memberlakukan sanksi terhadap Rusia, serangan siber diklaim telah meningkat, khususnya terhadap penyedia energi dan organisasi militer.
Pakar keamanan telah memperingatkan bahaya besar yang ditimbulkannya terhadap keamanan domestik Jerman, khususnya kemampuan penyerang dunia maya untuk menargetkan infrastruktur penting serta operasi politik.
Rentetan Serangan Siber
Parlemen Jerman menjadi sasaran salah satu serangan dunia maya terbesar yang pernah dihadapi negara itu pada Mei 2015. Saat itu, sistem komputer internal diserang, data dicuri, dan kantor anggota parlemen terpaksa offline. GRU, badan intelijen militer Rusia, diyakini mendalangi serangan itu.
Pada tahun 2020, kantor kanselir yang saat itu dihuni Angela Merkel, juga diretas.
Tidak lama setelah dimulainya perang melawan Ukraina, gelombang serangan yang diduga berasal dari kelompok peretas Ghostwriter mengusik Jerman. Kelompok itu diyakini berada di bawah kendali dinas intelijen Rusia.
Dan dalam beberapa minggu terakhir, serangan siber menargetkan mulai dari bandara hingga administrasi balai kota, memengaruhi kehidupan sehari-hari hingga tingkat yang berbeda. Sementara itu, grup Rusia Killnet baru-baru ini telah mengumumkan rencananya untuk lebih meningkatkan gangguan kehidupan di Jerman.
Pakar digital menilai bahwa Jerman merupakan "target permanen" para peretas, di mana lembaga keuangan, pabrik persenjataan, penyedia energi, organisasi kemanusiaan, dan otoritas pajak menjadi sasaran. Para ahli mengatakan, meski serangan siber sering disamarkan dengan baik, tetapi penyelidik kerap menemukan bahwa peretas Rusia ada di belakangnya.
Advertisement
Rusia dan China
Wakil presiden dinas intelijen asing Berlin, BND, Wolfgang Wien, memperingatkan dalam konferensi keamanan di Potsdam musim panas lalu bahwa dunia digital Jerman telah disusupi oleh peretas dari Rusia dan China pada khususnya.
"Rusia ada di jaringan kami, China ada di jaringan kami," kata Wien.
Marc Korthaus, dari perusahaan keamanan TI Berlin, Sys11, mengatakan kepada surat kabar Frankfurter Allgemeine bahwa serangan semakin dipolitisasi. Ketika Jerman membuat keputusan bulan ini untuk mengirimkan tank Leopard 2 ke Ukraina, jumlah serangan terhadap sasaran Jerman melonjak.
"Namun, itu bukan serangan yang canggih," ungkap Korthaus. "Justru itu membuat kami khawatir. Karena serangan ini tidak lebih dari sinyal peringatan dan itu adalah sesuatu yang harus kita tanggapi dengan serius. Serangan yang lebih sederhana sering diikuti oleh yang lebih canggih secara teknis."
Direktur laboratorium perlindungan untuk perusahaan keamanan IT Avira, Alexander Vuckevic, mengatakan kepada surat kabar yang sama, "Setiap kali Eropa mengintensifkan sanksi terhadap Rusia atau mempercepat bantuan ke Ukraina, para peretas mengintensifkan serangan mereka."