Sukses

Korea Utara Gelar Rapat Besar Bahas Sektor Pertanian

Korea Utara menggelar konferensi di tengah dugaan bahwa negara itu tengah menghadapi krisis pangan.

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara tengah menggelar konferensi politik besar yang didedikasikan untuk pertanian. Hal tersebut diungkapkan media pemerintah Korea Utara, KCNA, Senin (27/2/2023).

Konferensi digelar di tengah dugaan bahwa negara itu tengah menghadapi krisis pangan.

Ahli dari Korea Selatan memperkirakan Korea Utara kekurangan sekitar 1 juta ton biji-bijian, 20 persen dari permintaan tahunannya setelah pandemi mengganggu pertanian dan impor dari China.

Baru-baru ini, laporan yang belum dikonfirmasi menyebutkan bahwa sejumlah warga Korea Utara meninggal akibat kelaparan. Meski demikian, para pengamat tidak melihat adanya indikasi kematian atau kelaparan massal di negara itu.

"Selama pertemuan tingkat tinggi Partai Buruh yang dimulai pada Minggu (26/2), pejabat senior partai meninjau pekerjaan tahun lalu terkait tujuan negara untuk mencapai revolusi pedesaan pada era baru," ungkap KCNA seperti dilansir AP.

Laporan tersebut mengungkapkan pula bahwa pertemuan Komite Pusat partai akan mengidentifikasi tugas-tugas segera dan penting terkait sektor pertanian dan tugas-tugas mendesak yang muncul pada tahap perkembangan ekonomi nasional saat ini.

KCNA tidak menyebutkan, apakah Kim Jong Un berbicara selama pertemuan atau berapa lama konferensi akan berlangsung.

Pertemuan tersebut merupakan kali pertama partai mengadakan sidang paripurna hanya untuk membahas pertanian. Laporan KCNA pada Senin tidak merinci agendanya, tetapi Politbiro partai mengatakan pada awal bulan ini bahwa titik balik diperlukan untuk secara dinamis mempromosikan perubahan radikal dalam pembangunan pertanian.

2 dari 2 halaman

Tidak Mendekati Ekstrem

Sebagian besar analis menilai bahwa situasi pangan Korea Utara saat ini sama sekali tidak mendekati level ekstrem seperti pada tahun 1990-an, ketika ratusan ribu orang tewas akibat kelaparan. Namun, beberapa ahli mengatakan kerawanan pangannya kemungkinan paling buruk sejak Kim Jong Un mengambil alih kekuasaan pada tahun 2011.

Pada awal tahun 2020, Korea Utara mencoba melindungi penduduknya dari COVID-19 dengan memberlakukan kontrol perbatasan yang ketat yang menghambat perdagangan dengan China, sekutu utamanya dan jalur ekonomi. Perang Rusia di Ukraina dinilai memperburuk situasi tersebut, berdampak pada kenaikan harga pangan, energi, dan pupuk global.

Korea Utara membuka kembali lalu lintas kereta barang dengan China dan Rusia tahun lalu. Lebih dari 90 persen perdagangan eksternal resmi Korea Utara melewati perbatasannya dengan China.

Menurut penilaian pemerintah Korea Selatan, tahun lalu, produksi biji-bijian Korea Utara diperkirakan mencapai 4,5 juta ton, turun 3,8 persen dari tahun 2020. Korea Utara diperkirakan memproduksi antara 4,4 juta ton hingga 4,8 juta ton biji-bijian setiap tahun dari 2012-2021.

Korea Utara membutuhkan sekitar 5,5 juta ton biji-bijian untuk memberi makan 25 juta penduduknya setiap tahun, jadi tahun ini mereka kekurangan sekitar 1 juta ton. Menurut ekonom senior di GS&J Institute di Korea Selatan Kwon Tae-jin, dalam beberapa tahun terakhir, setengah dari kesenjangan kebutuhan biji-bijian Korea Utara biasanya dipenuhi oleh pembelian ilegal dari China.

Tidak jelas apakah Korea Utara akan mengambil tindakan segera untuk mengatasi masalah pangannya. Beberapa ahli mengatakan, Korea Utara akan menggunakan pertemuan pleno minggu ini untuk meningkatkan dukungan publik terhadap Kim Jong Un selama konfrontasinya dengan Amerika Serikat dan sekutunya atas ambisi nuklirnya.

Di tengah sumber daya yang terbatas, Kim Jong Un telah secara agresif mendorong perluasan program senjata nuklir dan misil Korea Utara.