Sukses

Angola Kirim Pasukan ke RD Kongo yang Dilanda Konflik Usai Kegagalan Gencatan Senjata

Angola akan mengirim unit militer ke RD Kongo setelah gencatan senjata antara pasukan RD Kongo dengan pemberontak Gerakan March 23 (M23) di wilayah tersebut gagal.

Liputan6.com, Kinshasha - Angola akan mengirim unit militer ke Republik Demokratik Kongo bagian timur. Hal itu dilakukan setelah gencatan senjata antara pasukan RD Kongo dengan pemberontak Gerakan March 23 (M23) di wilayah tersebut gagal.

Upaya gencatan senjata dalam konflik internal menahun di negara kawasan Afrika timur tersebut dikontrol oleh Angola.

Pemberontak M23 dan pasukan pemerintah Kongo saling menuduh melanggar gencatan senjata yang dimulai pada Selasa, 7 Maret 2023. Perempuran dilaporkan berlanjut, dengan yang terakhir terjadi pada Jumat 10 Maret.

Dikutip dari BBC (12/3/2023), sebuah pernyataan dari kantor presiden Angola mengatakan, "tentara akan dikerahkan untuk membantu mengamankan daerah yang dikuasai oleh kelompok pemberontak M23 dan untuk melindungi pemantau gencatan senjata."

Pasukan Regional Komunitas Afrika Timur, yang terdiri dari militer Kenya, juga dikerahkan ke daerah yang kaya akan mineral dan memiliki puluhan milisi.

Pemerintah RD Kongo menyambut baik kedatangan pasukan Angola dan tetangga untuk memerangi para pemberontak.

Ada sebuah pernyataan dari M23 yang menyatakan mereka akan mundur dari beberapa desa yang direbut. Namun, kabar tersebut sulit dipastikan secara independen.

2 dari 3 halaman

Simak video pilihan berikut:

3 dari 3 halaman

Sekilas Konflik

Konflik terjadi di provinsi Kivu Utara, RD Kongo, yang berbatasan dengan Rwanda dan Uganda. Provinsi itu merupakan daerah pegunungan subur, namun telah lama dijarah oleh pihak yang berkonflik.

Ada kekhawatiran bahwa situasi di RD Kongo bisa menjadi konflik internasional yang lebih luas.

Pemberontak M23 diduga mendapat dukungan dari Rwanda, yang dibantah oleh Kigali (ibu kota Rwanda). Sementara RD Kongo didukung oleh Angola dan komunitas negara-negara di kawasan Afrika timur.

Lebih dari 20 tahun yang lalu tentara dari setidaknya delapan negara Afrika berperang di Kongo timur, yang dijuluki "perang dunia Afrika" , yang menyebabkan penderitaan besar bagi penduduk sipil.

Rwanda selama bertahun-tahun mengkritik otoritas Kongo karena gagal melucuti senjata pemberontak Hutu --beberapa di antaranya terkait dengan genosida Rwanda pada 1994.

Satu dekade yang lalu, para pejuang M23 juga merebut sebagian besar Kivu Utara --tetapi akhirnya dikalahkan oleh PBB dan pasukan regional. Sebagai bagian dari kesepakatan damai, pemberontak wajib melucuti senjata mereka.

Akan tetapi, M23 mulai berkumpul kembali awal tahun lalu.

M23 sebagian besar terdiri dari desertir tentara Kongo. Mereka pertama kali mengangkat senjata pada tahun 2009 menuduh pemerintah meminggirkan minoritas etnis Tutsi negara itu dan gagal untuk menghormati perjanjian damai sebelumnya.

Krisis Kemanusiaan

Ada kekhawatiran yang meningkat tentang krisis kemanusiaan akibat pertempuran, yang masih berlangsung pada Jumat 10 Maret.

Uni Eropa baru saja memulai operasi untuk menerbangkan bantuan ke ibu kota regional, Goma. Ini dilakukan untuk merespons lembaga kemanusiaan yang telah kewalahan.

PBB mengatakan konflik di RD Kongo memaksa 300.000 orang meninggalkan rumah mereka bulan lalu.