Liputan6.com, Jenewa - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan bahwa selama lebih dari seperempat abad tidak ada kemajuan dalam upaya perlucutan senjata nuklir.
"Dunia tanpa senjata nuklir masih jauh dari realita," ujar Menlu Retno dalam keterangan pers terkait pertemuan Sidang Dewan HAM PBB ke-52 dan High-Level Segment Conference on Disarmament yang dilaksanakan 27 Februari 2023 di Jenewa, Swiss.
Baca Juga
Menurutnya, Conference on Disarmament tidak lagi menghasilkan outcome yang berarti guna memastikan dunia yang bebas senjata nuklir. Kemandekan itu disebabkan oleh tidak adanya kemauan politik. Terlebih situasi keamanan global saat ini sangatlah kompleks dan mentalitas Perang Dingin masih ada.
Advertisement
"Di tengah situasi ini, negara-negara pemilik senjata nuklir terus memodernisasi persenjataan nuklir dan bersikukuh dengan nuclear deterrence dalam doktrin militer mereka. Tanpa aksi nyata yang tegas, saya sampaikan bahwa bencana nuklir hanya soal waktu dan risiko ini semakin besar seiring menajamnya rivalitas antar-kekuatan besar," tegas Menlu Retno.
Hal yang juga memicu kekhwatiran, belum lama ini, Presiden Rusia Vladimir Putin juga menarik diri dari perjanjian pengendalian senjata nuklir.
Dalam pidato kenegaraan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa 21 Februari 2023, Putin menangguhkan partisipasi Rusia dalam Pakta New START, perjanjian antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir jarak jauh dan rudal, pengebom berbasis darat, serta kapal selam pembawa senjata nuklir, yang dapat mereka kerahkan.
Menurut Putin, AS dan NATO telah gagal dalam bekerja sama.
3 Hal yang RI Dorong Soal Perlucutan Senjata Nuklir
Menurut Menlu Retno, dalam pertemuan Conference on Disarmament ada tiga hal yang secara khusus dirinya dorong.
"Pertama, membangkitkan kembali kemauan politik. Hal ini penting untuk memastikan adanya aksi nyata untuk mencapai perlucutan senjata nuklir. Salah satu hal penting adalah tercapainya Negative Security Assurances yang mengikat secara hukum, yaitu jaminan bahwa negara pemilik senjata nuklir tidak akan menggunakan senjata nuklir kepada negara non-pemilik senjata nuklir," tuturnya.
Kedua, sambungnya, memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir dan non-proliferasi. Salah satunya dengan mendorong ratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir.
"Saat ini, Indonesia tengah dalam proses ratifikasi Traktat tersebut dan kita harapkan negara-negara lain melakukan hal yang sama. Selain itu, penggunaan nuklir untuk tujuan damai harus betul-betul dijaga agar tidak diselewengkan menjadi senjata," paparnya.
Ketiga, lanjutnya lagi, memfasilitasi kepatuhan terhadap zona bebas senjata nuklir. "Zona bebas senjata nuklir merupakan elemen penting dalam mewujudkan perlucutan senjata nuklir global."
Advertisement
RI Ketua ASEAN, Terus Memajukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara
Menlu Retno mengungkap bahwa sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Indonesia akan terus memajukan zona bebas senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara melalui penandatanganan Protokol Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara, atau disebut Bangkok Treaty, oleh negara pemilik senjata nuklir.
"Dalam pertemuan, sejumlah negara menyampaikan concern yang sama dengan Indonesia agar semua pihak tunjukkan political will untuk mencapai kemajuan perlucutan senjata. Selain itu, perang di Ukraina, termasuk perkembangan terakhir terkait mundurnya Rusia dari New START Treaty, masih menjadi keprihatinan banyak negara yang semakin meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir."
"Keprihatinan terhadap proliferasi senjata nuklir di Semenanjung Korea, isu JCPOA, dan rezim verifikasi safeguards IAEA banyak diangkat negara-negara dalam pertemuan," ujar Menlu Retno.
Sejauh ini, menurutnya, belum ada proposal konkret yang disampaikan negara-negara untuk mendorong perkembangan yang signifikan di dalam Konferensi tersebut. Kendati demikian sejumlah negara menyampaikan apresiasi atas pernyataan Indonesia dalam pertemuan yang dinilai konstruktif.
RI Mencalonkan Diri Jadi Ketua Dewan HAM PBB 2024-2026
Menurut penuturan Menlu Retno, Indonesia mencalonkan diri sebagai Anggota Dewan HAM PBB periode 2024-2026 dengan mengangkat tema "Inclusive Partnership for Humanity."
Selain itu, Menlu Retno juga menyampaikan bahwa Indonesia terus berupaya untuk memperkuat mekanisme HAM di kawasan, antara lain melalui pelembagaan Dialog HAM ASEAN.
"Saya menyampaikan bahwa Deklarasi Universal HAM bertujuan untuk menjadikan dunia menjadi lebih adil, setara, dan juga inklusif. Namun saat ini dunia justru tengah mengalami situasi yang penuh ketidakpastian dan tantangan. Jutaan orang masih belum terpenuhi hak dasarnya," ungkap Menlu Retno dalam Sidang Dewan HAM PBB ke-52 di Jenewa Swiss 27 Februari 2023 lalu.
"Pertanyaannya, apakah kita akan tinggal diam, atau bekerja bersama dengan lebih baik lagi? Saya tegaskan bahwa momentum peringatan 75 tahun ini harus dimanfaatkan untuk memperteguh komitmen terhadap penegakan HAM."
Menlu Retno kemudian menyampaikan tiga hal yang perlu dilakukan. Berikut ini ulasannya:
Pertama, aksi nyata untuk kemanusiaan. Penghormatan terhadap HAM adalah syarat mutlak untuk terciptanya perdamaian dan stabilitas. Kita harus menghentikan perang dan konflik. Solusi damai untuk konflik harus dikedepankan, termasuk di Afghanistan, Palestina, Myanmar, dan Ukraina.
Secara khusus saya sampaikan kita tidak boleh menutup mata terhadap penderitaan rakyat Palestina. Insiden di Huwara baru-baru ini menunjukkan situasi HAM dan kemanusiaan di Palestina semakin memburuk. Saya juga sampaikan komitmen Indonesia untuk membantu penyelesaian masalah Myanmar dan mendukung pemenuhan hak perempuan di Afghanistan.
Kedua, meningkatkan upaya pencegahan pelanggaran HAM. Pencegahan merupakan aspek penting dalam perlindungan HAM. Selain itu, kita juga perlu mengakui kesalahan dan pelanggaran HAM masa lalu.
Tahun ini, saya sampaikan di dalam pertemuan, Presiden Joko Widodo telah mengakui dan menyesali 12 insiden pelanggaran HAM masa lalu. Keberanian mengakui kesalahan ini penting untuk mencegah hal yang sama terjadi di masa depan. Dan Indonesia memiliki keberanian untuk melakukan itu.
Ketiga, memperkuat arsitektur HAM. Dewan HAM PBB harus beradaptasi dengan tantangan HAM terkini. Untuk itu, imparsialitas, transparansi dan dialog harus menjadi ruh Dewan HAM. Dewan HAM tidak boleh dimanfaatkan sebagai alat untuk rivalitas geopolitik.
Advertisement