Liputan6.com, Tokyo - Pada Selasa subuh tanggal 15 Maret 1988, sebuah sleeper train (kereta yang beroperasi di malam hari) mogok di bawah Seikan Tunnel.
Seikan Tunnel atau Terowongan Seikan ini baru saja selesai dibangun dua hari sebelumnya. Terowongan ini mencetak sejarah sebagai terowongan bawah terpanjang sedunia, dengan panjang keseluruhan 53,85 km.
Baca Juga
Pada saat pembangunan terowongan, pihak konstruksi mengalami beberapa kendala. Bahkan proses pembangunan yang memakan waktu lebih dari 20 tahun ini telah memakan sekian korban jiwa hingga bisa selesai dibangun pada tanggal 13 Maret 1988.
Advertisement
Diresmikan Minggu pagi di tengah kehebohan besar, Menteri Perhubungan Shintaro Ishihara, memuji terowongan itu sebagai “prestasi teknologi yang tiada duanya di dunia dan menyebutnya sebuah mitos yang menjadi kenyataan.”
Jepang telah berhasil membangun terowongan yang menghubungkan pulau paling utara Jepang Hokkaido dengan pulau utama Honshu.
Namun dua hari setelah terowongan ini mulai beroperasi untuk lalu lintas kereta api Jepang, kereta Hokutosei No. 6 yang menuju Tokyo dari Sapporo, menjebak 166 penumpang di dalam kereta. Dilansir Liputan6 dari LATimes, Senin (13/3/23).
Mereka kaget terbangun pada pukul 01:27 pagi waktu setempat ketika pemutus sirkuit listrik di mesin kereta tidak berfungsi, dan memutus aliran listrik yang mengakibatkan kereta untuk berhenti. Lokasi kejadian teletak lebih dari setengah mil dari salah satu stasiun penyelamatan terowongan bawah laut, kata pejabat perusahaan kereta api.
Peristiwa ini memakan waktu kurang lebih tiga jam, hingga akhirnya mesin baru dibawakan dan kereta diangkut ke tempat aman.
Suasana Kereta yang Terjebak
Seorang juru bicara Kereta Api Jepang Hokkaido mengatakan, penyebab insiden itu merupakan masalah pada mesin itu sendiri dan tidak terkait dengan jalurnya melalui Terowongan Seikan.
Dia juga mengatakan bahwa generator darurat di kereta itu digunakan untuk memasok listrik lampu interior kereta. Sehingga selama insiden itu, para penumpang tidak menunggu dalam kegelapan.
Namun hal itu tidak mengubah fakta bahwa pengalaman terowongan itu seperti mimpi buruk menjadi kenyataan.
“Kami terjebak di dasar laut, dan rasanya tidak enak,” ujar Kinji Ikue, seorang peternak sapi peras yang berusia 71 tahun dari Hokkaido, kepada perusahaan media Asahi.
Advertisement
Kontroversi Kegunaan Terowongan Seikan
Proyek Terowongan Seikan memang diwarnai kontroversi hampir sejak awal pembangunannya 17 tahun lalu.
Impian untuk menghubungkan semua pulau utama Jepang dengan terowongan atau jembatan, terlihat buruk saat perjalanan melalui transportasi udara membuat layanan kereta api jarak jauh tampak tidak efisien dan tidak nyaman.
Dibutuhkan waktu kurang dari dua jam untuk melakukan perjalanan antara Tokyo dan Sapporo melalui udara, sedangkan dengan kereta api melalui terowongan membutuhkan waktu hampir enam jam pada tahun itu.
Demikian, para kritikus mempertanyakan kegunaan Terowongan Seikan yang menghabiskan biaya yang besar dan juga rangkaian bentang jembatan sepanjang 13 km (Seto Ohashi) yang menghubungkan Honshu dengan pulau barat daya Shikoku.
Proses Pembangunan Terowongan Seikan
Terowongan Seikan memakan biaya pembangunan sebesar US$8,5 miliar (Rp130,5 triliun), lima kali lebih banyak dari perkiraan awal.
Proses pembangunan terowongan tersebut juga merenggut 34 nyawa pekerja konstruksi dalam kecelakaan.
Sehingga pada saat itu, rencana membangun jalur khusus untuk kereta peluru Shinkansen di dalam terowongan telah ditunda karena akan menjadi biaya tambahan. Pejabat Japan National Railways Corporation juga sempat mempertimbangkan untuk meninggalkan proyeknya karena mendeteksi perkembangan jamur di terowongan.
Bahkan Perusahaan Kereta Api Jepang Hokkaido, yang dikenal sebagai penerus Kereta Api Nasional Jepang di wilayah tersebut, mengundurkan diri untuk mengoperasikan jalur kereta api baru karena kerugian yang diperkirakan pada masa mendatang.
Namun tetap saja terowongan itu tidak diragukan lagi merupakan keajaiban teknik. Terowongan berukuran 29 kali 36 kaki dan terletak 790 kaki (240 meter) di bawah permukaan Selat Tsugaru pada titik terdalamnya.
Teknologi yang dikembangkan oleh para insinyur Jepang untuk proyek tersebut diharapkan dapat digunakan di terowongan Selat Dover, yang menghubungkan Prancis dan Inggris pada saat itu.
Advertisement