Liputan6.com, Managua - Sebuah aksi menantang maut terjadi pada hari ini tiga tahun lalu, tepatnya 4 Maret 2020. Sang pemberani asal Amerika, Nik Wallenda, berjalan di atas seutas tali melintasi kawah gunung berapi aktif di Nikaragua.
Dilansir Liputan6.com dari CBS News, Nik Wallenda menghabiskan waktu setengah jam untuk melintasi danau lava mendidih yang memuntahkan gas beracun di Gunung Berapi Masaya yang mempunyai ketinggian 2.083 kaki (lebih dari 600 meter) dan berjarak 19 Km dari Managua.
Gunung ini adalah salah satu dari hanya delapan gunung berapi di dunia yang memiliki danau lava aktif.
Advertisement
Nik Wallenda, pria asal Amerika yang melakukan aksi penyeberangan gunung berapi Masaya, sudah terkenal dengan hobi dan profesinya sebagai highwire walk atau seniman yang memiliki kemampuan berjalan di atas seutas tali pada ketinggian tertentu. Namanya juga tersohor di dunia akrobat.
Pertunjukan dimulai dengan istrinya, pemain akrobat Erendira, ia melakukan putaran di atas lingkaran yang digantung di atas danau lava. Dan dalam waktu setengah jam, Nik berhasil melintasi danau lava mendidih yang memuntahkan gas beracun.
Aksi tersebut dimulai pada Rabu 4 Maret 2020 pukul 20.20, selesai tepatnya 31 menit dan 23 detik kemudian, dengan jarak tempuh tali sepanjang 549 meter melintasi kawah yang dikenal sebagai "The Mouth of Hell".
Nik, yang sebelumnya telah berjalan di tali pada ketinggian melintasi Air Terjun Niagara dan melakukan penyeberangan dengan mata tertutup antara dua menara di Chicago, mengatakan bahwa penyeberangan gunung berapi ini adalah lintasan terpanjang dan paling berbahaya dalam hidupnya.
Berbeda dengan aksi yang ia lakukan sebelumnya, Nik memakai tali pengaman untuk penyeberangan gunung berapi ini. Dia juga mengenakan kacamata dan respirator untuk perlindungan dari gas berbahaya. Namun, Nik melepas kacamatanya di pertengahan aksi.
Dalam wawancara setelah aksinya, Nik mengatakan bahwa embusan angin saat ia berjalan menyebabkan dia sedikit kehilangan keseimbangan. Sementara, gas vulkanik mempengaruhi matanya meskipun sudah menggunakan kacamata.
Disiarkan pada channel TV lokal dan ABC’s "Volcano Live!" spesial, aksi berani itu ditangkap oleh 17 kamera dan empat drone.
Setelah meraih prestasi tersebut, Nik mengatakan dia "lega" berhasil menyeberang dengan aman karena angin yang "tak terduga" membuat perjalanan itu sangat menantang.
Great Wallendas, Julukan Keluarga Nik Wallenda
Aksi lain yang pernah dilakukan di Gunung Berapi Masaya terjadi pada tahun 2016. Saat itu penjelajah Amerika Sam Cossman, yang mengenakan pakaian khusus untuk menahan suhu ekstrem, turun ke kedalaman kawah. Sebelumnya, Friar Blas del Castillo juga melakukan hal serupa, mengklaim percaya bahwa lahar itu adalah emas.
Penyeberangan gunung berapi Masaya dapat dibilang sebagai aksi berbahaya dan luar biasa yang mencatat sejarah bagi keluarga besar Wallenda.
Nik Wallenda merupakan generasi ketujuh dari keluarga besarnya, terkenal sebagai pemeran pengganti dan pemain sirkus. Anggota keluarganya mempunyai kebiasaan pemberani yang sama.
Tahun 2019, Nik dan saudara perempuannya, Lijana Wallenda, dengan aman melintasi Times Square dengan kabel kawat yang digantung di antara dua gedung pencakar langit setinggi 25 lantai.
Pada tahun 2013, Nik menyelesaikan perjalanan di atas tali yang membawanya kurang lebih 400 meter melewati Little Colorado River Gorge dekat Grand Canyon.
Advertisement
Tragedi di Keluarga Wallenda
Keluarga Wallenda telah bermain 'gila' dengan takdir dari generasi ke generasi, tapi takdir tidak selalu baik.
Dilansir Liputan6.com dari abc7, pada Juli 1944 keluarga Wallenda sedang melakukan aksi kawat ketika kebakaran terjadi di tenda sirkus Connecticut. Meski keluarga Wallenda berhasil lolos dari maut, 167 orang tewas.
Kemudian, pada tahun 1962, mereka mencoba aksi piramida tujuh orang di Detroit, Michigan. Itu adalah aksi yang telah mereka lakukan selama lebih dari satu dekade.
"Saat mereka berjalan di kabel kawat, piramida itu runtuh dan dua anggotanya benar-benar terbunuh. Salah satunya adalah paman buyut saya, Mario, lumpuh dari pinggang ke bawah," kenang Nik Wallenda.
Dalam kecelakaan yang sama, kakek buyut Nik dan patriarki keluarga Karl Wallenda, yang juga jatuh dan tulang rusuknya patah, berhasil menangkap pemain lain dengan kakinya.
Tragedi 1978 yang Dijadikan Pelajaran
Pada tahun 1978, tragedi kembali terjadi. Terlepas dari sekian keberhasilan selama beberapa dekade, Karl Wallenda terjatuh hingga tewas di San Juan, Puerto Rico dalam aksi yang menurut standar keluarga Wallenda cukup mudah dan sering dilakukan.
"Aksi itu landai seperti jalan-jalan di taman, namun itulah yang merenggut nyawanya. Dari situlah kami belajar bahwa Anda tidak bisa berpuas diri. Saya merasa ada faktor yang berperan dalam kecelakaan itu, namun yang terbesar adalah kabelnya tidak stabil. Cara pemasangannya, kebelnya bergetar di bawah kakinya," jelas Nik.
Ayah Nik, Terry Troffer, menambahkan, "Kabel itu dipasang dengan tidak benar. Bukan anggota keluarga. Jadi kami memastikan bahwa kami selalu memiliki anggota keluarga saat melakukan aksi seperti ini."
Setelah menganalisis video kejatuhan fatal itu, dokter yakin Wallenda yang berusia 73 tahun mungkin mengalami serangan jantung saat adrenalin dipompa ke seluruh tubuhnya.
Advertisement