Liputan6.com, Kuching - Seorang pengusaha dari Kuching, negara bagian Sarawak, Malaysia kehilangan satu juta ringgit (Rp3,4 miliar) pada Minggu 26Â Februari 2023 setelah mengangkat telepon selama 14 detik dari penipu.Â
Kisah itu bermula saat sang penipu menelepon korban yang bernama Lee, mengaku sebagai kurir pos. Meminta OTP atau One Time Password banknya.
Baca Juga
Ketika Lee merasa ada yang tidak beres terkait permintaan tersebut, ia menutup telepon dan segera mengecek rekening miliknya. Namun semuanya sudah terlambat.
Advertisement
Rp 3,4 miliar milik Lee sudah raib dari rekening bank dalam sekejap, 14 detik. Uangnya tercatat telah ditransfer ke layanan telekomunikasi yang dimiliki oleh Malaysia dengan nama "Celcom Sdn Bhd", dengan catatan dua kali transaksi dengan masing-masing sebesar 500 ribu ringgit (sekitar Rp 1,7 miliar), dilansir dari New Sarawak Tribune, Kamis (2/3/2023).
Karena ini, Lee segera mengajukan pengaduan ke bank sekaligus ke laporan polisi. Ia kemudian meminta bantuan dari Partai Aksi Demokratik atau Democratic Action Party (DAP) Sarawak.
Konferensi pers oleh DAP pun digelar pada Senin 27 Februari 2023. Michael Kong, seorang politisi partai DAP Malaysia, mengungkapkan kekhawatirannya karena takut lebih banyak kasus penipuan perbankan online seperti kasus Lee akan terus terjadi.
Kong pun meminta Bank Maybank untuk memberikan penjelasan yang cepat tentang bagaimana transaksi sebesar itu bisa terjadi.
"Ia (Lee) hanya menjawab panggilan telepon, tetapi satu juta ringgit di rekening banknya benar-benar dicuri darinya," kata Kong.
Â
Tindak Lanjut oleh DAP Malaysia
Kong juga menceritakan bahwa setelah Lee menutup teleponnya, ia memeriksa rekeningnya untuk memastikan namun ternyata satu juta ringgit telah ditarik tanpa persetujuan atau otorisasinya.
"Tidak ada OTP atau notifikasi yang dikirim ke Lee. Selain itu, jika seseorang menarik uang tunai 20 ribu ringgit dari rekening banknya di konter, sebagian besar bank saat ini akan meminta pemegang rekening untuk mengisi formulir dan menjawab daftar pertanyaan yang membenarkan penarikan uang," lanjutnya.
Kong heran karena menarik bahkan 20 ribu ringgit sudah cukup merepotkan, maka dari itu dua kali penarikan masing-masing 500 ribu ringgit yang terjadi dalam beberapa detik, sangatlah aneh.
"Bank seharusnya menjadi tempat paling aman untuk menyimpan tabungan kita. Sekarang, bank pun sepertinya tidak aman, lalu di mana lagi kita, rakyat jelata, menyimpan tabungan kita?" ucap Kong.
Kong mengatakan bahwa ia ingin pemerintah segera menindak penipuan tersebut dan meminta pertanggungjawaban bank atas kerugian yang ditimbulkan oleh penipuan tersebut.
Kong juga menambahkan bahwa ia dan Sim Kiat Leng, asisten khusus di DAP, akan membantu Lee untuk mengambil uangnya kembali dan meminta kompensasi dari Bank Maybank.
Sementara itu, istri Lee mengatakan sangat mengejutkan bahwa uang sebesar itu bisa lenyap dalam sehari.
"Terlepas dari kejadian itu, saya mencoba untuk mengambil masalah ini secara positif dan suami saya dan saya secara fisik aman," katanya.
Advertisement
Hati-hati, Penipu Pakai WhatsApp untuk Kuras Uang di Rekening Pengguna
Kasus Lee pun menunjukkan bahwa penipuan di dunia maya kian marak.
Salah satunya adalah adanya pihak yang menawarkan uang melalui aplikasi WhatsApp. Sayangnya saat pengguna sadar bahwa aksi tersebut adalah penipuan semata, bisa jadi uang di rekening mereka sudah terkuras.
Seperti baru-baru ini, aksi penipuan menjerat pengguna WhatsApp di Brasil dan India, yang menjanjikan uang dengan hanya memberi like pada video di YouTube.
Mengutip Gizchina, Kamis (26/1/2023), penipu mulanya menghubungi calon korban via WhatsApp, mengaku sebagai perwakilan dari perusahaan marketing global. Para penipu meyakinkan calon korbannya bisa mendapatkan uang sekitar US$0,50 dengan hanya memberi satu like video YouTube.
Jumlah itu memang tidak banyak, tetapi para penipu menjanjikan korban bisa dapat hingga US$60 per hari jika mereka memberi 5.000 likes.
Dengan hitungan kasar, jika korban memberi like 5.000 video YouTube per hari untuk tujuh hari berturut-turut, mereka bisa mendapatkan US$420. Terdengar menggiurkan bukan?
Masalahnya, semua itu adalah penipuan semata yang bertujuan untuk mendapatkan data-data pribadi dan uang dari si korban.
Rupanya, ketika si penipu mendekati pengguna WhatsApp, mereka akan mulai meminta informasi pribadi yang katanya dipakai untuk memproses pembayaran. Setelah mengumpulkan data-data, si penipu akan mengatakan ada masalah teknis.
Penipuan Berkedok Fail APK di WhatsApp, Ini Cara Mencegahnya
Tidak hanya itu, ada juga marak peretasan dan penipuan online dengan trik menyebarkan malware melalui fail APK (Android Package).
Para pelaku kejahatan siber menipu korbannya dengan berbagai modus melalui WhatsApp, berusaha agar korban membuka dan menginstal fail APK tersebut agar ia bisa mencuri data dan uang korban.
Perusahaan keamanan siber ITSEC Asia menyebut, modus-modus seperti sniffing dan phishing, sering dimanfaatkan peretas dalam melancarkan aksi mereka seperti kasus-kasus serupa.
Sniffing merupakan proses pemantauan dan peretasan data sensitif seperti kredensial, password, dan PIN, melalui lalu lintas jaringan internet.
Sementara phishing biasanya dilancarkan menggunakan surel atau situs web yang dipalsukan agar terlihat asli untuk menarik korban yang tidak curiga untuk memberikan kredensial log-in atau informasi sensitif mereka ke situs tersebut.
Mengutip siaran persnya, Rabu (1/3/2023), ITSEC mengatakan, dalam kasus sniffing yang marak terjadi beberapa waktu lalu, pelaku menggunakan modus penipuan APK yang bervariasi.
Modus-modus ini seperti undangan pernikahan, pengecekan resi pengiriman paket, informasi perbankan, foto barang yang dibeli secara daring, cek data BPJS atau asuransi, dan lain-lain yang menyamarkan diri sebagai pihak resmi.
Divisi Humas Polri menyebut, kerugian dalam kasus sniffing berkedok APK ditaksir mencapai 12 miliar dengan korban sekitar 483 orang.
Advertisement