Liputan6.com, Stockholm - Lebih dari empat dekade setelah menjual 1.000 Volvo seri 144s ke Korea Utara, Swedia masih berusaha mendapatkan bayaran untuk mobil-mobil itu.
Kendaraan tersebut merupakan bagian dari paket perdagangan senilai US$ 131 juta yang dikirim ke Korea Utara pada tahun 1974, selama periode keterbukaan negara itu. Tetapi, Pyongyang tidak pernah membayar apapun atas kesepakatan itu, meninggalkan utang yang menurut Kementerian Luar Negeri Swedia (pada tahun 2017) telah terakumulasi dengan bunga menjadi US$ 328 juta.
Baca Juga
"Volvo Car Corporation menjual sekitar 1.000 seri 144S ke Korea Utara pada tahun 1974," kata Per-Ake Froberg dari Volvo Heritage seperti dilansir dari VOA, Senin (13/3/2023).
Advertisement
Froberg menambahkan, penjualan Volvo diasuransikan melalui Lembaga Kredit Ekspor Swedia (EKN).
"Ketika Korea Utara gagal membayar, EKN turun tangan, artinya Volvo Cars tidak menderita secara finansial," ujar Froberg. "Dari sudut pandang kami, kesepakatan itu sudah selesai."
Tapi, tentu saja tidak untuk EKN, yang dua kali setahun tetap mengingatkan Korea Utara tentang saldo utangnya.
"Kami tidak mendapat tanggapan," ungkap Carina Kemp dari EKN.
Banyak dari sedan Volvo yang dikirim pada tahun 1974 masih beroperasi, seperti yang ditunjukkan oleh twit Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang pada Oktober tahun 2016.
"Masih kuat. Salah satu Volvo dari tahun 1974 yang masih belum dibayar oleh DPRK. Dioperasikan sebagai taksi di Chongjin," twit Kedutaan Besar Swedia untuk Korea Utara.
Still going strong. One of the Volvo's from yr 1974 still unpaid for by DPRK. Running as taxi in Chongjin w almost half million km on odo! pic.twitter.com/2FaMpnPow7
— Sweden in Pyongyang (@SwedenDPRK) October 21, 2016
Hubungan Swedia dan Korea Utara
Swedia dan Korea Utara memiliki hubungan jangka panjang. Swedia adalah negara Barat pertama yang membuka kedutaan besarnya di Pyongyang pada tahun 1975 setelah politikus sayap kiri dan para eksportir mendorong pemerintah untuk mengirimkan diplomat ke sana.
"Mereka bertanya, apakah saya ingin membuka kedutaan di Korea Utara," ungkap diplomat veteran Swedia Erik Cornell seperti dilansir NPR. "Dan saya menjawab 'Ya'."
Cornell, yang kini berusia 87 tahun, bergabung dengan Kementerian Luar Negeri Swedia pada tahun 1958. Dia pernah bertugas di Bonn, Warsawa, dan Addis Ababa. Dia tiba di Korea Utara saat negara itu dipimpin oleh Kim Il Sung pada musim dingin 1975.
"Itu adalah sebuah negara yang 'kosong'. Bersalju, berangin, dingin... Anda tahu Anda memulai dari awal ketika datang ke sana," tutur Cornell.
Cornell menjabat sebagai kuasa usaha Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang hingga tahun 1977.
"Anda tidak bisa mampir ke kafe atau restoran karena memang tidak ada," ujarnya.
Yang biasa dilakukan Cornell hanyalah keluar untuk jalan-jalan singkat dengan Volvo-nya.
"Begitulah kondisi kehidupan di sana," kata dia.
Cornell ditugaskan untuk memahami situasi ekonomi Korea Utara.
"Pada tahun 1970-an, Korea Utara memesan 1.000 mobil Volvo dari Swedia. Mobil-mobil itu dikapalkan dan dikirimkan, tapi Korea Utara tidak mau membayar dan mengabaikan tagihannya. Hingga hari ini, tagihan tersebut belum dibayar, sehingga menjadikannya pencurian mobil terbesar dalam sejarah," twit @historyinmemes.
In the 1970s, North Korea ordered 1,000 Volvo cars from Sweden. The cars were shipped & delivered but North Korea just didn't bother paying & ignored the invoice. Till this day the bill remains unpaid making it the largest car theft in history. pic.twitter.com/SYbubt8due
— Historic Vids (@historyinmemes) February 1, 2023
Advertisement
Swedia Perantara Korea Utara dengan Dunia Luar
Mungkin 1.000 Volvo yang tidak kunjung dibayar hanyalah "harga diplomasi". Melalui pembukaan kedutaan di Pyongyang, Cornell berhasil membangun kepercayaan dengan kepemimpinan Korea Utara.
Swedia hingga saat ini masih mempertahankan kedutaannya di Pyongyang dan telah mengambil bagian dalam pekerjaan bantuan kemanusiaan serta memperluas perannya sebagai perantara antara Korea Utara dan dunia luar.
"Orang Swedia sangat pandai dalam hal ini," ungkap peneliti senior dari Brookings Institution Jonathan D. Pollack. "Swedia sering memainkan peran semacam itu dalam berbagai jenis diplomasi. Mereka dipandang... sebagai perantara yang jujur."
Setelah serangan di Pearl Harbor, Swedia bertindak sebagai kekuatan pelindung warga negara Jepang di Hawaii selama Perang Dunia II. Swedia mewakili Inggris sebagai kekuatan pelindung di Iran pada saat hubungan diplomatik kedua negara terputus.
Kini, Amerika Serikat (AS), yang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Pyongyang, telah mempercayakan Swedia untuk bertindak sebagai kekuatan pelindung di Korea Utara. Peran tersebut telah dipertahankan Swedia sejak 1995.
Swedia juga berfungsi sebagai kekuatan pelindung untuk Australia dan Kanada di Korea Utara.
Dalam kasus-kasus ketika warga AS ditahan di Korea Utara, Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang akan turun tangan.
Sebut saja dalam kasus penahanan jurnalis AS Laura Ling selama 140 hari pada tahun 2009. Ling dan rekannya Euna Lee ditangkap saat membuat film dokumenter untuk Current TV di sepanjang perbatasan China-Korea Utara.
Beberapa minggu setelah penangkapan mereka, Kedutaan Besar Swedia mengadakan pertemuan dengan keduanya. Ling masih ingat saat duta besar Swedia saat itu, Mats Foyer, menemuinya.
"Saya benar-benar diliputi oleh emosi karena saya tahu bahwa dialah satu-satunya orang di Korea Utara yang bekerja untuk saya," kata Ling. "Dia adalah garis hidup saya."
Karena sifat terbatas dari peran kekuatan pelindung, Foyer tidak bertanggung jawab untuk menegosiasikan pembebasan Ling dan Lee. Keduanya dapat kembali ke AS setelah mantan Presiden Bill Clinton dan Kim Jong Il bertemu di Pyongyang pada Agustus 2009, yang berujung pada pengampunan kedua warga AS tersebut.
Bagaimanapun, kunjungan Foyer terhadap Ling dan Lee, tetap signifikan karena dia dapat membawakan mereka obat-obatan, buku, dan surat Ling dari rumah — yang memberinya harapan untuk masa depannya.
"Dia adalah penghubung saya dengan dunia luar. Dia adalah penghubung saya dengan keluarga saya," kata Ling. "Melalui matanya, mereka pada gilirannya dapat melihat saya."